PIJAR-JAKARTA – Para profesi hukum Indonesia tentu tidak asing lagi dengan nama Gregory John Churchill. Siapa sangka pria kelahiran asal Amerika Serikat tersebut berkontribusi besar terhadap perbaikan sistem hukum tanah air. Pada 19 Februari lalu, sosok rendah hati tersebut meninggal dunia di Jakarta dan menyelimuti duka dunia hukum Indonesia.
Untuk mengenang jasa Greg, akrab dia disapa, dikutip dari Hukumonline bekerja sama dengan The Asia Foundation, LeIP, PSHK, STHI Jentera, dan Asslesi, mengadakan Talkshow membicarakan gagasan-gagasannya bagi dunia hukum Indonesia pada Kamis (9/6). Sebab, kontribusi Greg menyentuh seluruh wilayah hukum seperti pengembangan praktik hukum ekonomi, reformasi peradilan serta pendidikan dan bahasa hukum.
Turut hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut Harun Reksodiputro, Sebastiaan Pompe, Binziad Kadafi, Rival Ahmad, Prof Sulistyowati Irianto dan Prof David Cohen. Selain itu, pihak yang memberikan testimoni mengenai sosok Greg yaitu, Nono Anwar Makarim, Widyawan, Fritz Edward Siregar, Subandi Marta (Tata Nusa), Sidney Jones, Todung Mulya Lubis, Sandra Hamid dan Herry Kurniawan.
Gregory John Churchill atau kerap disapa Greg, lahir pada 22 Mei 1947, adalah salah seorang tokoh penting di balik reformasi hukum dan peradilan di Indonesia. Warisan pemikiran Greg dapat ditemukan di banyak tempat. Greg terlibat dalam berbagai inisiatif Reformasi Hukum di 1998, misalnya dalam bidang hukum kepailitan, pembentukan Pengadilan Niaga dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, penyusunan Cetak Biru Reformasi Peraadilan, serta berbagai program reformasi hukum lainnya. Bahkan hingga menjelang tutup usia, Greg masih menjadi pemerhati aktif berbagai pembaruan hukum dan peradilan.
Greg juga memiliki ketertarikan yang besar di bidang dokumentasi hukum, penelitian dan pendidikan hukum. Greg terlibat dalam pendirian Pusat Dokumentasi Hukum (PDH) Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan pengembangan Jaringan Informasi dan Dokumentasi Hukum milik BPHN. Greg memiliki berbagai koleksi publikasi hukum dan arsip-arsip terkait hukum dan reformasi hukum yang merupakan bahan koleksi menarik bagi para peneliti hukum.
Karakter Greg yang rendah hati menyebabkan ia tak banyak dikenal dan tak banyak tampil dalam berbagai forum dan publikasi tentang reformasi hukum. Berpulangnya Greg Churchill pada 19 Februari 2022 mengingatkan para pembaru hukum tentang pentingnya menelusuri jejak langkah dan pemikiran Greg dalam reformasi sebagai bagian dari upaya mengabadikan sejarah hukum dan reformasi peradilan Indonesia.
Acara Talkshow ini dimaksudkan untuk mendiskusikan jejak pemikiran dan sumbangan Greg terhadap reformasi hukum, dan bagaimana agar gagasan dan pemikirannya dapat diabadikan dan dilanjutkan oleh generasi masa kini dan mendatang.
“Saya ketemu Om Greg sudah lama sekali mungking 1978-79 pada waktu saya masih di SD. Saya ketemu terakhir pada waktu Ayah saya (Prof Mardjono Reksodiputro) wafat, dia melayat. Waktu pertama beliau yang paling heran waktu itu, teman Ayah saya banyak orang asing, tapi ini (Greg) sangat lancar sekali. Kemampuan bahasa Indonesia Om Greg ini jadi poin penting pada waktu membantu reformasi dan pendidikan hukum,” ungkap Harun Reksodiputro.
“Saya berpikir awalnya Pak Greg itu ahli komputer karena datang ke rumah saya bawa PC dan teknisi. Tujuan awal beliau membantu dokumentasi hukum lewat teknologi. Beliau bantu banyak pihak termasuk pengadilan, pendidikan untuk dokumentasikan serta mengolah data-data yang ada. Ini cukup lama beliau bantu di PDH (pusat dokumentasi hukum) dan melatih orang-orang di PDH mendokumentasikan peraturan, perundang-undangan serta putusan hakim sebagainya,” ungkap Harun.
Dia juga mengenang Greg merupakan sosok yang gemar berdiskusi mengenai topik-topik hukum khususnya mengenai pengembangan informasi hukum dan pendidikan. Selain itu, Greg juga sering menjadi narasumber.
Selanjutnya, Aria Suyudi mengingat pertama kali bertemu Greg pada 2000 saat masih menjadi peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) ketika menyusun buku “Advokat Indonesia Mencari Legitimasi”. “Saat itu, kami ingin mengetahui tata kelola profesi hukum di negara beliau, Amerika Serikat. Tentunya di legal diagnostik itu ada bagian SDM hukum dan institusi yang membahas pendidikan, organisasi advokat dan perannya di masyarakat,” ungkap Aria.
“Kesan saya terhadap beliau (Greg) merupakan situasi yang sangat exciting buat saya yang peneliti muda baru lulus dua tahun dari profesi hukum bertemu dengan seseorang yang sudah puluhan tahun berpengalaman dalam praktik hukum, pembangunan dan pendidikan hukum dan ini merupakan kesan yang luar biasa untuk menimba ilmu. Beliau berpengatahuan luas, rendah hati dan fasih berbahasa Indonesia yang tertata rapih dan hati-hati,” ungkap Aria.