Wacana penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang digaungkan 3 pimpinan partai politik masih terus menjadi diskursus di masyarakat. Pemerintah berkomitmen pada kesepakatan hasil rapat antara DPR, Penyelenggara Pemilu, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tentang hajatan demokrasi lima tahunan tetap digelar 14 Februari 2024. Tetapi, masih terdapat pihak yang mendorong agar dilakukan penundaan pemilu.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani menegaskan DPR bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu telah menyepakati pelaksanaan Pemilu mendatang digelar 14 Februari 2024. Karenanya, hal ini menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat untuk mensukseskan hajatan besar demokrasi lima tahunan di Tanah Air.
Dia mengatakan pemilu menjadi sarana demokrasi yang berkualitas untuk menyuarakan kehendak rakyat. Sebagai pimpinan DPR, Puan bakal komitmen fokus mengawal semua tahapan pelaksanaan Pemilu 2024. Mulai dari urusan anggaran, regulasi, dan persiapan teknis. Sebab, dalam situasi pandemi Covid-19, pelaksanaan pemilu bakal berbeda situasinya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu melanjutkan belajar dari pelaksanaan Pemilu 2019 lalu, banyak hambatan dan kendala yang perlu dievaluasi agar tidak terjadi lagi pada Pemilu 2024. Dengan begitu, pelaksanaan pesta demokrasi Pemilu 2024 dapat digelar sesuai jadwal, aman, dan lancar. “Saya percaya dengan bergotong royong, kita dapat mewujudkan pemilu yang berjalan sebagaimana mestinya,” ujar Puan Maharani, Rabu (16/3/2022).
Berbeda dengan Puan, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Jazilul Fawaid mengatakan pelaksanaan Pemilu 2024 semestinya memang digelar sesuai jadwal. Tapi penundaan pelaksanaan pemilu dapat terjadi sepanjang mendapat dukungan kuat dari rakyat. Hanya saja perlu didahului dengan amendemen konstitusi.
“Kalau wacana ini mendapatkan dukungan rakyat kuat, maka cukup alasan bagi MPR menjalankan amendemen UUD Tahun 1945,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen.
Meski woro-woro amendemen kelima konstitusi sudah digaungkan sejumlah politisi, namun dia memastikan, hingga kini belum ada satupun fraksi partai di parlemen yang mengusulkan secara resmi rencana tersebut. MPR periode sebelumnya memang menerbitkan rekomendasi memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam konstitusi melalui amendemen.
”Sampai hari ini masih ada partai yang maju mundur. Ini masih pada tahap wacana, belum sampai pada forum pengambilan keputusan. Seringkali partai-partai dalam membahas undang-undang ikut terus, tapi pada tahap pengambilan keputusan tidak setuju,” ujarnya.
Pria yang tercatat sebagai anggota Komisi III DPR itu berpendapat usulan penundaan pemilu lebih memberi pintu usulan bagi partai-partai. Baginya, usulan penundaan pemilu masih sebatas wacana yang layak didiskusikan. Misalnya, bila terjadi amendemen nantinya, perlu membahas pasal-pasal mana saja yang perlu diubah.
Bagi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tempatnya bernaung, usulan penundaan masih tahap dasar yang perlu dukungan publik. Tapi bila publik menolak, maka wacana tersebut berhenti. Dia yakin diskursus publik bakal mengalami dinamika soal usulan penundaan pemilu. Jazil mengakui penundaan pemilu bukan perkara sepele.
”Mekanismenya juga tidak mudah, rumit, termasuk dampaknya. Tapi kesimpulannya kalau kita mau melakukan amendemen, maka dibutuhkan kehendak rakyat yang kuat,” tuturnya.
Dia mengingatkan penundaan pemilu dapat dilakukan sepanjang sesuai mekanisme ketatanegaraan. Karenanya, Fraksi PKB di parlemen mengajak publik agar memberikan masukan dan gagasan baik yang pro maupun kontra, sehingga nantinya dapat menjadi pertimbangan menentukan langkah selanjutnya. “Jangan sampai penundaan ini justru membuat masalah,” katanya.
Kuras energi
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris berpandangan wacana penundaan pemilu hanya menguras energi. Apalagi di tengah situasi ekonomi dan kelangkaan bahan pangan, elit politik tak mengindahkan kondisi rakyat dan hanya mementingkan perpanjangan masa jabatan presiden melalui penundaan pemilu.
“Wacana penundaan Pemilu 2024 sebagai konsekuensi dari keinginan para elit politik untuk memperpanjang masa jabatan presiden yang saat ini menguasai perbincangan publik sama sekali tidak ada manfaatnya, lebih baik dihentikan,” harapnya.
Bagi Fahira, seharusnya pengambil kebijakan dan pemilik kekuasaan menyatukan masyarakat dengan wacana-wacana yang produktif untuk kebangkitan ekonomi rakyat. Rakyat lelah bila terus-menerus berpindah dari satu polemik ke polemik lain. Terlebih, persoalan besar sedang menghadang bangsa yakni membangkitkan ekonomi rakyat dari keterpurukan akibat pandemi dan kelangkaan minyak goreng serta ancaman kenaikan komoditas pangan akibat situasi global.
“Baru saja energi bangsa terkuras habis akibat polemik perpindahan ibu kota negara, disusul kelangkaan minyak goreng yang hingga detik ini belum jelas juntrungannya. Kini rakyat harus didera lagi dengan isu wacana penundaan Pemilu 2024. Tolonglah kita semua bijak menyikapi kondisi bangsa ini. Rakyat jangan terus-menerus di-challenge dengan berbagai isu yang kontraproduktif,” pinta senator Jakarta ini.