Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta telah mengabulkan sebagian gugatan pekerja SKK Migas yang menempuh studi doktoral (S3) di Technische Universitat Darmstadt (Jerman), Ashleika Adelea. Majelis Hakim mengabulkan sebagian gugatan antara lain menyatakan “Klausul ikatan Dinas” dan Penalti” dalam Perjanjian Penugasan Khusus tertanggal 14 Maret 2017 tidak sah dan batal demi hukum. Majelis juga menyebut pinalti yang didasarkan pada upah, sama artinya mengambil hak hidup pihak lain.
Surat Perjanjian Penugasan Khusus tertanggal 14 Maret 2017 itu terkait Surat Keputusan tertanggal 13 Maret 2017 yang isinya memberi penugasan khusus yang diberikan kepada Ashleika Adelea. Ashleika mengatakan perintah itu berupa penugasan khusus dan bukan tugas belajar untuk jangka waktu 4 tahun sehubungan dengan program studi doktoral di Technische Universitat Darmstadt (Jerman). Dalam pelaksanaannya teknis pelaksanaan studi dibagi menjadi dua tahap dan disepakati dibagi menjadi tahap I (3 tahun) dan tahap II (1 tahun).
Dalam perjalanannya, Ashleika meminta perpanjangan waktu untuk menuntaskan program studi doktoral itu selama 6 bulan kepada manajemen SKK Migas. Tapi pihak manajemen belum dapat memfasilitasi permintaan itu dan menyarankan agar penyelesaian disertasi dilakukan di Indonesia dengan metode distance learning. Ashleika diperintahkan kembali pada posisinya sebagai Divisi Fasilitas Kantor dan Keuangan mengingat penugasan khusus itu selesai 14 Maret 2020.
Majelis PHI berkesimpulan penugasan khusus itu berdurasi selama 3 tahun dengan tugas pokok membuat standar fasilitas di lingkungan SKK Migas dan KKKS dengan membangun jejaring dan melakukan kunjungan pada perusahaan konstruksi terbaik di dunia yang berada di jerman serta merumuskan rekomendasi bagi pengembangan industri hulu migas Indonesia.
“Majelis tidak menemukan bukti bahwa tergugat (manajemen SKK Migas, red) memberikan persetujuan atau penugasan khusus tersebut untuk mengambil studi doktoral selama 4 tahun,” begitu sebagian kutipan pertimbangan Majelis Hakim PHI dalam putusan No.15/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.JKT.PST yang diputus 13 September 2021 lalu.
Dari bukti di persidangan, Majelis menyebut manajemen SKK Migas menyampaikan jika Ashleika tidak dapat menyelesaikan penugasan tersebut atau mengundurkan diri dari SKK Migas dalam jangka waktu ikatan dinas, maka ada kewajiban untuk mengembalikan seluruh biaya yang telah dikeluarkan SKK Migas yang besarnya Rp894 juta (pinalti). Majelis mencermati obyek pinalti itu adalah upah Ashleika dari tahun 2017 sampai 2020 atau selama menjalankan penugasan khusus 15 Maret 2017-14 Maret 2020.
Mengutip pendapat ahli yang diajukan Ashleika di persidangan, Prof Aloysius Uwiyono, Majelis menyatakan upah tersebut tidak dapat dijadikan obyek pinalti karena penggugat mengundurkan diri atau diberhentikan dengan alasan apapun. Ketika pinalti itu didasarkan pada upah, sama artinya mengambil hak hidup pihak lain.
“Oleh karena faktanya pengembalian seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh SKK Migas terbukti adalah upah penggugat sebagai tegen prestasi (tidak ada jasa timbal balik, red), sehingga klausul pada Pasal 6 ayat (1) b Perjanjian Penugasan Khusus terbukti bertentangan dengan ketentuan hukum dan rasa keadilan. Oleh karenanya klausul ‘Pengembalian seluruh biaya yang telah dikeluarkan SKK Migas sepanjang dimaknai upah penggugat’ adalah batal demi hukum,” demikian bunyi kutipan sebagian pertimbangan Majelis.
Begitu juga soal Perjanjian Penugasan Khusus untuk Ashleika, merujuk Peraturan Perusahaan, Majelis menilai hal itu bukan program beasiswa pendidikan dalam dan luar negeri. Penerapan klausul ikatan dinas terbukti tidak berdasarkan Peraturan Perusahaan yang berlaku. Majelis menyatakan “Klausul Ikatan Dinas” dan “Pinalti” dalam Perjanjian Penugasan Khusus tertanggal 14 Maret 2017 tidak sah dan batal demi hukum.
Majelis menolak tuntutan Ashleika antara lain terkait permohonan PHK berdasarkan ketentuan Pasal 154A huruf g angka 1, 4, dan 5 UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 86 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Mengutip pendapat Prof Aloysius Uwiyono sebagai ahli, Majelis berpendapat jika permohonan PHK berdasarkan ketentuan tersebut ditolak, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam keadaan status quo atau kedua pihak tetap melanjutkan hubungan kerja.
Tapi dalam gugatan rekonvensi, Majelis mengabulkan sebagian gugatan manajemen SKK Migas antara lain mengakhiri hubungan kerja berdasarkan Pasal 154A huruf h UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berdasarkan ketentuan Pasal 49 PP No.35 Tahun 2021, Ashleika berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4) dan uang pisah yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Sebagaimana tertuang dalam Norma dan Syarat Kerja BP Migas, manajemen SKK Migas akan memberikan uang pisah dengan ketentuan lebih baik dari ketentuan. Majelis memutuskan manajemen SKK Migas berkewajiban memberikan uang pisah sebesar Rp.99.935.081. Majelis yang membacakan putusan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada 20 September 2021 terdiri dari Kadarisman Al Riskandar sebagai Ketua Majelis dengan anggota Resy Desifa Nasution, dan Mursito.
Kemenangan seluruh pekerja
Kuasa Hukum Ashleika Adelea, Tiur Henny Monica, menyambut baik putusan ini. Menurutnya putusan majelis hakim tidak hanya akan berdampak baik bagi kliennya, tetapi juga merupakan kabar baik bagi seluruh pekerja, terutama mereka yang memang mengabdi untuk negara dan memperoleh kesempatan menempuh pendidikan lanjutan.
“Terus terang saya melihat putusan ini semata-mata merupakan kemenangan seluruh pekerja, khususnya mereka yang mengabdi pada ibu pertiwi dan berpotensi memperoleh pendidikan lanjutan di negeri seberang. Jangan sampai penalti atas upah menjad momok bagi mereka maupun anak-anak kita nantinya, sehingga ‘membunuh’ kesempatan untuk mencetak generasi muda yang kompeten,” kata Tiur sebagaimana keterangan tertulis dikutip dari hukumonline.com, Kamis (14/10/2021).
Tiur juga menyatakan kliennya telah berkomunikasi secara langsung dengan SKK dan mengapresiasi pimpinan instansi tersebut. “Klien saya (Ashleika Adelea) juga sudah berkomunikasi dengan pimpinan, dan kami memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada pimpinan SKK. Beliau betul-betul menunjukkan kebijaksanaannya menjadi figur ‘Bapak’ bagi seluruh pekerja termasuk klien saya, khususnya dalam merespon putusan ini dan semoga ke depannya hal ini menjadi preseden yang baik bagi kita semua maupun anak-anak kita,” tambahnya.
Tiur sendiri tidak mempermasalahkan kompensasi Rp1,5 miliar dibatalkan Majelis. “Karena memang sedari awal uang bukan tujuan kami. Kami fokus mempermasalahkan mengapa klien kami diminta membayar penalti atas gaji yang memang tidak ada di perjanjian penugasan dan merupakan hak dasarnya,” jelas Tiur.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, A Rinto Pudyantoro, mengatakan dengan terbitnya putusan PHI Jakarta itu berarti perkara ini telah selesai dan pihaknya tidak akan melakukan upaya hukum. Amar putusan yang dibacakan 20 September 2021 itu mengabulkan sebagian gugatan Ashleika. Jadi, bagi SKK Migas tidak ada pihak yang kalah atau menang.
“Jadi pemberitaan yang mengesankan SKK Migas kalah itu tidak benar, demikian juga sebaliknya. Jadi persoalan ini sudah selesai,” ujar Rinto secara tertulis, Jumat (15/10/2021).