Minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH), Indonesia Menjadi Kota Beton

Avatar photo

- Jurnalis

Selasa, 6 Juli 2021 - 20:46 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PIJAR | JAKARTA – Kurang atau minim ruang terbuka hijau dan berpolusi. Beberapa kata ini barangkali tepat untuk menggambarkan kondisi di beberapa kota besar Indonesia.

Masyarakat di beberapa kota besar Indonesia hingga saat ini hanya dapat menjadikan keinginannya sebatas angan agar mendapatkan lingkungan yang asri dan minim polusi. Pasalnya beberapa pembangunan di kebanyakan kota sering mengabaikan kondisi lingkungan.

Kondisi ini tercermin dari data yang diperoleh dari Kementerian Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Data tersebut menyampaikan bahwa baru terdapat 13 dari 174 kota di Indonesia yang telah mengikuti Program Kota Hijau dan memiliki porsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) 30 persen atau lebih. Itu artinya hanya terpenuhi 6 persen saja kota yang telah memenuhi RTH.

Padahal ketentuan supaya kota memiliki 30 persen RTH telah diatur sejak tahun 2007 melalui UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Regulasi ini telah mengatur proporsi RTH dari setiap masing-masing kota, yakni paling sedikit jumlahnya 30 persen terhitung dari luas wilayah kota. Pada UU No. 25/2007 ini juga menyebutkan bahwa harus terdapat minimal 20 persen RTH publik terhitung dari luas wilayah kota yang tersedia dari masing-masing daerah. Aturan ini membagi RTH kedalam dua jenis diantaranya ruang terbuka publik dan ruang terbuka privat.

Pada wilayah DKI Jakarta, Majalah Tempo menyebut angka 14,9 persen luas RTH didapat dari studi akademis peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) dan DKI Jakarta. Padahal jika mengkaji data di tahun 1978, luas RTH dan Rencana Tata Letak Bangunan dan Lingkungan (RTB) yakni masingmasing 79,66 persen di mana luas wilayah terbangun relatif kecil yakni 20,34 persen. Beranjak ke tahun 1977, luas RTH dan RTB turun menjadi 27,96 persen, sedangkan luas wilayah yang terbangun meningkat menjadi 72,04 persen. Seiring berjalannya waktu, pemanfaatan RTH dan RTB diubah secara berkala untuk pembangunan pemukiman atau kawasan bisnis. Konsekuensinya, luas RTH dan RTB pada tahun 2015 hanya tersisa 9,15 persen sementara luas wilayah terbangun menyentuh di angka 90,85 persen.

Baca Juga :  Upaya Mengenal Wewenang dan Tugas Mahkamah Konstitusi

Dari minimnya jumlah tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengalokasikan anggaran sebesar Rp23,9 miliar untuk pembangunan dan penataan ruang terbuka hijau di Ibu kota pada tahun 2021. Harapan dengan adanya anggaran ini, akhirnya juga dapat menanggulangi banjir yang melanda ibu kota setiap tahunnya.

Dilansir dari data Panitia Khusus Banjir Jabodetabek, terdapat beberapa Kali yang sedang dalam proses perbaikan, yakni Kali Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter pada tahun 2021-2022. pembenahan Kali Ciliwung hingga saat ini baru dilakukan sepanjang 16 kilometer dari total panjang 33 kilometer. Padahal diketahui bahwa RPJMD DKI Jakarta telah menargetkan bahwa empat kali tersebut harus sudah selesai di tahun 2022.

Kemudian, RTH di Kota Bandung, berdasarkan data di laman Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Pertamanan baru mencapai 12,15 persen hingga 2015. RTH di kota besar lain yakni Surabaya juga masih berada di kisaran 20 persen.

Hambatan Menambah Ruang Terbuka Hijau
Menurut hemat penulis, berkurangnya ruang terbuka hijau disebabkan karena tiga hal, diantaranya pertama, ketersediaan lahan minim yang dimiliki oleh pemerintah setempat yang untuk dikembangkan menjadi ruang terbuka hijau. Kedua, ketersediaan dana yang kurang untuk membuka, menambahkan atau mengembangkan ruang terbuka hijau. Ketiga, sulitnya perubahan lahan yang ada untuk dijadikan ruang terbuka hijau, faktor ini bisa jadi karena persoalan harga atau lokasi yang dirasa tidak strategis. Oleh sebab itu, banyak sekali pemerintah kota daerah masing-masing yang hingga kini merasa kesulitan untuk menaikkan porsi RTH di wilayah kekuasaannya.

Baca Juga :  PBTI Berikan Bonus Kepada Para Atlet Sea Games Vietnam 2021

Adanya kesemrawutan atas penggunaan lahan yang terdapat di kota-kota besar selama ini terjadi juga karena belum adanya peraturan daerah (perda) yang mengatur tentang zonasi di setiap daerahnya. Padahal dalam UU No. 25/2007 sudah jelas menyatakan bahwa pemerintah daerah harus memiliki aturan tentang zonasi guna pengendalian atas pemanfaatan ruang di wilayahnya masing-masing.

Sebagai bentuk langkah untuk meningkatkan jumlah RTH salah satunya adalah memanfaatkan lahan di tepian sungai untuk ditanami tanaman alih-alih sejedar untuk membangun jalan inspksi. Salah satu contoh penataan tepi sungai yang berhasil adalah proyek revitalisasi Banjir Kanal Timur (BKT) di DKI Jakarta.

Adanya regulasi yang mewajibkan suatu kota untuk memenuhi RTH adalah 30 persen, namun realisasi yang ada ternyata minim sekali kota yang telah memenuhi ketentuan tersebut. Hal ini bisa dapat disebabkan karena tidak adanya sanksi, baik pidana maupun perdata atas peraturan ini.

UU No. 25/2007 secara eksplisit tidak memberi peraturan yang jelas mengenai sanksi yang bisa diberikan seandainya pemerintah daerah gagal memenuhi RTH minim 30 persen dari luas wilayahnya. Selain itu, masyarakat di perkotaan juga tak banyak yang sadar akan pentingnya ruang terbuka. Ahli arsitektur dan perkotaan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Profesor Johan Silas mengatakan ruang terbuka memegang peran penting untuk menjaga kesehatan dan penyediaan udara yang baik bagi warga yang tinggal di kota.

Menurutnya, jika masyarakat sadar akan pentingnya RTH maka sanksi sosial harusnya bisa mereka berikan kepada pejabat pemerintah daerah yang gagal menyediakan ruang terbuka. Sanksi itu misalnya, berupa tindakan tak memilih pejabat yang gagal menambah ruang terbuka pada Pemilu.

Opini oleh: Madsanih Manong, Ketum YLBH Pijar

Berita Terkait

Bamsoet: Jadikan Momentum Idul Fitri Mempererat Persaudaraan dalam Keberagaman
RUU KUHAP Berpotensi Membelenggu Kebebasan Advokat
Bamsoet Dorong Peningkatan Penggunaan Teknologi Digital dalam Praktik Notaris
Puan Minta Eks Kapolres Ngada Dipecat dari Polri dan Disanksi Seberat-Beratnya!
Komisi XIII DPR fraksi PKB Desak Peningkatan Layanan Imigrasi di Daerah 3T
Anggota Komisi III DPR RI Bamsoet Kembali Dorong Pemberantasan Mafia Tanah
Kejagung dalami Kasus Dugaan Korupsi Asuransi Jiwasraya
Gugum Ridho Putra Deklarasi Maju Calon Ketum PBB Tahun 2025-2030
Berita ini 1 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 1 April 2025 - 10:11 WIB

Bamsoet: Jadikan Momentum Idul Fitri Mempererat Persaudaraan dalam Keberagaman

Minggu, 23 Maret 2025 - 13:34 WIB

RUU KUHAP Berpotensi Membelenggu Kebebasan Advokat

Rabu, 19 Maret 2025 - 03:49 WIB

Bamsoet Dorong Peningkatan Penggunaan Teknologi Digital dalam Praktik Notaris

Senin, 17 Maret 2025 - 19:35 WIB

Puan Minta Eks Kapolres Ngada Dipecat dari Polri dan Disanksi Seberat-Beratnya!

Kamis, 6 Maret 2025 - 09:17 WIB

Komisi XIII DPR fraksi PKB Desak Peningkatan Layanan Imigrasi di Daerah 3T

Berita Terbaru

Berita

Waduk Aseni Terbengkalai, Gubernur DKI Masih Bungkam

Senin, 12 Mei 2025 - 07:00 WIB