PIJAR-JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan perilaku para penagih utang atau debt collector harus menjadi tanggung jawab dari pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) yang memperkerjakan mereka.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi di Jakarta, Senin (27/2), merespons kasus debt collector yang memaksa mengambil kendaraan milik seorang pesohor dan membentak aparat kepolisian.
“Dalam perlindungan konsumen, tentu isu perilaku dari debt collector, lagi-lagi perilaku market conduct adalah merupakan tanggung jawab dari PUJK itu sendiri,” kata Friderica.
Menurut Friderica, OJK sudah mengatur ketentuan kegiatan penagihan kepada konsumen dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan OJK (POJK) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat.
“PUJK bertanggung jawab terhadap kerugian konsumen yang dilakukan direksi, karyawan, maupun pihak ketiga yang mewakili kepentingan PUJK,” kata Friderica merujuk pasal dalam POJK tersebut.
Pasal 7 ayat (1) POJK Nomor 6 Tahun 2022 menyatakan, PUJK wajib mencegah Direksi, Dewan Komisaris, Pegawai, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK dari perilaku: a. memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain; dan/atau b. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, yang berakibat merugikan Konsumen. (2) PUJK wajib memiliki dan menerapkan kode etik Perlindungan Konsumen dan Masyarakat yang telah ditetapkan oleh masing-masing PUJK.
Sedangkan Pasal 8 menyatakan, (1) PUJK wajib bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul akibat kesalahan, kelalaian, dan/atau perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, Pegawai, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK.
(2) Dalam hal PUJK dapat membuktikan bahwa terdapat keterlibatan, kesalahan, kelalaian dan/atau perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh Konsumen, PUJK tidak bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul.
(3) Bentuk tanggung jawab atas kerugian Konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disepakati oleh Konsumen dan PUJK. (4) Tindak lanjut Otoritas Jasa Keuangan dalam proses pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penyelenggaraan layanan Konsumen.
Frederica mengatakan masyarakat juga dapat melaporkan kepada OJK terkait PUJK yang memperkerjakan para debt collector yang menagih utang dengan menyalahi ketentuan hukum apalagi menggunakan kekerasan.
Sejalan dengan itu, masyarakat juga dapat melaporkan para debt collector tersebut ke kepolisian jika menerima perbuatan tidak menyenangkan seperti memaksa, merampas, dan lainnya yang menyalahi peraturan yang berlaku.
Meski demikian, Friderica mengimbau masyarakat agar tetap memenuhi kewajibannya terhadap PUJK jika sudah menyetujui kesepakatan kerja sama dalam bentuk apapun termasuk peminjaman dana.
Menurut Friderica, OJK sudah mengatur ketentuan kegiatan penagihan kepada konsumen dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan OJK (POJK) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat.
“PUJK bertanggung jawab terhadap kerugian konsumen yang dilakukan direksi, karyawan, maupun pihak ketiga yang mewakili kepentingan PUJK,” kata Friderica merujuk pasal dalam POJK tersebut.
Pasal 7 ayat (1) POJK Nomor 6 Tahun 2022 menyatakan, PUJK wajib mencegah Direksi, Dewan Komisaris, Pegawai, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK dari perilaku: a. memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain; dan/atau b. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, yang berakibat merugikan Konsumen. (2) PUJK wajib memiliki dan menerapkan kode etik Perlindungan Konsumen dan Masyarakat yang telah ditetapkan oleh masing-masing PUJK.
Sedangkan Pasal 8 menyatakan, (1) PUJK wajib bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul akibat kesalahan, kelalaian, dan/atau perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, Pegawai, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK.
(2) Dalam hal PUJK dapat membuktikan bahwa terdapat keterlibatan, kesalahan, kelalaian dan/atau perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh Konsumen, PUJK tidak bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul.
(3) Bentuk tanggung jawab atas kerugian Konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disepakati oleh Konsumen dan PUJK. (4) Tindak lanjut Otoritas Jasa Keuangan dalam proses pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penyelenggaraan layanan Konsumen.
Frederica mengatakan masyarakat juga dapat melaporkan kepada OJK terkait PUJK yang memperkerjakan para debt collector yang menagih utang dengan menyalahi ketentuan hukum apalagi menggunakan kekerasan.
Sejalan dengan itu, masyarakat juga dapat melaporkan para debt collector tersebut ke kepolisian jika menerima perbuatan tidak menyenangkan seperti memaksa, merampas, dan lainnya yang menyalahi peraturan yang berlaku.
Meski demikian, Friderica mengimbau masyarakat agar tetap memenuhi kewajibannya terhadap PUJK jika sudah menyetujui kesepakatan kerja sama dalam bentuk apapun termasuk peminjaman dana.
“Namun seperti kami sampaikan, OJK akan melihat secara objektif kami juga mengingatkan kepada konsumen agar tidak hanya mengerti soal haknya, tapi juga kewajibannya, karena hal ini tidak hanya berhenti satu kasus saja, karena konsumen juga memiliki catatan kreditnya, (jika tidak memenuhi kewajiban), nanti ke depan juga akan sulit,” kata dia.
Beberapa waktu lalu, viral di media sosial tentang debt collectoryang menarik paksa mobil milik selebgram Clara Shinta yang ternyata diam-diam digadaikan oleh mantan suaminya lalu menunggak cicilan.
Meski telah dilaporkan Clara ke pihak kepolisian, oknum debt collector tersebut masih bersikap arogan dan berani membentak anggota polisi.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Muhammad Fadil Imran merasa geram pada aksi semena-mena para penagih utang (debt collector) seperti membentak dan memaki kepada anggotanya saat menjalankan tugas di Jakarta.
“Darah saya mendidih, ketika lihat anggota dimaki-maki. Enggak ada lagi tempatnya, preman di Jakarta,” kata Fadil dalam unggahan video Instagram pribadinya, di Jakarta, seperti dilihat di Jakarta, Rabu (22/2).
Beberapa waktu lalu, viral di media sosial tentang debt collectoryang menarik paksa mobil milik selebgram Clara Shinta yang ternyata diam-diam digadaikan oleh mantan suaminya lalu menunggak cicilan.
Meski telah dilaporkan Clara ke pihak kepolisian, oknum debt collector tersebut masih bersikap arogan dan berani membentak anggota polisi.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Muhammad Fadil Imran merasa geram pada aksi semena-mena para penagih utang (debt collector) seperti membentak dan memaki kepada anggotanya saat menjalankan tugas di Jakarta.
“Darah saya mendidih, ketika lihat anggota dimaki-maki. Enggak ada lagi tempatnya, preman di Jakarta,” kata Fadil dalam unggahan video Instagram pribadinya, di Jakarta, seperti dilihat di Jakarta, Rabu (22/2).
Fadil juga meminta kepada jajarannya agar mereka ditindak tegas, sehingga ke depannya dapat dipastikan tidak ada lagi yang menggunakan kekerasan dalam pekerjaannya.
Lapor Polisi
Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito mengimbau konsumen untuk melapor ke polisi jika debt collector melakukan tindakan-tindakan yang melampaui batas dan melanggar hukum, termasuk memberikan ancaman.
“Jika ada debt collector yang melampaui batas dan melanggar hukum, konsumen bisa melaporkan ke polisi, terlebih jika debt collector melakukan pengancaman, pencemaran nama baik, dan sebagainya,” kata Sarjito kepada Antara di Jakarta, Senin (27/2).
Sarjito menjelaskan bahwa ada tiga hal yang tak boleh dilakukan oleh debt collector saat melakukan proses penagihan, yaitu menggunakan cara ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan, dan memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal.
Jika hal tersebut dilakukan, menurut Sarjito, debt collector dapat dikenakan sanksi pidana, sementara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang menggunakan jasa debt collector tersebut dikenakan sanksi administratif oleh OJK.
Di samping itu, Sarjito juga mengimbau konsumen untuk taat terhadap isi kontrak dan menghindari wanprestasi atau lalai memenuhi janji, guna terhindar dari debt collector. Menurut dia, konsumen harus bijak, berkomitmen, dan bertanggung jawab.
“Baca kontraknya dan penuhi kontraknya dengan baik,” katanya.
Kemudian, Sarjito menambahkan bahwa jika didatangi oleh debt collector, konsumen berhak melihat kartu identitas, sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti dokumen debitur wanprestasi, dan salinan sertifikat jaminan fidusia dari debt collector.
Hal tersebut mengacu pada POJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. “Seluruh dokumen itu wajib dibawa oleh debt collector saat menagih hutang, karena untuk memperkuat aspek legalitas hukum dalam proses penagihan pinjaman sehingga mencegah terjadinya dispute,” ujar Sarjito.