PIJAR | JAKARTA – Pada Oktober 2021 lalu, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melakukan revisi terkait besaran imbalan terhadap pengurus lewat Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No.18 Tahun 2021 tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus. Dalam aturan tersebut, fee pengurus mengalami penurunan menjadi maksimal 5,5 persen dari aturan sebelumnya yakni 6 persen.
Kala itu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan bahwa aturan ini diterbitkan untuk memberikan kepastian dan tolok ukur pemberian imbalan jasa bagi kurator dan pengurus guna mendukung perbaikan iklim berusaha yang mengedepankan prinsip perdamaian dan kelangsungan dunia usaha.
Dirjen AHU Kemenkumham Cahyo R Muzhar menyampaikan bahwa revisi fee kurator dan pengurus sudah direncanakan oleh Kemenkumham sejak lama. Salah satu pertimbangannya adalah dari sisi debitor yang mencapai perdamaian dalam upaya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Dia membantah bahwa kebijakan ini dikeluarkan atas dorongan dari pelaku usaha.
Dalam kasus PKPU yang berujung damai, besaran persentase fee pengurus sebelum dilakukan revisi dinilai masih terlalu besar dan memberatkan debitor. Menurut Cahyo, selayaknya debitor tidak dibebani dengan biaya pengurus yang besar saat proses restrukturisasi. Lagi pula di sisi lain, besaran fee pengurus dan kurator yang dikabulkan oleh majelis hakim tidak pernah mencapai angka maksimal sesuai Permenkumham No.2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permenkumham No.11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus.
“Soal fee kurator, itu sudah lama (direncanakan). Jangan bilang karena pelaku usaha terus kebijakan ini dikeluarkan. Selama ini kalau kita turunin aturan, enggak pernah ada yang dikabulkan oleh majelis hakim dengan fee yang tinggi, dan kurator atau pengurus juga menerima dengan fee yang tidak terlalu tinggi, jadi tidak masalah kalau diturunkan. Ini bagaimana caranya supaya kalau dalam PKPU fee-nya jangan sampai tinggi, karena kalau perusahaan terselamatkan lewat restructuring tidak boleh terbebani dengan biaya pengurus,” kata Cahyo dikutip dari hukumonline.com.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Jimmy Simanjuntak. Saat diwawancarai oleh Hukumonline, Minggu (20/2), Jimmy mengatakan bahwa pada praktiknya fee pengurus yang ditetapkan oleh majelis hakim hampir tidak pernah mencapai angka maksimal sesuai aturan yang berlaku.
“Dalam praktiknya sangat jarang sekali fee pengurus dikabulkan maksimal sebesar 5,5 persen,” kata Jimmy.
Dalam mayoritas penanganan perkara PKPU, rentang fee yang diterima pengurus berada pada angka rentang 1 – 4 persen dari total utang. Semakin besar total utang dalam perkara PKPU yang ditangani, semakin kecil persenan fee yang akan diterima pengurus.
“1-4 persen bergantung jumlah utang. Misal utang Rp10 triliun kalau dikali 4 persen itu besar, dibandingkan dengan PKPU yang berakhir damai dengan besara utang Rp100 miliar. Kalau sama equal treatment utang Rp100 miliar dangan Rp 10 triliun itu enggak cocok. Utang Rp1 miliar setelah di-homologasi dikasih 1 persen itu Rp1 m, kalau utang Rp10 triliun dikali 1 persen bisa dapat Rp10 miliar,” jelas Jimmy.
Lalu bagaimana dengan fee kurator? Jimmy menjelaskan bahwa Kemenkumham tidak melakukan revisi terhadap besaran fee kurator. Fee kurator dihitung berdasarkan nilai penjualan aset pailit dengan angka yang pasti. Hakim pun biasanya mengabulkan besaran fee kurator sesuai dengan aturan yang ada.
“Kalau pailit itu angkanya lebih fiks (pasti). Itu yang saya dengar sering dikabulkan oleh majelis hakim (sesuai aturan),” tandasnya.
Permenkumham 18/2021 menjelaskan besarnya Imbalan Jasa bagi Kurator ditentukan sebagai berikut: a. dalam hal kepailitan berakhir dengan perdamaian, Imbalan Jasa dihitung dari persentase nilai utang yang harus dibayar oleh Debitor; b. dalam hal kepailitan berakhir dengan pemberesan, Imbalan Jasa dihitung dari persentase nilai hasil pemberesan harta pailit di luar utang; atau c. dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali, besarnya Imbalan Jasa dibebankan kepada pemohon pernyataan pailit atau pemohon dan Debitor yang besarannya ditetapkan oleh majelis Hakim.
Untuk perkara kepailitan yang berakhir dengan perdamaian, nilai utang sampai dengan Rp5 miliar akan dikenakan fee sebesar 5 persen, untuk utang diatas Rp50 miliar sampai Rp250 miliar fee pengurus dikenakan sebesar 3 persen, utang diatas Rp250 miliar hingga Rp500 miliar ditetapkan fee sebesar 2 persen, sementara untuk utang di atas Rp500 miliar ditetapkan fee sebesar Rp15 miliar dan utang diatas Rp1 triliun ditetapkan fee sebesar Rp20 miliar.
Bila tidak terjadi kesepakatan antara Debitor dengan pengurus maka Imbalan Jasa bagi pengurus ditetapkan oleh majelis hakim dengan ketentuan paling banyak 7 persen dari nilai utang yang harus dibayarkan. Dengan rincian; utang sampai dengan Rp50 miliar dikenakan fee sebesar 7 persen, nilai utang Rp 50 miliar hingga Rp250 miliar dikenakan fee sebesar 5 persen, untuk nilai utang sebesar Rp250 miliar hingga Rp500 miliar ditetapkan fee sebesar 3 persen, nilai utang diatas Rp500 miliar ditetapkan fee senilai Rp25 miliar dan nilai utang di atas Rp1 triliun ditetapkan fee sebesar Rp30 miliar.