Perppu Cipta Kerja Belum Banyak Mengubah Substansi UU Migas

PIJAR-JAKARTA – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagian isinya mengubah ketentuan yang tercantum dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Beberapa diantaranya meliputi klaster Ketenagakerjaan dan Lingkungan Hidup. Perubahan ketentuan itu perlu dicermati kalangan dunia usaha misalnya industri minyak dan gas bumi.

Executive Director Indonesia Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong, mengatakan sebelum UU 11/2020 terbit, asosiasi yang dipimpinnya sudah memberi masukan kepada pemerintah. Tapi ternyata, isi UU 11/2020 belum sesuai harapan kalangan industri minyak dan gas (migas) di Indonesia.

Marjolijn berharap terbitnya Perppu 2/2022 yang menggantikan UU 11/2020 dapat membenahi persoalan yang ada. Dengan demikian, setidaknya dapat mendorong perbaikan di sektor migas di tanah air. “Sebagaimana yang dikatakan Menkeu bahwa ini (Perppu Cipta Kerja,-red) membantu kepastian berusaha, mari kita diskusikan ini agar dampaknya lebih baik,” katanya dalam diskusi yang diselenggarakan Hukumonline bertema ‘Implikasi Perppu Cipta Kerja Pada Industri Minyak Bumi di Indonesia’, Selasa (28/02/2023).

Di tempat yang sama, Chief Operating Officer hukumonline Jan Ramos Budaya Pandia, berpendapat Perppu 2/2022 memberikan dampak terhadap industri di sektor migas. Melalui forum diskusi ini diharapkan dapat memberi pemahaman serta dapat melahirkan rekomendasi kepada pemerintah.

“Kami selama 22 tahun tak hanya memberikan layanan, tapi juga tools dan platform agar sektor migas comply di sektor regulasi,” ujarnya.

Ramos menjelaskan, saat ini Hukumonline telah menjalin kerjasama dengan Sekretariat Negara (Setneg) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Melalui kerjasama itu, Hukumonline dapat membuat intisari peraturan yang ingin diundangkan. Serta dapat disampaikan kepada pelanggan Hukumonline dalam rangka mendapatkan umpan balik atau masukan dari perusahaan.

Chairman Regulatory Affairs Commitee IPA Ali Nasir, mencatat terbitnya UU 11/2020 direspon positif oleh kalangan pelaku usaha. Sebab tujuan beleid ini menyederhanakan perizinan dan memperbaiki kemudahan berusaha alias Ease of Doing Business (EoDB). Tapi usia UU 11/2020 tak berumur panjang karena MK memutus UU tersebut Inkonstitusional Bersyarat  akibat uji formil. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan MK dalam putusan No.91/PUU-XVIII/2020 antara lain kurangnya partisipasi masyarakat secara bermakna.

“Kami dari API memang diminta masukan oleh pemerintah (untuk RUU Cipta Kerja,-red), tapi hanya didengarkan saja, bukan mengakomodasi apa yang kami harapkan,” urainya.

Menyikapi putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020, pemerintah mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu 2/2022. Menurut Ali, Perppu 2/2022 dicermati investor karena yang diinginkan adalah kepastian hukum. Apalagi posisi Perppu 2/2022 saat ini bakal di bawa dalam rapat paripurna di DPR untuk disetujui atau ditolak.

Ali melihat tidak adanya perubahan terhadap UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang substansial dalam Perppu No.2 Tahun 2022. Sekalipun ada, hanya perubahan soal perbaikan diksi. IPA berharap melalui Perppu pemerintah bisa membenahi tata kelola industri migas misalnya perbaikan fiskal, kepastian hukum yang semakin kuat, kepastian lembaga SKK Migas dan lainnya.

Chairman ESC IPA Pipi Pujiani, mengatakan UU 11/2020 belum memberikan kemudahan dan penyederhanaan proses perizinan sebagaimana harapan. Misalnya untuk mendapatkan persetujuan lingkungan sebagai ganti dari perizinan lingkungan ternyata tidak mudah. Proses yang harus dilalui untuk mendapatkan persetujuan lingkungan sangat banyak.

“Setidaknya harus melewati 40 meja untuk mendapat persetujuan lingkungan,” paparnya.

Tak banyak mengubah UU Cipta Kerja

Co-Managing Partner Soemandipraja & Taher Law Firm, Ardian Deny Sidharta, mencatat secara umum perubahan yang dilakukan Perppu 2/2022 didominasi soal perbaikan istilah. Misalnya dalam UU 11/2020 disebut ‘pemerintah’ kemudian Perppu 2/2022 menegaskan ‘pemerintah pusat atau daerah’. Kemudian membenahi kesalahan penulisan atau typo.

“Kesimpulan sementara kami, Perppu No.2 Tahun 2022 tidak banyak mengubah UU No.11 Tahun 2020 karena memang ini proses terbitnya (Perppu,-red) cepat sekali,” imbuhnya.

Kendati tidak ada perubahan signifikan, tapi Deny mengingatkan tidak berarti pelaksanaannya di lapangan bukan tanpa tantangan. Apalagi kegiatan industri migas berada di daerah terpencil. Misalnya,dari regulasi tersebut kemudian ada perbedaan pandangan dari pemerintah daerah dalam implementasinya.

Senior Associate Soemadipraja & Taher Law Firm Dimas Koencoro Noegroho, menambahkan di sektor ketenagakerjaan ada 2 hal penting yang diubah melalui Perppu 2/2022. Pertama, mengenai praktik alih daya. Kedua, rumus atau formula dalam menetapkan upah minimum yang dilakukan pemerintah. Dampaknya nanti antara lain ada revisi terhadap peraturan pelaksana terkait antara lain PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

Dimas yang juga menjabat Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Himpunan Konsultan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia itu menerangkan, Perppu 2/2022 menegaskan peraturan pelaksana UU 11/2020 masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Perppu. Norma tersebut tertuang dalam Pasal 184 huruf b Perppu 2/2022.

“Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Perppu 2/2022 ini,” pungkasnya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *