Begini Masukan KAI ISL terhadap RUU Hukum Acara Perdata

Avatar photo

- Jurnalis

Rabu, 15 Juni 2022 - 09:56 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Doc: hukumonline.com

Doc: hukumonline.com

PIJAR-JAKARTA – Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Perdata Komisi III DPR terus menjaring masukan dari berbagai para pemangku kepentingan, salah satunya beberapa organisasi advokat. Kini, giliran Kongres Advokat Indonesia (KAI) pimpinan Indra Sahnun Lubis (ISL) menyampaikan sejumlah masukan dalam rangka pengayaan dan penyempurnaan dalam penyusunan draf RUU Hukum Acara Perdata.

Ketua Dewan Penasihat KAI ISL, Muhammad Rusdi Taher mengatakan ada dua hal pokok yang menjadi pemikiran dalam penyempurnaan penyusunan draf RUU Hukum Acara Perdata. Pertama, persoalan pokok dalam praktik hukum acara perdata soal lamanya proses penyelesaian perkara. Sejak tahap pendaftaran perkara, proses berperkara, putusan, hingga pelaksanaan eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Lambatnya proses penyelesaian berperkara yang terjadi selama ini berujung merugikan para pencari keadilan, khususnya bagi kalangan dunia bisnis. Dia menyarankan agar mengadopsi mekanisme peradilan yang sederhana seperti yang terjadi banyak negara maju. “Menerapkan apa yang disebut dengan small claim court atau gugatan sederhana. Ini banyak sekali sudah diterapkan di Amerika dan negara-negara Eropa. Barangkali Komisi III bisa studi banding ke beberapa negara,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat umum di Komplek Gedung DPR, Senin (13/6/2022) kemarin.

Menurutnya, banyak perkara kecil yang semestinya tak perlu melalui proses peradilan yang terjadi saat ini. Hal ini terjadinya tumpukan perkara di pengadilan tingkat pertama, banding, dan Mahkamah Agung (MA) dan proses penanganan menjadi lebih lama karena perkara kecil menggunakan prosedur penanganan perkara biasa.

“Penerapan small claim court, perkara yang pembuktiannya cenderung mudah dan nilai gugatannya rendah. Dengan hakim pemeriksa tunggal, jangka waktu satu bulan rampung. Nah, usulan tersebut diharapkan dapat masuk dalam draf RUU Hukum Acara Perdata. Jadi perlu ada peradilan sederhana, tidak perlu banding dan kasasi agar penyelesaiannya cepat,” kata dia.

Baca Juga :  Pembakaran Alquran Kembali Terjadi, MUI Sampaikan 3 Saran untuk Swedia

Kedua, perlu mengadopsi gugatan class action yang biasanya diajukan banyak korban dari masyarakat yang dirugikan. Selama ini pengaturan gugatan class action belum diatur dalam hukum acara perdata peninggalan kolonial Belanda. Diharapkan dengan adanya pengaturan class action dalam hukum acara perdata penyelesaian perkara lebih efisien dan menghindari putusan berulang.

Pria yang berlatarbelakang mantan jaksa itu mengingatkan class action telah diatur dalam UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan; serta UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Karena kita akan membahas RUU Hukum Acara Perdata bersifat kodifikasi dan unifikasi, ada baiknya materi class action bisa dimasukan dalam RUU Hukum Acara Perdata,” harapnya.

Vice Presiden KAI ISL Djamaludin Koedoeboen menyoroti soal permohonan eksekusi terhadap perkara yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap. Misalnya, objek yang disengketakan telah dikuasai pihak yang lain tidak masuk dalam ranah perkara atau tergugat. Kendala tersebut kerap dialami masyarakat pencari keadilan.

Mohon kiranya mengatur juga terkait penguasaan fisik dari objek yang disengketakan agar ada kepastian hukum dalam proses yang berjalan,” ujarnya.

Soal tak ada batas pengajuan upaya peninjauan kembali (PK), bahkan dapat dilakukan dua sampai tiga kali PK. Alhasil, menimbulkan penyelesaian perkara berlarut-larut dalam praktiknya. Karena itu, KAI ISL meminta dalam pengaturan hukum acara perdata mengatur batasan PK hanya satu kali, boleh dua kali sepanjang adanya pengecualian. Misalnya ada dugaan kasus suap menyuap antara para pihak berperkara dengan majelis hakim.

Baca Juga :  Upaya Hukum Jika Hak Cipta Dibajak

“Barulah PK itu bisa dua kali. Kalau tidak, berdalil novum yang kadang akal-akalan juga. Karena sudah inkracht kemudian dimentahkan dalam PK,” ujarnya.

Menanggapi masukan KAI ISL, Ketua Panja RUU Hukum Acara Perdata, Adies Kadir mengakui proses berperkara perdata di pengadilan terlampau panjang, mulai pengadilan tingkat pertama, banding, dan kasasi, hingga peninjauan kembali (PK). Alhasil, putusan yang telah inkracht tak dapat dieksekusi dan dinikmati pihak yang dimenangkan. Ironisnya, ada putusan PK masih digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kasasi, hingga PK.

“Maka dari itu, harus ada batasan. Kalau tidak buat terobosan, kapan orang bisa menikmati haknya.”

Politisi Partai Golkar itu mencontohkan adanya pihak berperkara sampai puluhan tahun menanti dan meninggal. Bahkan anak cucunya, belum dapat menikmati objek gugatan yang dimenangkan. Karenanya, melalui RUU Hukum Acara Perdata menjadi momentum mencari jalan keluar mengatasi permasalahan tersebut.

Seperti perkara-perkara sederhana di tingkat pengadilan negeri putusannya tak perlu dibanding ataupun kasasi. “Perlu ada pengaturan mana yang dapat dibanding dan tidak. Tapi, sekalipun belum puas masih diberi kesempatan sekali ke MA dan tak ada upaya hukum lainnya. Kemudian, soal syarat novum cukup dua yakni adanya bukti baru dan kekhilafan hakim yang nyata.”

Berita Terkait

Uji Materi Perpu PUPN Tak Sekadar Gugatan, tapi Soal Integritas Negara
Laporan Dugaan Keterangan Palsu Mandek di Ditreskrimum, LSM KAKI Ganda Sirait Desak Kapolda Metro Jaya Bertindak Tegas
Bank Centris Internasional dan Andri Tedjadharma adalah Korban Fitnah Sejak 1998
KBRI Thailand Respons Cepat, Tujuh Pekerja Migran Asal Kalideres Akan Pulang ke Indonesia pada 8 Mei 2025
Mahkamah Agung Rotasi 199 Hakim dan Ketua Pengadilan Negeri, Termasuk di Jakarta
Upaya Hukum Berlanjut: Pekerja Migran Indonesia Asal Kalideres Tertahan di Imigrasi Thailand
Lagi dan Lagi! ‘Wakil Tuhan’ Hakim Terjaring Hukum, Keadilan Kian Merana
Upaya Hukum untuk Tujuh Pekerja Migran Indonesia Asal Kalideres di Thailand
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 8 Juni 2025 - 12:14 WIB

Uji Materi Perpu PUPN Tak Sekadar Gugatan, tapi Soal Integritas Negara

Rabu, 4 Juni 2025 - 15:46 WIB

Laporan Dugaan Keterangan Palsu Mandek di Ditreskrimum, LSM KAKI Ganda Sirait Desak Kapolda Metro Jaya Bertindak Tegas

Kamis, 29 Mei 2025 - 12:27 WIB

Bank Centris Internasional dan Andri Tedjadharma adalah Korban Fitnah Sejak 1998

Jumat, 2 Mei 2025 - 07:30 WIB

KBRI Thailand Respons Cepat, Tujuh Pekerja Migran Asal Kalideres Akan Pulang ke Indonesia pada 8 Mei 2025

Rabu, 23 April 2025 - 16:35 WIB

Mahkamah Agung Rotasi 199 Hakim dan Ketua Pengadilan Negeri, Termasuk di Jakarta

Berita Terbaru