Menakar Sanksi Berat ‘Pengadil’ Bila Terbukti Korupsi

PIJAR-JAKARTA – Proses hukum terhadap hakim agung yang ditengarai terlibat dalam tindak pidana korupsi dalam penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) mulai digelar. Sudrajat Dimyati dan Gazalba Saleh, merupakan hakim agung yang mesti berurusan dengan hukum. Khusus Sudrajat bersama sejumlah pegawai MA lainnya, persidangannya sudah berproses di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi  (Tipikor) Bandung Jawa Barat. Sanksi hukuman berat menanti para pelaku yang notabene warga aparat penegak hukum.

Dosen hukum pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Trisakti Azmi Syahputra mengatakan, perkara dugaan korupsi yang melibatkan hakim agung non aktif Sudrajat Dimyati dan Gazalba Saleh serta belasan warga di MA menjadi sejarah kelam. Corengan hitam wajah lembaga peradilan tak dapat dipungkiri.

“Karenanya kepada Sudrajat Dimyati  harus diberikan hukum oleh hakim dengan paling berat,” ujarnya melalui keterangannya, Sabtu (25/2/2023).

Hukuman berat berupa pidana penjara seumur hidup sebagai hukuman paling berat bagi aparat penegak hukum yang melakukan tindak pidana korupsi. Apalagi pengadil alias profesi hakim di posisi puncak sebagai hakim agung. Azmi berpendapat, saksi berat terhadap pengadil menjadi peringatan  keras sekaligus yurisprudensi dan rujukan terhadap putusan  hakim ke depannya dalam menghukum penegak hukum yang melanggar kewajiban hukumnya.

“Serta menyalahgunakan jabatannya,” ujarnya.

Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) itu mengatakan, penegakan hukum bagi pelaku, apalagi berstatus hakim agung mesti tegas dan berkualitas agar dapat menjadi instrumen efektif bagi upaya pemulihan nama baik peradilan. Menurutnya, dalam hukum pidana,  terhadap pelaku yang menyalahgunakan jabatan dan kewenangan dapat menjadi alasan pemberatan hukuman.

Dia menilai, nantinya putusan tersebut dapat menjadi momentum bagi dunia peradilan. Termasuk menjadi upaya ‘bersih-bersih’ agar tidak selalu dibayang-bayangi citra buruk akibat ulah oknum ‘pengadil’ lainnya yang mengabaikan fungsi  kemuliannya, sehingga lupa diri dalam menjalankan tugasnya. Apalagi bila berhadapan dengan keadaan untuk memenangkan suuatu perkara.

“Seolah selalu dihantui dengan aroma perilaku ‘suap’, “ ujarnya.

Dia bilang, semestinya hakim fokus dengan kebijaksanaanya dan ketelitian dalam menyelesiakan permasalahan. Termasuk dalam menentukan menang kalahnya suatu perkara dengan melihat posisi  kasus, alat bukti yang bersesuaian dan kajian hukum. Serta keyakinan hakim dari suatu peristiwa hukum, bukan malah terpengaruh dengan ‘tentengan’ atau perbuatan suap.

“Perilaku hakim yang terlibat suap  sudah membuat runtuhya etik hakim, tidak dipercayai masyarakat, karena seolah hakim sudah ikut jadi bagian ‘makelar mafia hukum’ serta merusak wibawa lembaga  hukum itu sendiri,” ujarnya.

Terpisah, Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Miko Susanto Ginting mengatakan persidangan terhadap Sudrajat Dimyati dan sejumlah tersangka lainnya yang notabene pegawai MA sudah mulai berjalan. KY pun menerjunkan tim memantau rangkaian persidangan terkait tindakan tangkap tangan, penetapan tersangka hingga persidangan yang digelar di PN Tipikor Bandung. Tim antara lain terdiri dari Komisioner KY Bidang Pengawasan Perilaku Hakim dan Investigasi, Joko Sasmito beserta dengan Kepala Biro Pengawasan Perilaku Hakim, Mulyadi dan lainnya.

“Pemantauan oleh KY dilakukan untuk semua rangkaian perkara dan tidak terbatas pada terdakwa Hakim Agung Sudrajat Dimyati. Namun juga terhadap perkara dengan terdakwa hakim Yustisial ETP, beberapa staf MA, pemberi suap, dan perantara suap dengan latar belakang profesi advokat,” katanya.

Miko mengatakan, pemantauan di setiap agenda persidangan dilakukan dalam rangka pengumpulan informasi untuk melihat peristiwa secara utuh. Tapi bukan tidak mungkin dari pemantauan nantinya ditemukan informasi-informasi lain yang masuk dalam domain KY untuk ditindaklanjuti. KY amat memahami kemandirian hakim dan peradilan.

Tapi pemantauan KY justru dilakukan untuk mendukung kemandirian hakim, peradilan dan tujuannya bukan semata dalam koridor pengawasan. Bagi Miko, bila terdapat dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, maka akan diteruskan ke jalur pengawasan. Namun, apabila ada dugaan perbuatan merendahkan kehormatan hakim, misalnya berupa intimidasi atau intervensi, maka akan ditindaklanjuti dengan advokasi hakim.

“Proses etik oleh KY terhadap terdakwa hakim (baik hakim agung maupun hakim yustisial, red) masih berjalan seiring dengan persidangan ini. Proses persidangan dan proses etik saling mendukung dan melengkapi,” ujar mantan peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia itu.

Dua mantan hakim agung mangkir

Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan dua mantan hakim agung tak memenuhi panggilan penyidik KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait dugaan suap penanganan perkara di MA. Kedua eks hakim agung itu adalah Andi Samsan Nganro dan Sofyan Sitompul yang masing-masing dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada Rabu (22/2/2023) dan Kamis (23/2/2023).

“Saksi tidak hadir dan informasi yang kami terima hingga saat ini belum ada konfirmasi untuk alasan ketidakhadirannya,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara.

Ali menerangkan, tim penyidik menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap kedua saksi tersebut dengan melayangkan surat panggilan. Namun, Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai kapan pemeriksaan tersebut dijadwalkan. Kedua mantan hakim agung itu diperiksa kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA.

Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan 15 orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Selain Gazalba Saleh, KPK juga menetapkan Edy Wibowo, Prasetio Nugroho, dan Redhy Novarisza sebagai tersangka. Tersangka lainnya adalah Sudrajat Dimyati, Elly Tri Pangestu (ETP), Desy Yustria (DY), Muhajir Habibie (MH), Nurmanto Akmal (NA), dan Albasri (AB). Sementara selaku pemberi suap, KPK menetapkan Yosep Parera (YP), Eko Suparno (ES), Heryanto Tanaka (HT), Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS), dan Wahyudi Hardi (WH) sebagai tersangka.

Khusus Dimyati Sudrajat, penuntut umum dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung menjerat hakim agung non aktif itu dengan Pasal 12 huruf c dan Pasal 11 juncto Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001  juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *