Mengulas Intisari Teori Hukum Pembangunan Prof Mochtar Kusumaatmadja

Avatar photo

- Jurnalis

Rabu, 8 Juni 2022 - 10:46 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Doc: hukumonline.com

Doc: hukumonline.com

PIJAR-JAKARTA – Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945. Sebagai Negara hukum, segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia dilandasi peraturan perundang-undangan. Berkenaan dengan itu, Prof Mochtar Kusumaatmadja memiliki pandangan akan dominannya peran peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mana hal tersebut merupakan salah satu kondisi obyektif dalam teori Hukum Pembangunan yang diusungnya.

“Prof Mochtar men-declare dalam konsep-konsep teoritiknya bahwa peran peraturan perundang-undangan di Indonesia ini sangat dominan. Ini berbeda dengan negara-negara lain yang pendekatannya lebih ke hukum yurisprudensi, seperti di Amerika,” ujar Guru Besar Bidang Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (FH Unpad) sekaligus Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI Prof Ahmad M. Ramli pada Webinar Prof Mochtar Kusumaatmadja dan Kontribusinya Bagi Hukum Indonesia dengan topik “Hukum dan Pembangunan”, Selasa (7/6/2022).

Sebagai seorang yang terlibat dalam penanganan bidang telekomunikasi dan digital, selama ini ia melihat betul alasan di balik kesuksesan Amerika Serikat melahirkan berbagai platform digital seperti Google, Facebook, WhatsApp, dan lain-lain, tidak terlepas dari sistem hukum Negara Paman Sam itu. Pasalnya, di negara-negara tersebut memiliki prinsip sepanjang tidak dilarang negara maka sah untuk dilakukan. Hal tersebut berimplikasi pada cepatnya pembuatan platform digital dan sebagainya. Berbeda dengan Indonesia dimana masyarakat baru dapat melakukan suatu hal jika telah secara tegas diperbolehkan oleh hukum.

Prof Ahmad melanjutkan sebetulnya Prof Mochtar juga mengatakan bahwa meski Indonesia merupakan negara hukum yang berpegang teguh pada hukum tertulis, tetapi Indonesia bukan menganut prinsip legisme. Terlepas dari peraturan perundang-undangan, hakim juga bisa mengeksplor nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat. Dengan kata lain, sisi sosiologis tetap diperhatikan.

Baca Juga :  Keterbukaan Informasi Publik di Pengadilan Terus Berbenah

Kondisi obyektif lain pada teori hukum pembangunan Prof Mochtar dalam analisis yang dilakukan Guru Besar FH Unpad itu adanya kesesuaian dengan praktik internasional, adanya asumsi hukum menghambat perubahan masyarakat, serta masyarakat yang cepat berubah juga menjadi basis dari teorinya.

“Itu yang ada di benak Prof Mochtar waktu itu. Saya waktu S1 masih ikut kuliah-kuliah beliau, di sela-sela beliau menjadi Menlu masih menyempatkan hadir dua-tiga kali,” kenangnya.

Terkait dengan tujuan hukum biasanya di bangku perkuliahan Fakultas Hukum sering dikatakan bahwa hukum bertujuan untuk terciptanya kepastian dan keadilan. Dalam hal ini, Prof Mochtar mereduksi kesemuanya menjadi ketertiban. Dengan kata lain, ketertiban sebagai tujuan hukum telah mengandung nilai kepastian dan keadilan itu sendiri.

“Kemudian beliau tambahkan satu fungsi baru yaitu sebagai sarana pembaharu masyarakat. Dalam kuliah-kuliahnya, beliau selalu mengatakan, ‘yang saya maksud bukan alat, bukan tool of social engineering, tetapi sarana. Sebagai sesuatu yang bisa merekayasa publik, sehingga publik dapat bergerak ke arah yang lebih baik’.”

Ahmad menerangkan basis teori dari teori hukum pembangunan Prof Mochtar setidaknya dilandasi oleh 3 hal. Antara lain masyarakat pluralistik Indonesia, berbasis ideologi Pancasila, dan hukum sebagai pemberi arah pembaharuan masyarakat. Mochtar menekankan betul perlunya masyarakat yang diperbaharui itu.

Berkaitan dengan definisi dan unsur hukum, teori ini juga menyatakan dari definisi dan unsur hukum bahwa dari tulisan-tulisan Prof Mochtar yang telah dibaca dan dipelajari sekaligus berbagai perkuliahan yang diberikan selalu disampaikan hukum unsurnya ada asas, kaidah atau norma, lembaga, kemudian ada proses untuk melaksanakan kaidah-kaidah tersebut.

Dari adaptasi analitik yang telah dilakukan olehnya, dijumpai fakta bahwa negara-negara berbasis case law ternyata adaptif terhadap transformasi. Sebagai contoh ketika terdapat pihak-pihak yang hendak membuat sesuatu pada bidang teknologi digital, maka dapat langsung direalisasikan, kecuali jika memang pengadilan telah mengatakan hal tersebut tidak boleh dilakukan, barulah diberhentikan.

Baca Juga :  Asprov PSSI DKI Siap KLB, Wakil Ketua DPRD M Taufik Incar Kursi Ketua

Berbeda dengan negara bersistem hukum tertulis rigid yang relatif hukumnya selalu tertinggal dari pergerakan dan transformasi yang cepat (seperti di Indonesia, red). Oleh karena itu, Prof Mochtar menginginkan agar ada pembaharuan-pembaharuan terjadi.

“Apakah teori-teori yang beliau kembangkan masih relevan sampai saat ini? Saya harus jawab, sangat relevan. Pertama bahwa teori hukum pembangunan itu intinya hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat dan di kita itu titik tolaknya memang pada hukum tertulis. Beliau juga tidak menyarankan kita untuk menjadi case law dan menjadi seperti common law, tidak. Tapi bagaimana hukum tertulis ini bisa terus mengakselerasi pembangunan,” ungkapnya.

Dia menilai masih relevannya teori hukum pembangunan Prof Mochtar disebabkan oleh kondisi dunia yang sekarang berada pada masa transformasi masif yang tidak lagi sekedar industri 4.0, melainkan sudah berada pada industri 5.0. Hal itu sejalan dengan deklarasi yang marak dilakukan Uni Eropa dan sejumlah negara besar, seperti Amerika Serikat dan Jepang per akhir 2020 yang menyatakan bahwa dunia sudah berada di revolusi industry ke-5.

“Kalau di 4 kita berpikir seolah-olah semua pekerjaan bisa digantikan oleh robot dan mesin, justru pada industry 5.0 itu kita akan meneruskan semua teknologi yang ada, malah mengembangkannya. Tapi di sisi lain pendekatannya adalah human centred. Kita membutuhkan hukum progresif yang dinamis, pembaharuan masyarakat sebagai pendorong transformasi dan lain-lain. Oleh karena itu, kami di Pusat Studi Cyber Law Unpad membuat teori turunannya dari teori beliau yaitu hukum sebagai infrastruktur transformasi.”

Berita Terkait

Catatan Redaksi: Potret Buram Penegakan Hukum Indonesia Berdasarkan Kasus Viral
Inilah Salah Satu Sifat yang Dibenci Allah SWT
Akhlak Takut karna Allah Swt
MUI Dorong Para Dai Sampaikan Dakwah Secara Bijak
Pers Harus Beradaptasi di Tengah Disrupsi Teknologi
Longsor, Bima Arya Stop Pengerjaan TPT
Pemprov Jatim Raih Penghargaan dari Universitas Brawijaya
Warga Apresiasi Rekonstruksi Jalan Muntilan-Keningar di Kabupaten Magelang
Berita ini 1 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 4 April 2025 - 20:56 WIB

Catatan Redaksi: Potret Buram Penegakan Hukum Indonesia Berdasarkan Kasus Viral

Senin, 24 Maret 2025 - 18:36 WIB

Inilah Salah Satu Sifat yang Dibenci Allah SWT

Jumat, 18 Oktober 2024 - 14:33 WIB

Akhlak Takut karna Allah Swt

Kamis, 29 Februari 2024 - 05:15 WIB

MUI Dorong Para Dai Sampaikan Dakwah Secara Bijak

Kamis, 22 Februari 2024 - 05:15 WIB

Pers Harus Beradaptasi di Tengah Disrupsi Teknologi

Berita Terbaru

Politik

Haidar Alwi: Politik Butuh Nilai, Bukan Sekadar Strategi

Sabtu, 19 Jul 2025 - 11:49 WIB

Hukam

Bukti BPK: BI Lakukan Penggelapan Dana BLBI

Minggu, 22 Jun 2025 - 14:44 WIB