Divonis 12 Tahun Penjara, Eks Mensos Juliari dalam Perkara Bansos

Avatar photo

- Jurnalis

Selasa, 31 Agustus 2021 - 10:45 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Doc: liputan6.com

Doc: liputan6.com

Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara divonis 12 tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus bansos Covid-19. Putusan tersebut dibacakan dalam persidangan oleh Hakim Pengadilan Tipikor Sidang yang dipimpin oleh M Damis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (23/8).

Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 500 juta,” ujar Damis dalam putusan tersebut. Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada Juliari berupa pencabuhan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah menjalani pidana pokok. 

Sehingga, vonis terhadap Juliari ini lebih berat satu tahun dibandingkan tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Dalam tuntutan sebelumnya, JPU KPK menuntut 11 tahun penjara terhadap Juliari karena terbukti bersalah menerima suap dalam penyediaan bansos COVID-19 di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek). Vonis 11 tahun tersebut dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp 500 juta, subsidair 6 (enam) bulan kurungan.

Dalam pembacaan putusan, hakim menilai Juliari melakukan “lempar batu sembunyi tangan” karena menyangkal perbuatan menerima suap senilai Rp32,482 miliar dalam pengadaan bansos sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.

“Perlu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan dalam perbuatan terdakwa. Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak kesatria, ibaratnya lempar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab, bahkan menyangkal perbuatannya,” kata anggota majelis hakim Yusuf Pranowo.

Selain itu, Perbuatan terdakwa dilakukan dalam keadaan darurat bencana non-alam, yaitu wabah COVID-19. Pertimbangan memberatkan selanjutnya adalah karena tindak pidana korupsi di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunjukkan grafik peningkatan baik kuantitas maupun kualitasnya.

Baca Juga :  Gubernur Khofifah Terima Rekomendasi dari Dua Partai Sebagai Bacagub Jatim

Hakim juga menyebutkan sejumlah keadaan yang meringankan untuk Juliari, yaitu Juliari Batubara belum pernah dijatuhi pidana. “Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” ujar hakim Yusuf.

Selain itu, hakim menilai Juliari bersikap kooperatif. “Selama persidangan kurang lebih 4 bulan, terdakwa hadir dengan tertib, tidak pernah bertingkah dengan macam-macam alasan yang akan mengakibatkan persidangan tidak lancar. Padahal selain sidang untuk dirinya sendiri selaku terdakwa, terdakwa juga harus hadir sebagai saksi dalam perkara Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso,” kata hakim Yusuf.

Dalam perkara ini Juliari selaku Menteri Sosial RI periode 2019-2024 dinyatakan terbukti menerima uang sebesar Rp1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja serta uang sebesar Rp29,252 miliar dari beberapa penyedia barang lain.

Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako.

Uang suap itu diterima dari Matheus Joko Santoso yang saat itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan bansos sembako COVID-19 periode Oktober-Desember 2020.

Hakim menilai Juliari terbukti memerintahkan Matheus Joko dan Adi Wahyono untuk meminta “commitment fee” sebesar Rp10 ribu per paket kepada perusahaan penyedia sembako.

“Perbuatan terdakwa telah merekomendasikan dan mengarahkan perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19 adalah bentuk intervensi sehingga tim teknis tidak bisa bekerja normal dan tidak melakukan seleksi di awal proses meski perusahaan tidak memenuhi kualifikasi sebagai penyedia,” ungkap anggota majelis Joko Subagyo.

Baca Juga :  Pengunjung Lapas Sukabumi Nekat Selundupkan 7 Paket Sabu Dalam Sale Pisang

Uang “fee” sebesar Rp14,7 miliar sudah diterima oleh Juliari dari Matheus Joko dan Adi Wahyono melalui perantaraan orang-orang dekat Juliari yaitu tim teknis Mensos Kukuh Ary Wibowo, ajudan Juliari bernama Eko Budi Santoso dan sekretaris pribadi Juliari Selvy Nurbaity.

Matheus Joko dan Adi Wahyono kemudian juga menggunakan “fee” tersebut untuk kegiatan operasional Juliari selaku mensos dan kegiatan operasional lain di Kemensos seperti pembelian ponsel, biaya tes “swab”, pembayaran makan dan minum, pembelian sepeda Brompton, pembayaran honor artis Cita Citata, pembayaran hewan kurban hingga penyewaan pesawat pribadi.

Menanggapi putusan hakim tersebut, pihak Jaksa KPK menyatakan akan mengkaji hingga jangka waktu yang ditentukan. Hal serupa juga disampaikan pihak Juliari melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail.

“Meski seluruh amar putusan tadi tidak seluruhnya kami dengar, tapi intinya terdakwa dipidana 12 tahun, denda Rp 500 juta dan uang pengganti Rp 14,597 miliar. Untuk menuntukaan sikap kami akan coba mengambil sikap untuk pikiri2 mempelajari bunyi putusan dan alasan-alasan dalam putusan,” ungkap Maqdir.

Sementara, Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan pihaknya menghormati putusan Majelis yang menyatakan bahwa dakwaan Tim JPU KPK terbukti. KPK juga mengapresiasi adanya putusan pidana tambahan berupa penjatuhan pidana uang pengganti serta pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik sebagaimana kami tuangkan dalam amar tuntutan. 

“KPK berharap putusan ini memberikan efek jera sekaligus menjadi upaya asset recovery hasil tindak pidana korupsi secara optimal,” kata Ali. 

Berikutnya, lanjut Ali, KPK akan mempelajari seluruh isi pertimbangan Majelis Hakim untuk menentukan langkah selanjutnya, tentu setelah menerima salinan putusan lengkapnya. “KPK bertekad untuk terus bekerja keras, melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Berita Terkait

Uji Materi Perpu PUPN Tak Sekadar Gugatan, tapi Soal Integritas Negara
Laporan Dugaan Keterangan Palsu Mandek di Ditreskrimum, LSM KAKI Ganda Sirait Desak Kapolda Metro Jaya Bertindak Tegas
Bank Centris Internasional dan Andri Tedjadharma adalah Korban Fitnah Sejak 1998
Waduk Aseni Terbengkalai, Gubernur DKI Masih Bungkam
KBRI Thailand Respons Cepat, Tujuh Pekerja Migran Asal Kalideres Akan Pulang ke Indonesia pada 8 Mei 2025
Mahkamah Agung Rotasi 199 Hakim dan Ketua Pengadilan Negeri, Termasuk di Jakarta
Upaya Hukum Berlanjut: Pekerja Migran Indonesia Asal Kalideres Tertahan di Imigrasi Thailand
Maraknya Pelanggaran Tata Ruang Jakarta: Ancaman Korupsi dan Banjir Mengintai
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 8 Juni 2025 - 12:14 WIB

Uji Materi Perpu PUPN Tak Sekadar Gugatan, tapi Soal Integritas Negara

Rabu, 4 Juni 2025 - 15:46 WIB

Laporan Dugaan Keterangan Palsu Mandek di Ditreskrimum, LSM KAKI Ganda Sirait Desak Kapolda Metro Jaya Bertindak Tegas

Kamis, 29 Mei 2025 - 12:27 WIB

Bank Centris Internasional dan Andri Tedjadharma adalah Korban Fitnah Sejak 1998

Jumat, 2 Mei 2025 - 07:30 WIB

KBRI Thailand Respons Cepat, Tujuh Pekerja Migran Asal Kalideres Akan Pulang ke Indonesia pada 8 Mei 2025

Rabu, 23 April 2025 - 16:35 WIB

Mahkamah Agung Rotasi 199 Hakim dan Ketua Pengadilan Negeri, Termasuk di Jakarta

Berita Terbaru