Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang wanita dan pria sebagai suami istri sesuai dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini menyebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sebelum memutuskan untuk menikah, beberapa hal harus dipersiapkan agar syarat sah sebuah perkawinan bisa terwujud. Menurut Pasal 2 UU Perkawinan, perkawinan harus dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu hal yang penting untuk perlu dipersiapkan, namun masih luput dari persiapaan adalah perjanjian pranikah. Perjanjian pra nikah dilakukan untuk memberikan perlindungan hak dan kewajiban, baik untuk suami maupun istri.
Perjanjian pra nikah merupakan kesepakatan yang memiliki isi yang bervariasi, namun kebanyakan perjanjian pra nikah berisi mengenai masalah pembagian harta kekayaan dari kedua calon mempelai.
Meski isi perjanjian pra nikah diserahkan sepenuhnya kepada pihak calon mempelai, namun perjanjian pra nikah tidak boleh bertentangan dengan hukum, undang-undang, agama serta kesusilaan.
Guru Besar Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Tahir Azhary menyatakan ada beberapa hal yang perlu dimasukkan kedalam perjanjian pra nikah.
“Antara lain, kalau suami memukul dan istri keberatan, maka istri berhak mengadu ke pengadilan untuk minta cerai, kalau suami meninggalkan istri selama waktu tertentu beberapa bulan berturut-turut tanpa kabar, maka istri berhak mengadu ke pengadilan agama untuk di proses cerai,” ungkapnya kepada Hukumonline beberapa waktu lalu.
Segala isi perjanjian pra nikah, di daftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dan ditandatangani sebelum proses ijab kabul. Dalam perkembangannya, perjanjian pra nikah kini tidak hanya dilakukan sebelum perkawinan, namun boleh dibuat selama masih terikat perkawinan yang sah sesuai dalam Putusan MK No.69/PUU-XIII/2015 terkait tafsir Pasal 29 ayat (1), (3), (4) UU Perkawinan.
Sebelum melakukan pernikahan perlu menyiapkan serta mempelajari isi dari perjanjian sebelum pernikahan, dengan begitu calon suami istri bisa mengetahui bagaimana cara membuat perjanjian pra nikah, diantaranya mengetahui hal berikut ini :
Harta bawaan. Pembagian harta dapat dibedakan dengan jelas milik suami atau istri. Penentuan harta ini memiliki sifat memberikan perlindungan harta agar berada di tangan orang yang tepat.
Hak dan kewajiban. Kesepakatan pra nikah perlu mengatur hak dan kewajiban masing-masing pasangan.
Hak asuh. Bila terjadi perceraian kedua belah pihak berhak menentukan hak asuh anak jatuh ke tangan istri atau suami. Jika perceraian terjadi karena perselingkuhan, pihak yang tidak berselingkuh berhak mendapat hak asuh anak dan untuk itu hak asuh penting dicantumkan, karena anak dibawah umur akan diikutkan ke istri, sedangkan perselingkuhan bisa dilakukan oleh pihak istri maupun suami.
Pemisah utang. Perjanjian pra nikah bisa juga berisi pemisahan hutang masing-masing pasangan sebelum menikah, selama menikah, setelah bercerai hingga sampai kematian.
Mengatur penghasilan masing-masing. Hal ini penting untuk memperjelas bagaimana pengaturan penghasilan masing-masing pasangan, terutama jika kedua pasangan sama-sama bekerja.
Perjanjian pranikah sudah diatur pada Pasal 29 ayat 1 UU No.1 Tahun 1974 dimana kedua belah pihak bisa mengajukan perjanjian tertulis sebelum melangsungkan perkawinan yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan yang isinya berlaku terhadap pihak ketiga tersangkut.
Kontrak pernikahan sah dilindungi oleh hukum dan jika dikemudian hari salah satu melanggar, maka bisa dibawa ke ranah serius seperti gugatan hukum.