PIJAR | JAKARTA – Walaupun masih berpijak di kaki kebenaran, H. Sarmilih, pria Betawi asli yang videonya sempat viral karena senpi legalnya tersingkap dari bajunya, ternyata juga memiliki jiwa ksatria dan gentlement. Pahlawan anak yatim ini tidak malu dan gengsi untuk meminta maaf atas peristiwa itu kepada warga Jakarta Barat dan warga DKI Jakarta.
Permintaan maaf oleh pria yang dikenal dermawan itu disampaikan saat jumpa press di kantor PCNU, Cengkareng, Jakarta Barat, Sabtu (24/7). Turut hadir Ketua PCNU Jakbar, H Agus Salim, dan Ketua Lembaga Penyuluhan Hukum NU Jakarta Barat H Sabeni Manong.
“Ucapan saya kemarin merupakan bentuk ketidaksengajaan atau reflek juga kekhilafan. Saya pribadi dan keluarga meminta maaf atas ucapan saya yang viral dalam video tersebut. Tidak ada niatan apapun. Saya hanya mempertahankan kebenaran, bukan membuat keresahan,” ujar H.Sarmilih dalam keterangannya kepada awak media
Ia menjelaskan awal insiden tersebut, dirinya sedang membereskan conblok pembangunan rumah anak yatim piatu.
“Saya di videoin dari belakang, bahkan saya sudah menghindar. Saya bilang sama ibu berinisial SLU itu, jangan videokan kami karena saya punya hak asasi manusia. Jika mau videokan izin dulu dengan kami. Tapi ibu itu terus memvideokan sembari bertanya-tanya terkait pembangunan rumah anak yatim. Karena ibu itu telah mengusik pembangunan rumah anak yatim, dan hal itu adalah ibadah bagi saya, akhirnya saya pun terprovokasi,” ujar H.Sarmilih.
Dia juga menegaskan bahwa pada saat peristiwa itu, dirinya tidak ada menggenggam atau menyentuh senpi yang tersimpan rapi di sarung dalamnya.
“Baju saya saat kejadian itu kan ketat dan slim, jadi saat tangan saya bergerak, otomatis baju bagi bagian bawa terangkat, dan tanpa sengaja terlihat senpi yang tersimpan di pinggang sebelah kanan saya,” bebernya.
H.Sarmilih juga membantah bahwa dirinya bukan penasehat PWI Jakarta Barat. “Saya adalah penasehat salah satu media terbitan Banten, bukan penasehat PWI Jakarta Barat. Di video itu tidak ada saya sebutkan diri saya adalah Penasehat PWI Jakarta Barat. Kalau ada yang menuliskan itu, itu salah besar dan berita itu hoax,” tegasnya.
Sementara terkait senjata api yang dimilikinya, ia mengaku bahwa senjata tersebut diperoleh karena kebutuhan pribadi sesuai dengan penugasan dari perusahaan saat keluar kota dan daerah terpencil.
“Karena sering tugas keluar daerah takut membahayakan diri, makanya untuk melindungi diri sendiri, saya mengajukan surat kepemilikan senjata. Izinnya kurang lebih sudah hampir setahun dan itu peluru karet,” ungkap dia.
Sebelumnya, H.Sarmilih dilaporkan oleh oknum salah satu penghuni City Garden ke Polres Jakbar atas dugaan pengancaman. Namun laporan tersebut ditolak karena dinilai tindakan H.Sarmili bukan sebuah pidana.
Kasus bermula pada Kamis (22/7), ketika seorang ibu-ibu yang merupakan penghuni apartemen di Cengkareng, memprotes terkait pembayaran portal parkir apartemen.
“Awal mula masalah kan duduk perkaranya adanya komplain warga penghuni City Garden yang tidak terima untuk adanya pelaksanaan pembayaran portal parkir untuk memasuki kawasan apartemen dan ruko,” kata Kanit Reskrim Polsek Cengkareng Iptu Bintang yang dilangsir detikcom, Sabtu (24/7).
Pelaksanaan perparkiran itu sendiri, menurut Bintang, sudah mengantongi izin. Singkatnya kemudian, ibu itu terlibat adu mulut dengan H.Sarmilih ketika menanyakan soal pembangunan perparkiran tersebut.
Untuk diketahui, H.Sarmilih adalah pihak vendor pelaksana perparkiran di apartemen tersebut.
Seusai kejadian itu, ibu-ibu ini mencoba membuat laporan di Polres Jakarta Barat. Namun laporannya ditolak. Menurut polisi, H.Sarmilih hanya membawa senjata api namun tidak mengacungkan atau menodongkan kepada korban.
“Jadi S ini tidak ada menodongkan senjata, memang dia taruh senjata di pinggang, di holster-nya, yang kebetulan pada saat kejadian saat dia lagi klarifikasi adanya perdebatan itu dan ibu-ibu itu juga menanyakan masalah parkir dia agak emosional,” jelasnya.