Pemerintah Beberkan Penyebab Sulitnya Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat

Avatar photo

- Jurnalis

Jumat, 3 Juni 2022 - 09:44 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Doc: hukumonline.com

Doc: hukumonline.com

PIJAR-JAKARTA – Persoalan impunitas merupakan salah satu pekerjaan rumah (PR) besar yang hingga kini belum tuntas. Praktik impunitas bisa dilihat dalam berbagai kasus, terutama yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. Kalangan organisasi masyarakat sipil terus menyuarakan penghapusan impunitas.

Asisten Deputi Koordinasi Perlindungan dan Pemajuan HAM pada Kemenkopolhukam, Rudy Syamsir, mengatakan ada pandangan yang menyebut pemerintah melakukan impunitas dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat. Pandangan itu menurutnya tidak berdasar karena selama ini pemerintah terus berusaha menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Hal ini dibuktikan dari 3 kasus pelanggaran HAM berat yang diproses sampai pengadilan yakni Timor Timur, Tanjung Priok, dan Abepura. Bahkan saat ini ada satu kasus yang masih berproses mengumpulkan bukti-bukti. Rudy mengakui tidak mudah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Misalnya dalam membentuk UU, pemerintah perlu membahasnya bersama lembaga legislatif. Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM bisa dilakukan melalui yudisial dan nonyudisial. Untuk yudisial berarti melalui pengadilan dan nonyudisial menggunakan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Beleid itu juga mengatur Komnas HAM bertindak sebagai penyelidik dan kejaksaan sebagai penyidik dan penuntut umum. Rudy menjelaskan beberapa sebab mekanisme yudisial dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat menemui hambatan. Pertama, proses pembuktian kasus pelanggaran HAM berat tunduk pada KUHAP dimana satu keterangan saksi tidak dapat dijadikan alat bukti, kecuali didukung alat bukti lain.

Kedua, hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap kasus pelanggaran HAM berat belum dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh kejaksaan karena dianggap bukti belum mencukupi. “Karena KUHAP mengatur minimal harus ada 2 alat bukti yang cukup,” kata Rudy Syamsir dalam webinar bertema “Peluang Penghapusan Impunitas di Indonesia”, Kamis (2/6/2022).

Mengacu 3 kasus pelanggaran HAM yang pernah dibawa ke pengadilan HAM ad hoc yakni Timor Timur, Tanjung Priok, dan Abepura ujungnya semua terdakwa dibebaskan karena alat bukti tidak cukup memberikan keyakinan kepada hakim. Proses itu juga tidak memberikan kompensasi dan restitusi kepada korban. Ketiga, kesulitan memperoleh alat bukti dalam peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu karena peristiwa sudah terjadi dalam kurun waktu yang lama dan lokasi peristiwa sudah berubah.

Baca Juga :  Pandangan DPR-Pemerintah Terkait Perkawinan Beda Agama

Keempat, penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM sifatnya proyustisia, sehingga perlu izin dari ketua pengadilan. Sementara pengadilan HAM ad hoc belum terbentuk, sehingga menghambat Komnas HAM dalam melakukan penyelidikan.

Kelima, ada perbedaan pandangan dimana Komnas HAM menyimpulkan ada bukti permulaan yang cukup, tapi kejaksaan selaku penyidik biasanya berpendapat hasil penyelidikan belum bisa menunjukan terjadinya dugaan pelanggaran HAM berat. Keenam, pembentukan pengadilan HAM ad hoc dibentuk berdasarkan usulan DPR dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Presiden. Tapi sayangnya UU No.26 Tahun 2000 tidak mengatur tegas siapa yang berhak mengajukan usulan itu kepada DPR.

Ketujuh, ada 2 pertentangan asas dimana setiap perkara harus ada akhirnya, tapi dalam pelanggaran HAM berat tidak mengenal daluarsa. Untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat melalui mekanisme KKR juga tidak mudah. Apalagi setelah MK membatalkan UU No.27 Tahun 2004 tentang KKR, sehingga mekanisme KKR sampe sekarang belum bisa dilakukan.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu, Rudy menyebut pemerintah terus melakukan upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat. Misalnya tim terpadu dugaan pelanggaran HAM berat menggulirkan bantuan untuk korban dugaan pelanggaran HAM berat kasus Talang Sari, Lampung. Selain itu pemerintah juga tengah menyusun RUU KKR.

“Kami mendorong penyusunan RUU KKR dan regulasi turunannya untuk penanganan kasus pelanggaran HAM berat yang berperspektif korban,” katanya.

Sebelumnya, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Asvi Warman Adam, mengingatkan janji kampanye Joko Widodo-Jusuf Kalla salah satunya menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Dalam pidato peringatan hari HAM internasional tahun 2020, Presiden Jokowi melalui Menkopolhukam memerintahkan agar penyelesaian masalah HAM berat masa lalu diselesaikan dengan hasil yang dapat diterima semua pihak.

Asvi menanyakan siapa saja yang dimaksud semua pihak? Apakah pelaku pelanggaran HAM juga termasuk? Dia mengingatkan jika penyelesaiannya menggunakan mekanisme islah atau damai antara pelaku dan korban dengan mendapat kompensasi tertentu, hal itu tidak akan diterima komunitas internasional karena tidak ada pengungkapan kebenaran.

Baca Juga :  Ingin Jadi In House Counsel? Ini Tips Bagi Lulusan Fakultas Hukum

Dia mencatat Jokowi menugaskan Menkopolhukam untuk menangani persoalan penyelesaian pelanggaran HAM berat. Dua periode pemerintahan Jokowi tercatat sampai saat ini sudah 3 kali pergantian Menkopolhukam. Pertama, Menkopolhukam di masa Luhut Binsar Pandjaitan pernah menggelar Simposium 1965 pada tahun 2016.

Berganti Wiranto, Asvi mengingat pada masa ini hampir tidak ada kegiatan yang dilakukan Menkopolhukam terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat. “Hanya ada wacana Dewan Kerukunan Nasional,” kata Asvi dalam diskusi bertajuk “Memahami dan Mengurai Impunitas Strategi untuk Melawan Impunitas”, Jumat (22/4/2022) lalu.

Pada masa Menkopolhukam dijabat Mahfud MD sebagaimana saat ini, Asvi melihat ada wacana membentuk Unit Kerja Presiden untuk Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat (UKP-PPHB). Arahnya menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat melalui mekanisme non yudisial.

Dalam beberapa kali seminar disebut UKP-PPHB ini akan mengumpulkan data pelanggaran HAM berat masa lalu kemudian diberikan kepada Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Padahal UU KKR sudah dibatalkan MK dan sampai saat ini RUU KKR juga tidak masuk dalam prolegnas.

Selain menggunakan KKR, Asvi melihat potensi penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat melalui Komisi Kebenaran dan Persahabatan, seperti yang telah dibentuk Indonesia-Timor Leste. Mekanismenya pelanggaran HAM berat diungkapkan dan peristiwa itu diakui kemudian disebut siapa lembaga yang bertanggung jawab dalam melakukan pelanggaran HAM tersebut. Tapi dalam komisi itu tidak ada individu yang diadili.

Menurutnya, tidak semua kasus pelanggaran HAM berat bisa menggunakan mekanisme Komisi Kebenaran dan Persahabatan itu. Harus dipilah kasus mana saja yang memungkinkan untuk menggunakan mekanisme tersebut. Misalnya, kasus penembakan misterius 1980, setelah diungkap kasusnya dan dibeberkan siapa yang bertanggung jawab, maka korban dan keluarganya diberikan kompensasi. “Ini pemikiran saya kalau pengadilan HAM sulit untuk dilakukan,” katanya.

Berita Terkait

Catatan Redaksi: Potret Buram Penegakan Hukum Indonesia Berdasarkan Kasus Viral
Inilah Salah Satu Sifat yang Dibenci Allah SWT
Akhlak Takut karna Allah Swt
MUI Dorong Para Dai Sampaikan Dakwah Secara Bijak
Pers Harus Beradaptasi di Tengah Disrupsi Teknologi
Longsor, Bima Arya Stop Pengerjaan TPT
Pemprov Jatim Raih Penghargaan dari Universitas Brawijaya
Warga Apresiasi Rekonstruksi Jalan Muntilan-Keningar di Kabupaten Magelang
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 4 April 2025 - 20:56 WIB

Catatan Redaksi: Potret Buram Penegakan Hukum Indonesia Berdasarkan Kasus Viral

Senin, 24 Maret 2025 - 18:36 WIB

Inilah Salah Satu Sifat yang Dibenci Allah SWT

Jumat, 18 Oktober 2024 - 14:33 WIB

Akhlak Takut karna Allah Swt

Kamis, 29 Februari 2024 - 05:15 WIB

MUI Dorong Para Dai Sampaikan Dakwah Secara Bijak

Kamis, 22 Februari 2024 - 05:15 WIB

Pers Harus Beradaptasi di Tengah Disrupsi Teknologi

Berita Terbaru

Berita

Waduk Aseni Terbengkalai, Gubernur DKI Masih Bungkam

Senin, 12 Mei 2025 - 07:00 WIB