Pasca Perppu Cipta Kerja di Kawasan Industri, Berikut 2 Isu yang Berkembang

PIJAR-JAKARTA – Kota Jababeka merupakan salah satu kawasan industrial terbesar di Asia Tenggara yang dihuni oleh lebih dari dua ribu perusahaan nasional dan perusahaan multinasional. Hadirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau (Perppu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi salah satu perhatian yang menjadi fokus utama pekerja dan pelaku usaha di kawasan industri ini.

“Sebagai salah satu kota industrial terbesar di Asia Tenggara yang dihuni dua ribu perusahaan nasional dan multinasional, apa yang diundangkan dalam Perppu oleh pemerintah akan mempengaruhi industri usaha disini,” kata Robin Riduan selaku Manager Legal and Land Management Jababeka Residence pada sesi diskusi, Kamis (9/2) di President University.

Meski menjadi sektor yang paling berdampak dari keputusan pemerintah dalam menuangkan Perppu Cipta Kerja, Ridwan menyadari penuh bahwa di sisi lain industri usaha haruslah bersiap dengan segala kondisi dan hal-hal diluar kendali yang akan terjadi di masa depan.

“Pada prinsipnya dunia usaha harus selalu siap di segala kondisi yang ada, namun harus ada kewajiban pemerintah dalam hal mensosialisasikan kepada tenaga kerja dan pelaku usaha bahwa Perppu ini memang harus dideklarasikan, jika tidak UU Cipta Kerja akan inkonstitusional,” jelasnya.

Hal yang melandasi diundangkannya Perppu tentang Cipta Kerja adalah adanya keadaan memaksa. Sehingga menurut Robin, di dunia usaha tidak boleh ada kekosongan hukum karena ada perusahaan yang bekerja 24 jam tanpa henti yang melibatkan buruh, sehingga membutuhkan regulasi disana.

Robin menjelaskan setelah diundangkannya Perppu Cipta Kerja, terdapat dua isu yang banyak menjadi pembahasan. Baik pembahasan di lingkup sesama pelaku usaha dan juga di lingkup pekerja itu sendiri.

Isu tersebut adalah pekerja kontrak dapat di kontrak tanpa batas dan isu mengenai uang pesangon serta uang penghargaan masa kerja di hapus dalam Perppu Cipta Kerja.

“Pendapat kami, hal tersebut tidak benar. Karena pelaksanaan PKWT ada jangka waktu. Perppu CK memang tidak mengatur periode waktu PKWT, tetapi mengamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam PP,” jelas Robin.

Mengenai PKWT atau pekerja kontrak, Robin menjelaskan terdapat dua jenis PKWT. Pertama PKWT berdasarkan jangka waktu, yang ditentukan oleh undang-undang maksimal 5 tahun. Kemudian, PKWT berdasarkan selesainya suatu perjanjian tertentu yang jangka waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Lalu, mengenai isu yang kedua yaitu uang pesangon serta uang penghargaan masa kerja yang isunya di hapus dalam Perppu Cipta Kerja sekali lagi dibantah oleh Robin bahwa itu tidak benar.

“Dalam Perppu, tetap memberikan uang pesangon hingga uang penghargaan masa kerja. Adapun besarannya untuk masing-masing alasan PHK diatur dalam PP No. 35 Tahun 2021,” kata dia.

Terlepas dari isu serta kontroversinya, pada saat Perppu tentang Cipta Kerja berlaku, maka semua peraturan pelaksanaan undang-undang yang telah diubah oleh Perppu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Perppu. Serta, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Perppu.

“Isu-isu tadi kami sangat respons. Memang satu dua hal terjadi miskonsepsi, tetapi disini saya selaku bagian dari pelaku usaha mendukung usaha dari pemerintah. Jika terjadi ketidaksepahaman maka ada jalur untuk menyelesaikannya,” imbuhnya.

Pada akhirnya dunia usaha akan membutuhkan Perppu ini, meski terdapat pasal-pasal yang menjadi pertanyaan dan kurang memuaskan namun Robin menyatakan memang tidak semua pasal akan memuaskan semua pihak.

Artikeel di atas diambil dari hukumonline.com

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *