Suasana duka masih menyelimuti dunia hukum Indonesia. Advokat asing, peneliti, sekaligus pemerhati hukum Indonesia, Gregory John Churchill, tutup usia pada Sabtu, (19/2) lalu di usia 74 tahun. Greg, sapaan Gregory, berdarah Amerika Serikat meninggal karena sakit di Rumah Sakit Mayapada.
Dalam “In Memoriam: Gregory John Churchill”, Lontar Foundation memutar film dokumenter untuk mengenang jasa Greg semasa hidup. Film tersebut berisi cuplikan-cuplikan film yang dibuat pada hari pemakaman Greg dan pada acara tahlilan tujuh hari kemudian, ditambah dengan komentar dari teman dan keluarga.
Salah satu kolega Greg, John McGlynn menyebut Greg adalah lelaki yang istimewa. Sejak Greg dirawat di RS hingga berpulang pada pekan lalu, John mengaku banyak menerima pesan, email dan telepon terkait Greg.
Sikap egaliter Greg dalam lingkungan masyarakat membuat Greg dicintai dan dihormati. John mengatakan semasa hidupnya Greg tidak membuat batasan dalam pergaulannya. Mendiang membuka hubungan dengan semua lapisan masyarakat, dan tidak pernah membedakan derajat manusia berdasarkan harta dan jabatan.
“Teman-teman Greg dapat ditemui di semua lapisan masyarakat. Almarhum Greg adalah orang yang sangat egaliter, seorang manusia yang tidak membedakan orang yang punya dengan orang yang tak punya. Seorang manusia yang merasa nyaman makan bakso siomay di warung pinggir jalan atau steak di hotel berbintang lima. Dia sama sukanya ketika berbincang dengan pedagang kaki lima, pimpinan perusahaan ataupun pemerintahan. Sama senangnya menghibur anak-anak tetangga dan bergaul dengan para pembuat kebijakan. Sama berdedikasi membantu organisasi akar rumput dan membantu mereformasi sistem hukum Indonesia,” kata John dalam pemutaran film dokumenter Greg pada Sabtu, (26/3).
“Kebanyakan teman Greg kenal dia saat dewasa, buka waktu masih bocah langsing,” kata Martha Bohn Churchill, saudari kandung Greg dalam sesi pemutaran film dokumenter.
Greg lahir dari pasangan bernama John Churchill dan Elsie Gregory yang memiliki kakak kandung perempuan bernama Martha Bohn Churchill. Sebagai kakak kandung, Martha memiliki banyak kenangan masa kecil bersama Greg. Martha mengungkapkan kecintaan Greg terhadap wayang dimulai saat Greg dan keluarga berpindah tempat tinggal ke kota Kenmore, tak jauh dari kota Buffalo di negara bagian New York. Di perumahan baru tersebut terdapat berbagai permainan anak-anak seperti olahraga, karnaval dan juga bermain salju.
Kala itu, salah seorang tetangga sering mengadakan pertunjukan wayang dan menjadi awal mula Greg mencintai dunia wayang. Martha mengatakan Greg sangat antusias pada pertunjukan wayang tersebut. Greg juga menyukai seri Howdy Doody di televisi dan bersedih saat tayangan itu berhenti disiarkan.
“Kami punya kereta salju dan ayah suka tarik kami. Memang ada banyak salju di tempat itu. Salah seorang tetangga sering mengadakan pertunjukan wayang yang Greg sangat gemari. Greg juga suka seri Howdy Doody di televisi. Greg begitu sedih sewaktu seri itu tidak ditayangkan lagi,” kenang Martha.
Kegigihan Greg akan ilmu pengetahuan juga sudah terlihat sejak kanak-kanak. Martha mengingat Greg kecil gemar mempelajari apa saja yang dia minati secara mendalam. Greg juga membaca kamus dan bertahun-tahun mempelajari kehidupan suku-suku Indian di Amerika.
“Dia terus belajar di sepanjang hidupnya. Greg juga sangat mahir dalam berbagai hal,” cerita Martha.
Menurut Martha salah satu kenangan masa kecil yang tak terlupakan adalah saat dirinya dan Greg makan malam dengan menu kacang polong. Martha mengungkapkan bahwa kacang polong adalah makanan yang tidak disukai dirinya dan Greg. Mereka (Martha-Greg) berpura-pura menyendok kacang polong dan mengarahkan sendok ke mulut, namun kemudian keduanya membuang kacang polong ke dalam keranjang sampah di pojok ruangan yang tak jauh dari tempat duduk.
“Greg dan saya duduk bersebelahan dan ada keranjang sampah di pojok ruang. Greg dan saya tidak suka kacang polong, tapi karena terpaksa kami mengambil sesendok, taruh sesendok dekat mulut tapi kami kemudian membuang ke keranjang sampah. Kemudian kami cekikian. Saya tidak tahu apakah orang tua kami melihat perbuatan kami, tetapi mungkin ya,” cerita Martha sembari tertawa.
Inisiator Reformasi Hukum
Kiprah Greg di dunia hukum Indonesia diungkapkan oleh Dian Rositawati selaku Ketua Dewan Pengurus Yayasan LeIP. Dian mengaku baru mengenal Greg pada tahun 2000 silam dan kala itu dirinya sering mendengar kiprah Greg dalam mendorong berbagai inisiatif reformasi hukum.
Salah satu poin penting perjalanan karier Greg adalah tatkala kantor hukum Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR), tempat Greg bekerja, pada tahun 1999 mengeluarkan dokumen penting yang menjadi fondasi reformasi kelembagaan hukum. Menurut Dian, dokumen yang berjudul “Diagnostic Assessment of Legal Development in Indonesia” tersebut sekaligus menjadi penanda bahwa reformasi hukum di Indonesia diprakarsai oleh para advokat brilian seperti Greg Churchill dan sang sahabat Mardjono Reksodiputro.
Selepas berpulang ke Tuhan YME, Greg meninggalkan banyak jejak pikiran dan warisan yang tersebar di banyak tempat. Dian menyebut Greg membidangi pembentukan pusat dokumentasi hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) serta jaringan dokumentasi hukum dan informasi milik BPHN.
Tak hanya itu, Greg juga terlibat dalam reformasi hukum di bidang kepailitan, pembentukan pengadilan niaga dan pengadilan anti korupsi, penyusunan cetak biru peradilan dan juga menjadi penasihat di berbagai program reformasi hukum.
“Saat itu saya masih sangat muda dan baru pertama kalinya terlibat dalam gerakan reformasi hukum. Saya kadang-kadang hanya mengamati dari jauh dengan penuh rasa kagum tentang bagaimana Pak Greg dan para ahli hukum berdiskusi dan mereka kerap berkunjung di kantor saya di Puri Imperium, Kuningan pada saat itu,” kisah Dian.
Dian juga menilai Greg sebagai analisis hukum yang melewati ruang dan waktu. Pengalaman dan pengamatannya yang panjang dalam tata hukum Indonesia di tahun 1976 kemudian reformasi di tahun 1998 dan melewati reformasi kemudian melihat perkembangan hukum modern di masa kini mengajak para aktivis muda untuk menghargai sejarah dan pengalaman empiris sebagai suatu pendekatan penting dalam melihat hukum. Bahwa apa yang terjadi di masa kini tidak terlepas dari konteks dan apa yang kita alami di masa lalu.
Menurut Dita, Greg memiliki tulisan informatif dan dipublikasi pada tahun 1992 yang tidak banyak dikutip di dunia hukum. Tulisan berjudul “The Development of Legal Information Systems in Indonesia” menjelaskan bagaimana sumber-sumber hukum seperti putusan pengadilan, UU, dan risalah DPR sering tidak dapat diakses oleh pengacara dan bagaimana hal tersebut berdampak terhadap pekerjaan.
Meski paper itu ditulis 30 tahun lalu dan saat ini reformasi hukum, reformasi informasi dan teknologi telah berjalan dan mendorong perubahan besar, namun nyatanya kelangkaan informasi hukum yang fundamental masih tetap ada. Dan di sisi lain banyak informasi yang tersedia saat ini namun tidak dimanfaatkan untuk pembaharuan hukum dan kebijakan. “Tulisan ini relevan dan transenden melewati ruang dan waktu,” ujar Dita.
Di samping itu semasa hidupnya Greg juga memiliki ketertarikan tinggi terhadap dunia penelitian dan pendidikan hukum. Dita mengenang masa di mana Greg mengirimkan teks kepadanya yang berisi daftar topik menarik yang bisa ditulis dan diteliti olehnya.
Dan dalam berbagai kesempatan Greg juga menuturkan keprihatinannya tentang keringnya diskursus hukum di Indonesia. Dita bercerita bahwa Greg menilai keringnya diskursus hukum membuat banyak persoalan budaya dan persoalan hukum yang harusnya sudah selesai namun terbawa hingga saat ini. Penelitian-penelitian hukum di kampus juga masih banyak yang mewarisi metode lama dari masa lalu.
“Beliau juga menyoroti kekakuan pengajaran hukum yang cenderung menempatkan hukum sebagai sesuatu yang sakral dan sempurna, tidak bisa diubah dan mengajarkan hukum secara doktrinnya. Dalam stagnasi pendidikan hukum Pak Greg justru melihat tumbuhnya diskursus hukum di dalam kalangan teman-teman LSM. Persoalan-persoalan kelembagaan hukum atau analisa hukum pengadilan justru mulai dikembangkan oleh peneliti muda di LSM. Beliau juga selalu terlihat sangat senang dan antusias ketika diskusi dengan anak-anak muda. Sebagai pegiat reformasi hukum saya adalah salah satu yang sangat beruntung karena sering mendapatkan masukan dan nasehat dari Pak Greg,” tandasnya.
Saat ini Greg telah beristirahat dengan damai. Namun jejak langkah dan tanda cinta beliau terhadap dunia hukum dan kepada Indonesia tidak akan lekang dan akan terus kita ingat setiap kita membicarakan hukum dan reformasi hukum di Indonesia.