Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menanggapi masuknya beberapa e-commerce dalam daftar Notorious Market 2021 yakni Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee.
Berdasarkan informasi di situs resmi Departemen Perdagangan AS, Notorious Market List adalah daftar tahunan yang bertujuan untuk membantu meningkatkan kesadaran publik dan mendorong perusahaan terkait memerangi barang bajakan. Daftar yang dibuat United States Trade Representative (USTR) itu dirilis sepekan lalu dan menjadi perbincangan.
“Kami menyadari tantangan transaksi masa kini yang beralih ke perdagangan online, maka dibentuklah Satgas Kekayaan Intelektual dengan leading sektor DJKI,” ujar Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI sekaligus Kepala Satgas Kekayaan Intelektual Anom Wibowo pada Kamis (24/2), yang dikutip dari hukumonline.com.
Anom menambahkan pihaknya telah melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Tidak hanya itu, pemerintah juga menggandeng Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) dengan menyertakan 5 perusahaan e-commerce besar yakni Bukalapak, Tokopedia, Shopee, Bibli dan Lazada sekitar Oktober 2021 yang lalu.
“Kerjasama ini mensyaratkan agar setiap produk yang diperdagangkan secara online harus sudah memiliki sertifikat kekayaan intelektual. Namun kerjasama ini, kita kembalikan ke idEA dan masing-masing perusahaan e-commerce tersebut untuk berbenah,” lanjut Anom.
Menurut Anom, jika Bukalapak, Tokopedia dan Shopee yang disebutkan dalam Review 2021 USTR dianggap belum konsisten artinya berdasarkan penilaian konsumen lokal maupun global masih menjual produk ilegal. Masyarakat tidak perlu mencap e-commerce tersebut menyediakan barang palsu atau menjual hasil bajakan karena ada divisi yang telah mengawasi produk yang dijual di situs-situs tersebut.
“Kami juga siap membantu memberikan asistensi prosedur pencatatan bagi yang belum terdaftar kekayaan intelektualnya karena perusahaan e-commerce tidak bisa berlindung dengan menyatakan bahwa telah disediakan konten komplain buat konsumen yang merasa dirugikan tetapi tidak secara tegas melarang produk tanpa sertifikat KI,” pungkasnya.
Sebagai informasi, di bawah pimpinan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, DJKI telah membentuk Satuan Tugas Operasi (Satgas Ops) bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait. Tujuan dari pembentukan satgas ini adalah menurunkan angka pelanggaran kekayaan intelektual nasional agar kreativitas anak bangsa senantiasa terlindungi dan manfaat ekonominya dapat dirasakan pemilik haknya.
Bahkan, Satuan Tugas Operasi (Satgas Ops) Penanggulangan Status Priority Watch List (PWL) berhasil meningkatkan penanganan penegakan hukum pelanggaran di Indonesia. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mencatatkan peningkatan ini berkat upaya kerja sama antar instansi yang tergabung dalam satgas.
Pada tahun 2020, Ditjen KI hanya mencatat ada 30 total kasus penegakan hukum dan telah ditangani. Namun pada tahun ini, jumlahnya bertambah 3 kasus per November 2021. Data penutupan website juga terus naik dari 66 di tahun 2019, 148 di 2020, dan per Agustus 2021 sudah mencapai 242 website.
Legal Attache FBI (Federal Bureau of Investigation) John Kim mengapresiasi langkah konkret yang ditunjukkan Indonesia dari pembentukan Satgas Ops ini. Pihaknya mengatakan bahwa upaya-upaya ini perlu dilanjutkan dan ditunjukkan pada Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat (USTR) yang telah meletakkan Indonesia dalam status PWL.
“Menurut saya penting untuk menunjukkan langkah penegakan hukum yang telah dilakukan karena inilah poin penting dalam penetapan status PWL tersebut,” kata Kim sebagaimana dilansir dari website resmi Kementerian Hukum dan HAM, Desember 2021.