Upaya Memahami 4 Jenis PHK dalam Hubungan Industrial

Avatar photo

- Jurnalis

Selasa, 31 Agustus 2021 - 10:22 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Doc: detik.com

Doc: detik.com

Baik UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan perubahannya melalui UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta, serta peraturan turunannya mengamanatkan semua pihak mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam setiap hubungan industrial di perusahaan. Setelah semua upaya sudah dilakukan, PHK tidak dapat dihindari, maka ada sejumlah ketentuan yang diperhatikan.

Praktisi Hukum Ketenagakerjaan yang juga mantan Hakim Ad Hoc PHI Pengadilan Negeri Jakarta Pusat periode 2006-2016, Juanda Pangaribuan, mengatakan ada 4 jenis PHK sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja. Pertama, PHK yang sifatnya demi hukum, misalnya pekerja/buruh meningal dunia, pensiun, atau permohonan perusahaan untuk mem-PHK pekerja ditolak pengadilan hubungan industrial (PHI) karena tidak terbukti.

Kedua, PHK karena melanggar perjanjian kerja (PK)/perjanjian kerja bersama (PKB)/peraturan perusahaan (PP)/Undang-Undang (UU). Misalnya pekerja/buruh melakukan pelanggaran setelah diterbitkan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga.

Juanda mengingatkan perubahan UU Ketenagakerjaan melalui UU Cipta Kerja mengatur surat peringatan harus diterbitkan secara berurutan dari pertama sampai ketiga, tidak boleh langsung menerbitkan surat peringatan ketiga. Atau bisa juga PHK karena melanggar surat peringatan pertama dan terakhir (SPPT) karena pekerja melakukan pelanggaran berat atau mendesak tanpa pesangon.   

“Melalui SPPT bisa dilakukan PHK untuk pelanggaran bersifat berat atau mendesak. Dalam Pasal 52 ayat (2) PP No.35 Tahun 2021 ini disebut pelanggaran yang bersifat mendesak,” kata Juanda dalam diskusi yang diselenggarakan Hukumonline secara daring bertema “Tata Cara Melakukan PHK dan Penyelesaian Hubungan Industrial”, dikutip dari hukumonline.com pada Senin (30/8/2021).

Baca Juga :  Ini Tampang Pembunuh Wanita Muda Asal Cengkareng

Pasal 52 ayat (2) PP No,35 Tahun 2021 menyebutkan “Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama maka Pekerja/Buruh berhak atas:

a. uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4); dan

b. uang pisah yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.”

Ketiga, PHK sepihak. Juanda menyebut yang masih kategori PHK sepihak antara lain pekerja/buruh yang dikualifikasikan mengundurkan diri, misalnya tidak masuk 5 hari berturut-turut tanpa alasan. Atau PHK yang dilakukan perusahaan dengan melanggar mekanisme dan alasan PHK sebagaimana diatur dalam PK/PKB/PP/UU. “PHK sepihak ini bisa juga karena kemauan perusahaan, bukan karena aturan,” ujarnya.

Menurut Juanda, UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya memberikan peluang besar bagi pengusaha untuk melakukan PHK sepihak. Dalam melakukan PHK, UU Cipta Kerja memandatkan kepada pengusaha hanya perlu memberitahukan alasan PHK itu kepada pekerja/buruh. Berbeda dari ketentuan UU Ketenagakerjaan sebelum diubah UU Cipta Kerja yang mengharuskan ada penetapan lembaga penyelesaian hubungan industrial sebelum melakukan PHK.

“Sebelumnya kalau tidak ada penetapan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) itu PHK-nya batal demi hukum,” lanjutnya.

Keempat, PHK karena kondisi tertentu, misalnya pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan, atau perusahaan pailit, melakukan efisiensi atau mengalami kerugian. Juanda mengatakan setiap jenis PHK itu memunculkan konsekuensi hukum yang berbeda dalam hal pembayaran kompensasi atau pesangon, bahkan ada yang tidak mendapat pesangon.

Baca Juga :  RUU Hukum Acara Perdata Perlu Mengadopsi Sistem Peradilan Elektronik

Misalnya, untuk PHK karena pelanggaran berat atau mendesak, maka tidak berhak atas pesangon dan penghargaan masa kerja, tapi hanya mendapat uang penggantian hak dan uang pisah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 52 ayat (2) PP No.35 Tahun 2021 itu.   

Potensi risiko bagi pengusaha

Juanda mengingatkan ada 4 potensi risiko bagi pengusaha yang melakukan PHK. Pertama, alasan PHK dinyatakan tidak terbukti di pengadilan, maka hakim yang menangani perkara bisa memutus pekerja dipekerjakan kembali atau pengusaha dihukum membayar pesangon. Karena itu, alasan PHK harus tervalidasi sesuai dengan fakta yang terjadi.

Kedua, PHK batal demi hukum, sehingga konsekuensinya pekerja/buruh harus dipekerjakan kembali. Ketiga, pengusaha dilaporkan pidana oleh pekerja/buruh dengan tuduhan pencemaran nama baik. Misalnya, ada kesalahan yang dilakukan pengusaha dalam menyebut alasan PHK. Keempat, pengusaha terancam pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun jika tidak membayar pesangon yang diputus pengadilan.

Juanda menjelaskan tak melulu yang berhak mengakhiri hubungan kerja itu hanya pengusaha. Dia mengatakan ada 3 pihak yang bisa mengakhiri hubungan kerja. Pertama, pengusaha yakni dengan melakukan PHK sebelum pekerja/buruh pensiun, seperti melanggar PP/PKB. Kedua, pekerja mengundurkan diri atau mengajukan gugatan permohonan PHK. Ketiga, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) melalui gugatan yang diajukan pihak pengusaha/pekerja hingga putusan putusan berkekuatan hukum tetap.

Berita Terkait

KBRI Thailand Respons Cepat, Tujuh Pekerja Migran Asal Kalideres Akan Pulang ke Indonesia pada 8 Mei 2025
Mahkamah Agung Rotasi 199 Hakim dan Ketua Pengadilan Negeri, Termasuk di Jakarta
Upaya Hukum Berlanjut: Pekerja Migran Indonesia Asal Kalideres Tertahan di Imigrasi Thailand
Lagi dan Lagi! ‘Wakil Tuhan’ Hakim Terjaring Hukum, Keadilan Kian Merana
Upaya Hukum untuk Tujuh Pekerja Migran Indonesia Asal Kalideres di Thailand
Waspada! Debt Collector Rampas Motor Kredit Macet, Hukuman Penjara Menanti
7 Pekerja Migran Kalideres Hilang Kabar di Thailand, YLBH Pijar Turun Tangan!
H-4 Lebaran 2025, Sebanyak 80.044 Penumpang Sudah Diberangkatkan dari Daop 6 Yogyakarta
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 2 Mei 2025 - 07:30 WIB

KBRI Thailand Respons Cepat, Tujuh Pekerja Migran Asal Kalideres Akan Pulang ke Indonesia pada 8 Mei 2025

Rabu, 23 April 2025 - 16:35 WIB

Mahkamah Agung Rotasi 199 Hakim dan Ketua Pengadilan Negeri, Termasuk di Jakarta

Senin, 21 April 2025 - 21:24 WIB

Upaya Hukum Berlanjut: Pekerja Migran Indonesia Asal Kalideres Tertahan di Imigrasi Thailand

Minggu, 13 April 2025 - 11:33 WIB

Lagi dan Lagi! ‘Wakil Tuhan’ Hakim Terjaring Hukum, Keadilan Kian Merana

Sabtu, 12 April 2025 - 06:47 WIB

Upaya Hukum untuk Tujuh Pekerja Migran Indonesia Asal Kalideres di Thailand

Berita Terbaru

Berita

Waduk Aseni Terbengkalai, Gubernur DKI Masih Bungkam

Senin, 12 Mei 2025 - 07:00 WIB