PIJAR-JAKARTA – Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LHKP PP Muhammadiyah) menilai putusan PN Jakarta Pusat yang menunda pemilu 2024 bertentangan dengan konstitusi. LHKP PP Muhammadiyah juga meyakini putusan perdata No.757/pdt.G/2022/PN/Jkt.Pst itu melampaui wewenang. LHKP PP Muhammadiyah merujuk UUD 1945 Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang mengatur periode pemilu setiap lima tahun sekali. Pernyataan ini tertulis dalam rilis pers yang diterima Hukumonline.
Ridho Al-Hamdi, Ketua LHKP PP Muhammadiyah mengkonfirmasi rilis pers yang diterima Hukumonline. “KPU RI sudah di jalur yang tepat. Amar putusan PN Jakarta Pusat ya dibalas dengan jalur hukum juga,” kata Ridho. Ia membenarkan dukungan Muhammadiyah agar KPU RI mengajukan upaya hukum banding.
Pakar Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini mengatakan upaya hukum banding diperlukan juga untuk meluruskan hoaks yang beredar di publik. “Masyarakat di bawah nggak paham kan, mereka kira putusan PN Jakarta Pusat itu benar, Pemilu 2024 nggak jadi,” kata Ridho.
Ada lima isi sikap LHKP PP Muhammadiyah dalam rilis pers yang disebarluaskan. Pertama, segala upaya untuk menunda Pemilu Serentak 2024 adalah bertentangan dengan Konstitusi Republik Indonesia (UUD 1945). Karena itu, putusan PN Jakarta Pusat telah cacat hukum.
Kedua, mendukung upaya banding yang dilakukan oleh KPU RI dan tetap melaksanakan Pemilu Serentak 2024 sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Namun demikian, KPU dan Bawaslu harus menjaga integritas dan transparansi agar pemilu berjalan secara jujur dan adil (Jurdil).
Ketiga, mengimbau para elite dan tokoh bangsa untuk secara bersama-sama mensukseskan terselenggaranya Pemilu Serentak 2024 sesuai jadwal yang telah ditetapkan serta tidak lagi membuat kegaduhan dengan pernyataan penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan demi sehatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia.
Keempat, mengajak warga Muhammadiyah dan semua lapisan masyarakat untuk tetap optimis atas terselenggaranya Pemilu Serentak 2024 serta secara aktif ikut berpartisipasi dalam mengawasi setiap tahapannya.
Kelima, menghimbau semua masyarakat untuk menjadi pemilih aktif dan kritis serta tidak mudah terprovokasi atas informasi yang tidak valid (hoaks).
Perlu diingat pemicu kontroversi soal penundaan Pemilu 2024 adalah salah satu isi putusan perdata No.757/pdt.G/2022/PN/Jkt.Pst. Putusan ini menjatuhkan sifat serta merta untuk eksekusi dengan salah satu isinya menghukum KPU RI menunda pemilu selama 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Sudah Tepat
Titi Anggraini, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan pakar Hukum Pemilu Universitas Indonesia menilai sikap LHKP PP Muhammadiyah sudah tepat. “Sudah semestinya KPU mengajukan banding. Itu menyangkut kredibilitas mereka,” kata Titi.
Titi melihat KPU harus sangat serius menyiapkan tim hukum untuk meluruskan kesalahan PN Jakarta Pusat. Hal itu karena isi putusan perdata No.757/pdt.G/2022/PN/Jkt.Pst jelas menentang konstitusi. “Saya rasa perlu tim hukum yang fokus dan berkapasitas baik. Bisa melibatkan Jaksa Pengacara Negara kalau ada kendala anggaran,” kata Titi.
Isi putusan perdata No.757/pdt.G/2022/PN/Jkt.Pst PN Jakarta Pusat dianggap Titi akan mengacaukan tatanan hukum negara jika dieksekusi. Oleh karena itu, putusan ini harus ditanggapi serius.
Titi mengakui bahwa secara konsep dan teori putusan PN Jakarta Pusat tidak mungkin dibenarkan eksekusinya. Hanya saja, lebih baik tetap menempuh uoaya hukum sesuai prosedur. “Jika dibiarkan akan terus menimbulkan kontroversi. Ikuti saja prosedur sesuai regulasi,” kata dia.
Terakhir, ia mengingatkan KPU untuk lebih serius menyelenggarakan tahapan pemilu serta transparan terkait dinamika perkara yang dihadapi KPU RI. Publik akan lebih mudah mengawal dan mendukung KPU jika lebih transparan dan profesional.