Tolak Pengesahan Perppu Cipta Kerja, Serikat Buruh Akan Gelar 4 Kegiatan

PIJAR-JAKARTA – Kendati sudah disepakati di tingkat Badan Legislasi (Baleg) bersama pemerintah, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja belum diboyong dalam rapat paripurna. Secara konstitusional, Perppu 2/2022 belum mendapat persetujuan dari DPR, karena belum resmi disetujui dalam forum tertinggi paripurna.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, mencatat rencana pengesahan Perppu dalam sidang paripurna akan dilakukan setelah pembukaan masa sidang, 14 Maret 202 mendatang3. Serikat buruh bersama organisasi masyarakat sipil lainnya tetap konsisten menolak Perppu Cipta Kerja. Nah, sebagai upaya mewujudkan hal tersebut akan dilakukan sedikitnya melalui 4 kegiatan.

Pertama, perwakilan serikat buruh bakal melakukan longmarch dari Bandung dan pelabuhan Merak menuju Jakarta. Kegiatan itu akan melewati berbagai kota industri dan disambut ribuan buruh yang mengiringi peserta longmarch. Kedua, akan membentangkan kain putih untuk mengumpulkan tandatangan dari kalangan buruh dan masyarakat yang mendukung penolakan Perppu.

Kain putih itu nantinya akan ditempatkan di berbagai kota dan kawasan industri. Ketiga, menyampaikan 1 juta kartu petisi kelas pekerja dan rakyat yang akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR. Keempat, serikat buruh dan organisasi masyarakat sipil akan menggelar demonstrasi besar menolak Perppu Cipta Kerja di depan gedung MPR/DPR, Selasa (14/03/2023).

“Kalau salah satu dari 4 kegiatan itu tidak diindahkan Pemerintah dan DPR untuk membatalkan pengesahan Perppu Cipta Kerja kami akan siapkan mogok nasional,” kata Iqbal dalam konferensi pers, Rabu (01/03/2023).

Selain menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja, Iqbal mengatakan beberapa isu juga diusung dalam 4 kegiatan tersebut. Seperti mendesak percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan menyoroti sejumlah isu dalam RUU Kesehatan. Beberapa ketentuan RUU Kesehatan yang disorot KSPI dan Partai Buruh misalnya menolak lebih dari satu organisasi untuk organisasi profesi kedokteran.

Pria yang juga mengemban jabatan Ketua Umum Partai Buruh itu menilai, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) harus menjadi organisasi tunggal profesi kedokteran. Pasalnya, bidang yang digeluti ini menyangkut kesehatan dan keselamatan masyarakat. Berbeda dengan organisasi profesi lainnya yang tidak berkaitan langsung dengan keselamatan atau nyawa manusia.

Hal lain yang disorot mengenai penempatan BPJS di bawah Menteri. Iqbal berpendapat itu berbahaya karena BPJS mengelola dana publik atau wali amanah sehingga badan hukum BPJS bentuknya badan hukum publik atau trust fund body, bukan perusahaan atau BUMN. “BPJS harus bertanggungjawab langsung kepada Presiden,” tegasnya.

Sebelumnya, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dari unsur organisasi pemberi kerja Prof Soeprayitno, mengingatkan UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memandatkan penyelenggaraan jaminan sosial berlandaskan pada 3 asas. Yakni kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Serta 9 prinsip meliputi gotong royong, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial (DJS) digunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta.

Tapi rumusan aturan dalam draf RUU Kesehatan yang mengubah sebagian pasal UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU 24/2011 dinilai bertentangan dengan asas dan prinsip tersebut. RUU Kesehatan menempatkan BPJS berada di bawah Kementerian, berbeda dengan saat ini dimana BPJS bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Panitia seleksi untuk memilih dan menetapkan anggota Dewan Pengawas (Dewas) dan anggota Direksi BPJS dilakukan oleh Menteri, bukan lagi diusulkan oleh DJSN kepada Presiden.

“Jika seperti itu maka Kementerian membonsai BPJS, memposisikan sama seperti BUMN. Menteri menentukan siapa Dewas dan Direksi, hal tersebut jauh dari independensi dan ini merupakan pelanggaran sistemik,” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Selasa (28/02/2023) kemarin.

Ketimbang merevisi UU 40/2004 dan UU 24/2011 melalui metode omnibus law dalam RUU Kesehatan, Prof Soeprayitno mengusulkan lebih baik menyempurnakan kedua UU tersebut. RUU Kesehatan lebih baik fokus mengurusi bidang kesehatan yang menjadi pekerjaan rumah Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Seperti soal tenaga kesehatan, dokter spesialis untuk di luar pulau Jawa.

“Apindo mendesak UU SJSN dan UU BPJS dikeluarkan dari RUU Kesehatan,” usulnya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *