Kantor hukum memiliki peran penting membantu suatu perseroan melakukan penawaran umum di pasar modal atau initial public offering (IPO). Kantor hukum berkontribusi untuk melakukan pemeriksaan dan pendapat hukum untuk membantu suatu perusahaan untuk mewujudkan proses penawaran umum.
Sepanjang Januari-20 April 2022, BEI mencatat sebanyak 19 emiten melakukan IPO. Dari daftar emiten tersebut, terdapat berbagai keterlibatan kantor hukum yang mendukung terlaksananya IPO emiten. Berdasarkan data yang dihimpun Hukumonline melalui prospektus yang dipublikasi BEI dalam situs resminya, terdapat 11 kantor hukum yang sudah terlibat pada transaksi IPO tersebut.
Secara urut, Assegaf Hamzah & Partners (AHP) Law Firm mencatat 4 transaksi, Andreas, Sheila & Partners Law Office sebanyak 4 transaksi, Armand Yapsunto Muharamsyah & Partners (AYMP) Atelier of Law sebanyak 2 transaksi, Imran Muntaz & Co. sebanyak 2 transaksi, Nugroho Panjaitan & Partners Law Firm sebanyak 1 transaksi,
Kemudian Hiswara, Bunjamin & Tandjung sebanyak 1 transaksi, Fahmy Hoessein & Partners sebanyak 1 transaksi, William Hendrik-Attorneys & Counselors at Law sebanyak 1 transaksi, Makes & Partners Law Firm sebanyak 1 transaksi, Adnan Buyung Nasution & Partners (ABNP) sebanyak 1 transaksi, Adams & Co sebanyak 1 transaksi.
Untuk berkiprah pada sektor pasar modal, sebuah kantor hukum harus memiliki kompetensi yang memadai. Managing Partner Assegaf Hamzah and Partners (AHP) Law Firm, Bono Daru Adji menjelaskan suatu kantor hukum harus memiliki strategi atau upaya agar mendapat kepercayaan klien dalam menangani transaksi pasar modal. Upaya tersebut antara lain merekrut talenta yang unggul sekaligus mengembangkan kemampuannya setelah perekrutan. Pasalnya, pasar modal merupakan sektor yang dinamis terlebih lagi jenis industri semakin beragam.
“Dari awal (AHP) berdiri, pasar modal merupakan sektor andalan kami sejak awal, karena anggap ini, kami merekrut talent terbaik dan kembangkan kompetensinya karena pasar modal ini dinamikanya luar biasa cepat bahkan masih kalah cepat dari industri seperti startup lah. Harus ada orang-orang yang bisa adjust dan core-nya mengerti pasar modal itu apa,” ungkap Bono saat dihubungi dan dikutip dari Hukumonline, Rabu (20/4).
Dia menjelaskan sektor pasar modal merupakan industri yang mengutamakan kepatuhan dan transparansi, sehingga konsultan hukum pasar modal harus memiliki kompetensi dan dedikasi agar prinsip-prinsip tersebut terlaksana sesuai ketentuan. Sebagai bentuk komitmen pada pasar modal, Banu menjelaskan AHP memiliki tim pada sektor pasar modal sekitar 25-30 lawyer dari 160 lawyer.
“Kami membekali skill dan pengetahuan yang cukup. Kami lakukan training rutin setiap pekan atau diskusi isu-isu berkembang. Sebelum lakukan pekerjaan para member juga di-briefing sehingga mengetahui hubungan-hubungan setiap transaksi,” ungkap Bono.
“Kami selalu merasa harus mawas dan perbaiki diri dan baik lagi untuk berkembang. Ini mindset agar terus bisa tumbuh,” tambah Bono.
Menurut Firma, kunci utama dalam menjalankan hal tersebut yaitu harus berpedoman dengan kode etik dan aturan.
“Harus bisa memahami skema transaksinya dulu dengan berpedoman kode etik dan aturan dalam Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM). Karena HKHPM sudah menerbitkan standaritas audit bagi para anggotanya termasuk dalam rangka pelaksaan IPO,” ujar Firma.
Firma menjelaskan salah satu masalah yang kerap terjadi yaitu dokumen yang dimiliki klien kerap belum memenuhi standar peraturan yang berlaku. Namun karena pengalamanan dan jam terbang, pihaknya bisa memberikan masukan sesuai dengan standar HKHPM dan bisa diterima sesuai regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Salah satu contohnya terkait dengan perizinan. Pada saat registrasi biasanya tidak semua permohonan izin diterima oleh regulator. Dan di sini peran konsultan hukum untuk memberi masukan agar mereka memberikan bukti kepengurusannya terlebih dahulu tanpa harus menunggu izin keluar untuk menghemat waktu.
“Nanti di pendapat hukum kita kasih gambaran risiko hukumnya agar para investor tahu kondisi secara hukum emiten. Jadi intinya ada keterbukaan informasi. Menurut kami sepanjang kita konsultan hukum telah membuka informasi kepada para investor maka hal tersebut dapat menjadi acuan investor untuk mengambil bagian pada emiten yang akan IPO atau tidak,” terangnya.
Partner William Hendrik Esther, Hendrik Silalahi menyatakan prinsip keterbukaan sangat penting agar para emiten memahami regulasi dan standarisasi untuk masuk ke lantai bursa. Salah satunya berkaitan dengan kelengkapan dokumen.
Menurut Hendrik tak sedikit dari kliennya terkejut melihat daftar dokumen yang harus diserahkan. Sebagian dari mereka menganggap permintaan dokumen itu terlalu berlebihan, namun setelah diberi penjelasan betapa pentingnya dokumen itu diserahkan demi kelengkapan transaksi maka mereka mau memberikannya.
“Pada awalnya memang banyak yang mereka bilang banyak sekali permintaan dokumen dan kita bilang sudah standarnya. Itu awal waktu kita menerangkan itu ada beberapa dari mereka pada awalnya mungkin keberatan tapi akhirnya mereka ucapkan terima kasih jadi lebih proper lagi mereka. Waktu due diligence kan kita bedah mereka,” ujarnya.
Cara meyakinkan para emiten memang tidak mudah, tetapi biasanya Hendrik memberikan contoh dokumen apa saja yang diminta OJK untuk diserahkan sesuai dengan pengalaman dan aturan yang ada. Lalu bagaimana jika dokumen itu berkaitan dengan rahasia perusahaan? Menurut Hendrik memang ada ketakutan tersendiri bagi emiten memberikan dokumen tersebut.
“Pasti ada, contoh ada salah satu perusahaan entertainment dan hiburan ada kontrak para artis dan sebagainya, kalau dipublish harga berapa sutradara itu kita terima paling kita random. Paling rahasia strategi perusahaan itu kita disclose, tapi di legal due diligance kita ada,” terangnya.
Jennifer Berendina Tumbuan, Partner dari Tumbuan & Partners juga menyatakan hal serupa. Ia mengatakan, edukasi menjadi salah satu kunci meyakinkan emiten agar mereka bisa memahami tata cara yang harus dilakukan sebelum masuk lantai bursa.
Apalagi IPO sendiri merupakan proses panjang. Untuk memperbesar peluang berhasilnya transaksi maka dimulai dulu dari restrukturisasi, lalu mitigasi resiko sebelum masuk OJK, memperhatikan peraturan pasar modal dan perkembangannya serta tak lupa menaati kode etik standar profesi HKHPM.
“Klien ini kan belum mengerti 100 persen IPO tantangan kita gimana kita kasih edukasi ke klien, kalau mereka dikasih pengertian dan manfaatnya apa banyak juga kok dari mereka yang nurut, kan jadinya IPO mereka efektif,” jelasnya.
Jennifer mengakui ada beberapa emiten yang mengeluhkan banyaknya dokumen yang harus diserahkan, bahkan beberapa dari mereka akhirnya mundur karena tidak bisa memberikan dokumen yang dimaksud. Tak hanya itu, pihaknya pun kerap dibandingkan dengan konsultan hukum lain yang dianggap bisa mengurus transaksi IPO dengan cara jauh lebih mudah. Tetapi ia menjelaskan jika dilakukan tidak sesuai aturan dan standarisasi maka hal itu merugikan konsultan hukum dan emiten itu sendiri nantinya.
“Ada yang bilang Tumbuan kebawelan nih, ada. Tapi ada juga yang udah putar-putar ke mana tapi baliknya ke kita. Justru merasa benar juga ya apa yang kita bilang itu sesuai. Susahnya gini kalau ada konsultan tertentu yang tidak melakukan standarisasi sesuai HKHPM kan ada kode etiknya, kena juga nanti license bisa dicabut. Kasus kemarin itu akuntan salah berikan penilaian kan dicabut. Kalau kita salah, melanggar, license kita bisa dicabut. Kita ada juga yang susah kliennya tapi kita jelaskan ya bagaimana standarnya begini, daripada gara-gara satu klien izin kita dicabut, kita tidak bisa cari makan dong,” pungkasnya.
Namun ia memberikan edukasi mengapa dokumen-dokumen tersebut penting dan cara transaksi juga harus sesuai aturan serta standar profesi. Salah satu contohnya yaitu dengan menjelaskan jika nanti menjadi perusahaan publik maka akan banyak pihak yang melihat perusahaan itu. Dan bila perusahaan bertansaksi sesuai aturan maka justru menjadi keuntungan bagi perusahaan itu sendiri termasuk jika adanya investor yang ingin menanamkan sahamnya.
Para emiten, lanjut Jennifer, justru kemudian berterima kasih bahkan beberapa di antaranya kembali meminta Tumbuan & Partners menjadi konsultan hukumnya. “Banyak yang bilang terima kasih, lalu lihat kenapa kita bawa ternyata ada hasilnya, IPO kerjaan pertama kan, karena mereka melihat advice kita bagus, transaksi mereka berikutnya kan ada red issue, obligasi, transaksi material, transaksi afiliasi, mereka balik ke kita dan minta kita jadi konsultan hukumnya,” tuturnya.
Andreas Hartono, Senior Partner dari Andreas Sheila & Partners menyatakan salah satu tips dalam transaksi IPO yaitu dengan terus belajar dan membaca. Hal itu dilakukan agar bisa mengetahui sisi komersial dari transaksi itu sendiri untuk mengetahui bagaimana pola yang dilakukan untuk menjalankan transaksi.
“Istilahnya kita tukang jahit nggak tahu mau bikin polanya seperti apa. Secara tim, kami learning by doing, karena kita belum sebesar law firm-law firm yang lain, sehingga kita punya luxury untuk bikin program training yang khusus. Kita lebih banyak diskusi internal, selalu minta feedback mereka (karyawan/tim), kita brainstorming di situ. Kita begitu ada kebutuhan kita baru panggil tim. Nggak ada waktu tertentu,” terangnya.