Meski Tak Bulat, RUU Pembentukan Peraturan Bakal Segera Disahkan

Avatar photo

- Jurnalis

Senin, 18 April 2022 - 12:51 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Doc: Antaranews.com

Doc: Antaranews.com

Secara mayoritas Badan Legislasi (Baleg) dan pemerintah memberikan persetujuan agar Revisi Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP) menyetujui diboyong ke rapat paripurna. Meski tak bulat, keputusan tetap diambil dengan suara mayoritas fraksi partai yang menyetujui untuk diboyong dalam rapat paripurna terdekat.

“Apakah RUU tentang perubahan kedua atas UU 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dapat disetujui untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya dalam sidang paripurna terdekat?” ujar Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas dalam dapat kerja dengan pemerintah di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (13/4/2022) malam.

Supratman mengatakan rampungnya pembahasan RUU PPP mengharuskan partisipasi publik menjadi hal utama dalam kerangka dapat mengkualifikasi peran serta masyarakat agar dilaksanakan lebih baik. Selain itu, pelibatan publik dalam pembahasan RUU PPP pun telah berjalan. Sebab, kata Supratman, para anggota Baleg menyambangi perguruan tinggi di berbagai pelosok nusantara untuk mendapatkan masukan dalam upaya perbaikan RUU PPP.

“Tentu tidak semua masukan bisa kita akomodir, tapi ini yang terbaik bagi kelangsungan proses pembentukan peraturan perundang-undangan kita,” ujarnya.

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU PPP Achmad Baidowi dalam laporannya memaparkan dalam pembahasan akhir memutuskan sejumlah poin. Pertama, soal perubahan penjelasan dalam Pasal 5 huruf g yang mengatur asas keterbukaan. Kedua, perubahan Pasal 9 yang mengatur penanganan pengujian peraturan perundang-undangan.

Ketiga, penambahan Bagian Ketujuh dalam Bab IV UU PPP. Keempat, penambahan Pasal 42A yang mengatur perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus. Kelima, perubahan Pasal 49 mengatur pembahasan RUU beserta daftar inventarisasi masalah (DIM). Keenam, perubahan Pasal 58 mengatur pengharmonisasian pembulatan, dan pemantapan konsepsi atas rancangan peraturan daerah.

Ketujuh, perubahan Pasal 64 mengatur tentang penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan yang dapat menggunakan metode omnibus. Kedelapan, perubahan Pasal 72 yang mengatur mekanisme perbaikan teknis penulisan RUU setelah RUU disetujui bersama, namun belum disampaikan kepada Presiden. Kesembilan, perubahan Pasal 96 mengatur partisipasi masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.

Baca Juga :  Presiden Apresiasi Prestasi Timnas Indonesia pada SEA Games 2023

Kesepuluh, penambahan Pasal 97A, Pasal 97B, dan Pasal 97C mengatur mengenai materi muatan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus. Kemudian, pembentukan peraturan perundang-undangan berbasis elektronik, pengharmonisasian rancangan peraturan perundang-undangan di lingkungan Pemerintah serta evaluasi regulasi.

Kesebelas, perubahan Pasal 98 mengatur keikutsertaan jabatan analis hukum selain perancang peraturan perundang-undangan. Keduabelas, perubahan Pasal 99 mengatur keikutsertaan jabatan fungsional analis legislatif dan tenaga ahli dalam pembentukan undang-undang, perda provinsi, dan perda kabupaten/kota, selain perancang peraturan perundang-undangan.

Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto berpandangan pembahasan RUU PPP berlangsung dinamis. Seperti soal pembentukan peraturan perundang-undangan secara elektronik yang sejalan dengan perkembangan teknologi. Penerapan pembentukan peraturan perundangan berbasis elektronik akan efektif tanpa mengabaikan partisipasi masyarakat. Begitu pula soal pengujian peraturan ke Mahkamah Agung.

“Meski dinamika tinggi dengan berbagai catatan, kami apresiasi setinggi-tingginya bagi semua pihak,” ujarnya.

Belum setuju

Dinamika pengambilan keputusan di tingkat pertama berjalan dinamis. Dari sembilan fraksi, hanya satu fraksi partai yang menyatakan belum memberikan persetujuan yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS). Sementara Fraksi Partai Demokrat memberikan persetujuan dengan sejumlah catatan.

Juru bicara F-PKS Ledia Hanifa dalam pandangan mini fraksinya setidaknya ada enam poin alasan belum memberi persetujuan. Pertama, metode omnibus law semestinya digunakan dengan tujuan mereformasi sistem peraturan perundang-undangan agar menjadi lebih berkualitas. Setidaknya dalam upaya menyelesaikan permasalahan tumpang tindihnya peraturan yang ada di Indonesia. Karenanya diperlukan metode yang pasti, baku, dan standar serta dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Baca Juga :  M Syafii Antonio: Perjalanan Isra Miraj Menunjukkan Kebesaran Allah SWT

“Berdasarkan pengalaman, penyusunan UU Cipta Kerja alih-alih mengejar penciptaan lapangan kerja malah mengabaikan partisipasi masyarakat. Upaya tersebut tidak boleh menyimpangi tata pembentukan peraturan perundangan yang berlaku,” kata dia.

Kedua, perlunya sejumlah prasyarat dalam penggunaan metode omnibus law demi kepastian hukum. Prasyarat penggunaan metode omnibus law hanya digunakan untuk topik tertentu saja. Kemudian penggunaan metode omnibus law harus dimulai sejak tahap perencanaan. 

Ketiga, fraksi partainya tidak bersepakat materi muatan yang diatur menggunakan omnibus law dapat diubah, dicabut, atau diganti metodenya di tengah jalan pembahasan. Keempat, menolak perbaikan RUU setelah mendapat persetujuan bersama antara DPR dan pemerintah. Perbaikan sejatinya hanya menyangkut persoalan teknis penulisan ataupun typo. Baginya cara tersebut membenarkan praktik legislasi yang buruk dan mencoreng marwah pembentuk UU.

Kelima, dalam penyusunan peraturan perundang-undangan harus melibatkan pihak yang pro dan kontra agar seimbang serta memenuhi peran serta partisipasi masyarakat yang bermakna. Termasuk melibatkan peran penyandang disabilitas. Selain itu, setiap peraturan perundang-undangan yang sedang dibahas dapat diakses secara mudah oleh masyarakat, sehingga dapat dikritisi secara mendalam. Keenam, pengaturan pembentukan peraturan perundang-undangan yang dapat dilakukan berbasis elektronik perlu diperjelas ruang lingkupnya agar tidak menimbulkan multitafsir.

Anggota Baleg ini berharap betul agar RUU PPP dapat dibahas tidak tergesa-gesa termasuk RUU PPP tidak ditujukan untuk memberikan payung hukum bagi pembentukan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, tapi menyelesaikan tumpang tindih peraturan perundang-undangan agar berpihak pada kepentingan masyarakat luas.

“Berdasarkan catatan tersebut, kami FPKS menyatakan belum dapat menyetujui RUU PPP untuk ditetapkan menjadi UU karena masih perlu dilakukan pengkajian mendalam.”

Berita Terkait

Catatan Redaksi: Potret Buram Penegakan Hukum Indonesia Berdasarkan Kasus Viral
Inilah Salah Satu Sifat yang Dibenci Allah SWT
Akhlak Takut karna Allah Swt
MUI Dorong Para Dai Sampaikan Dakwah Secara Bijak
Pers Harus Beradaptasi di Tengah Disrupsi Teknologi
Longsor, Bima Arya Stop Pengerjaan TPT
Pemprov Jatim Raih Penghargaan dari Universitas Brawijaya
Warga Apresiasi Rekonstruksi Jalan Muntilan-Keningar di Kabupaten Magelang
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 4 April 2025 - 20:56 WIB

Catatan Redaksi: Potret Buram Penegakan Hukum Indonesia Berdasarkan Kasus Viral

Senin, 24 Maret 2025 - 18:36 WIB

Inilah Salah Satu Sifat yang Dibenci Allah SWT

Jumat, 18 Oktober 2024 - 14:33 WIB

Akhlak Takut karna Allah Swt

Kamis, 29 Februari 2024 - 05:15 WIB

MUI Dorong Para Dai Sampaikan Dakwah Secara Bijak

Kamis, 22 Februari 2024 - 05:15 WIB

Pers Harus Beradaptasi di Tengah Disrupsi Teknologi

Berita Terbaru

Berita

Waduk Aseni Terbengkalai, Gubernur DKI Masih Bungkam

Senin, 12 Mei 2025 - 07:00 WIB