SAHABAT USAMAH BIN ZAID

Oleh : Ustadz Ahmad Umar Hasan S.Ag

Sahabat Usamah adalah sahabat yang menjadi pemimpin sebagaimana ayahnya yaitu Zaid bin haritsah mereka dianggap tidak pantas dan layak memegang jabatan karna ayahnya sahabat usama adalah seorang mantan budak ,Persoalan yang timbul dari makna tekstual dari hadis ini adalah, “apakah Nabi Muhammad mengkritik orang yang tidak setuju dengan kepempinan Sayyidina Usamah hanya karena Nabi Muhammad SAW punya kedekatan dengan usamah?” bukankah itu berarti Nabi Muhammad saw memutuskan sesuatu dengan sentimen pribadi? Bukankah itu pula tindakan Nabi Muhammad ini bisa dikatakan sebagai tindakan Nepotisme. Nepotisme dalam KBBI: Kencenderungan untuk mengutamakan/menguntungkan sanak saudara atau karib kerabat, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah.

Sabda beliau, “Demi Allah, dia sangat layak memegang kendali kepemimpinan. Dan sungguh ayahnya  yaitu Zaid bin Haritsah adalah sebagian orang yang paling kucintai. Dan dia Usamah bin Zaid juga sebagian orang yang paling aku cintai sepeninggalannya.” Dengan sabda ini beliau sangat mencintai Usamah dan Zaid, bahwa Nabi Muhammad  SAW tidak memerdulikan setiap kritik yang diarahkan kepada sahabat Usamah dan ayahnya bahwa keluarga mereka adalah mantan budak dan tidak layak untuk menjadi pemimpin . Dari sini, seorang imam wajib memilih seseorang yang paling cakap ilmu dan kerjanya. Jangan sampai ia mengangkat seseorang untuk suatu kaum yang di dalamnya terdapat seorang yang lebih baik darinya. Jika imam melakukan itu, meskipun yang diangkat adalah orang paling dekat dengannya berarti ia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya dan kaum muslimin.

Padahal sangat jelas sekali bahwa ia sangat layak memangku jabatan itu dan ia juga berhak mendapatkannya, sehingga celaan mereka tersebut tidak berdasar. Karenanya tiada tempat untuk celaan terhadap kepemimpinan dari anak mantan hamba sahaya ( budak )

Dikatakan bahwa mereka mencela itu karena status sahabat Usamah sebagai anak mantan budak. Dikatakan pula bahwa yang mencela itu adalah orang-orang yang sudah dicap sebagai kaum munafik. Namun pendapat itu perlu ditinjau ulang, karena termasuk di antara para pencela itu adalah Ayyasy bin Rubi’ah Al-Makhzumi. Ia termasuk orang yang memeluk islam pada saat penaklukan kota Mekkah dan salah seorang sahabat yang mulia. Jadi, sabda beliau ini ditujukan kepada siapa pun yang mencela secara umum, baik pencela itu bersatu untuk mencela keduanya yaitu Usamah dan Zaid

Pendapat Para Ulama

Selain kisah sahabat Usama R.A juga kisah sayyidina Umar R.A sayyidina Umar R.A yang memecat Sa’ad meski sebenarnya Sa’ad bersih dari celaan dan layak menjadi pemimpin  yang ditunjukan kepadanya oleh penduduk Kufah. Sedangkan Muhallab menjawab, “Sesungguhnya Sayyidina Umar R.A mengetahui dari ketidakadaan Sa’ad Maksudnya, sebab pemecatan itu karena ada kemungkinan celaan itu benar.karna sayyidina Umar R.A memecat Sa’ad karna khawatir beliau mengambil keputusan yang salah karna mengangkat Sa’ad menjadi pemimpin .

Ulama berpendapat . “Pendapat sayyidina Umar R. A adalah menepuh kerusakan yang paling ringan. Dan Sayyidina Umar R.A  berkata dalam wasiatnya, ‘Aku tidak memecatnya karena kelemahan dirinya dan tidak pula karena khianat.”

Sementara Ibnu Al Manayyar berkata, “Nabi Muhammad SAW memastikan akhir yang baik dalam pemerintahan Usamah. Sehingga beliau tidak peduli dengan celaan sebagian orang. Sedangkan Sayyidina Umar R.A  menempuh cara hati-hati karena tidak bisa memastikan seperti halnya Nabi Muhammad SAW.” Imam Bukhari menyebutkan hadis Ibnu Umar tentang pengutusan Usamah. Penjelasannya sudah dipaparkan pada bagian akhir kisah wafatnya Nabi Muhammad SAW dalam pembahasan tentang peperangan., kalimat ini maksudnya, jika kamu mencelanya dalam hal ini maka akan beritahukan bahwa kamu juga telah mencela hal serupa pada bapaknya sebelumnya. Makna selengkapnya, apabila kamu mencela pemerintahannya maka sungguh kamu berdosa karena hal itu, karena celaan kamu tidak benar sebagaimana dahulu kamu mencela pemerintahan bapaknya yang dianggap tidak layak dalam memimpin, padahal pemerintahan tersebut baik, bahkan dia berhak atas hal itu. Celaan kamu ini tidak memiliki landasan. Dengan demikian, celaan kamu terhadap anaknya tidak perlu dijadikan patokan.

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwasanya kita tidak boleh mencela pemimpin, sesuai dengan sabda nabi Muhammad  SAW melarang para sahabat untuk mengeritik sahabat usama karna ayahnya mantan hamba sahaya ( budak )” Maksud dari kata tersebut adalah jika kalian mencelanya maka aku beritahukan kepada kalian bahwa kalian juga telah mencela ayahnya. Dengan kata lain, jika kalian mencelanya maka kalian telah berbuat dosa, karena celaan kalian itu tidak benar, sebagaimana kalian mencela kepemimpinan ayahnya. Padahal sangat jelas sekali bahwa ia sangat layak memangku jabatan itu dan ia juga berhak mendapatkannya, sehingga celaan kalian tersebut tidak berdasar.

Berdasarkan pada penjelasan para ulama mengenai hadis ini juga dapat disimpulkan bahwa tuduhan Nabi Muhammad SAW melakukan tindakan nepotisme adalah tidak benar. Karena kritikan Nabi Muhammad SAW kepada pihak yang tidak setuju tidak hanya didasarkan oleh rasa cinta, tetapi juga karena ketidak setujuan itu tidak terbukti dan tidak benar. bahkan jika dicermati lebih mendalam, justru Nabi Muhammad saw menegakkan keadilan untuk semua kalangan. Sebab, salah satu alasan kenapa ada pihak yang tidak setuju dengan kepemimpinan Usamah dan ayahnya, Zaid, adalah karena mereka dulunya berstatus budak. Sehingga pembelaan Nabi Muhammmad SAW adalah manifestasi keadilan yang menyeluruh dan penentangan sistem kelas dan derejat dalam masyarakat Islam yang mana semua kembali kepada ajaran baginda Rosul SAW yang selalu mengedapankan dan mementingkan akhlak atau hubungan sesama manusia.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *