Pijarjakarta.Info – Aksi debt collector yang merampas kendaraan bermotor akibat kredit macet kerap terjadi. Tak jarang, penarikan dilakukan secara paksa, disertai kekerasan fisik hingga ancaman. Namun, apakah tindakan ini legal? Ternyata, debt collector yang memaksa mengambil motor bisa terjerat pidana. Berikut penjelasannya.
Tindakan Paksa Termasuk Kejahatan
Menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, merampas motor secara paksa dengan alasan tunggakan kredit adalah tindak pidana. “Mengambil barang orang lain dengan kekerasan, termasuk motor, merupakan perampasan dengan kekerasan,” ujarnya kepada PijarJakarta.info, Kamis (10/4/2025).
Fickar menegaskan, meskipun debt collector memiliki surat kuasa, tindakan ini tetap melanggar hukum. Kendaraan kredit bukan barang hasil kejahatan sehingga tidak bisa diambil sembarangan. Pelaku dapat dijerat pasal berlapis, seperti:
- Pasal 368 KUHP (Perampasan), ancaman hukuman hingga 7 tahun penjara.
- Pasal 365 KUHP (Pencurian dengan Kekerasan), hukuman maksimal 12 tahun jika menyebabkan luka berat atau dilakukan malam hari oleh lebih dari satu orang.
- Pasal 378 KUHP (Penipuan).
Jika tindakan tersebut menyebabkan kematian, pelaku bisa dihukum penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati.
Hanya Pengadilan yang Berhak Tarik Kendaraan
Fickar menegaskan, debt collector tidak memiliki wewenang untuk menarik kendaraan secara paksa. “Hanya pengadilan yang berhak memutuskan penarikan. Barang diambil setelah ada putusan, lalu dilelang untuk melunasi tunggakan,” jelasnya.
Di Indonesia, hanya penegak hukum seperti polisi, jaksa, atau hakim yang boleh melakukan tindakan paksa seperti penyitaan. Jika dilakukan pihak lain, termasuk debt collector, itu dianggap perampasan ilegal dan bisa dipidana.
Aturan Penarikan Kendaraan Kredit
Prosedur penarikan kendaraan akibat kredit macet diatur dalam UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. UU ini menyebutkan bahwa kreditur (pemberi kredit) memiliki hak menjual objek jaminan fidusia, seperti motor, jika debitur wanprestasi. Namun, penarikan tidak boleh dilakukan sepihak.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 memperjelas bahwa perusahaan pembiayaan harus mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan negeri untuk menarik jaminan fidusia. Artinya, penarikan sepihak oleh debt collector tanpa putusan pengadilan adalah tindakan melawan hukum.
Hati-Hati Debt Collector Palsu
Selain masalah hukum, masyarakat juga perlu waspada terhadap oknum debt collector palsu. Mereka memanfaatkan situasi untuk merampas kendaraan tanpa dasar hukum yang jelas. Pastikan debt collector membawa dokumen resmi, seperti sertifikat jaminan fidusia dan surat tugas dari perusahaan pembiayaan.