PIJAR|JAKARTA – Demo tolak RUU HIP atau Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila, di depan Gedung MPR/DPR, Jakarta, yang digelar Rabu (24/6/2020) oleh sejumlah organisasi Islam yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti-Komunis (Anak NKRI) diwarnai dengan aksi pembakaran bendera PDIP.
Ormas yang tercatat masuk dalam aliansi tersebut antara lain Front Pembela Islam (FPI), Persaudaraan Alumni 212 (PA 212), dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.
Dalam aksinya, mereka mendesak pemerintah dan DPR mencabut RUU HIP yang dinilai sarat dan berbau komunisme. Selain itu, mereka juga meminta aparat keamanan menangkap inisiator RUU HIP karena wacana dalam RUU HIP dinilai merupakan tindakan makar.
Saat melakukan aksi, massa pengunjuk rasa membakar bendera palu arit yang identik dengan simbol komunis. Bendera yang dibakar massa berwarna dasar merah. Ada gambar palu dan arit yang saling menyilang di tengah bendera.
Pembakaran bendera PKI oleh massa diiringi yel-yel turunkan Presiden Joko Widodo. Mereka menilai Jokowi memiliki andil terhadap pembahasan RUU HIP.
Selain membakar bendera palu arit, berdasarkan rekaman video, dalam aksi tersebut massa juga turut membakar bendera PDI-Perjuangan.
Koordinator aksi tolak RUU HIP, Edy Mulyadi mengatakan pihaknya tak pernah merencanakan pembakaran bendera PDIP. Edy mengklaim aksi pembakaran bendera PDIP tersebut karena spontanitas dari massa yang hadir.
“Pembakaran bendera PDIP itu accident, karena saat saya di panggung juga saya bilang kita bakar bendera PKI. Saya cuma menilai sebagai spontanitas aksi massa aja. Jadi tidak dipersiapkan panitia sama sekali,” sebut dia.
Meski demikian, Edy tak mempermasalahkan jika PDIP menempuh jalur hukum karena pembakaran bendera itu. Ia hanya menekankan aksi pembakaran bendera PDIP itu sama sekali tidak direncanakan sejak awal.
“Kalau mau ke jalur hukum terserah itu hak masing-masing, monggo silahkan. Tapi yang perlu digarisbawahi itu accident bukan by design, bukan direncanakan oleh panitia,” tukasnya.
Terkait hal tersebut, Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pijar, Madsanih Manong mengatakan bahwa peristiwa tersebut merupakan ujian kembali untuk pihak kepolisian agar bertindak profesional jelang HUT Ke-74 Korps Bhayangkara 1 Juli 2020 mendatang.
Lebih lanjut Madsanih meminta kepolisian on the track pada UU Nomor 2 Tahun 2002.
“Dan dalam proses penyelidikan dan penyidikan harus benar-benar sesuai dengan SOP Peraturan Kapolri No.6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan,” pungkas Madsanih ditemui di kantornya, Minggu, 28 Juni 2020.
Selain itu, Madsanih juga menyampaikan bahwa kedewasaan partai penguasa, PDIP diuji dalam hal ini.
“Jangan sampai memaksakan apalagi melakukan intervensi ke pihak Polri,” tutup Madsanih. [A Harahap]