5 Pondasi Penting Kemajuan Desa

PIJAR-JAKARTA – Wacana revisi UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa disuarakan berbagai pihak mulai dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, anggota parlemen dan kepala daerah serta perangkat desa. Bahkan ratusan kepala desa menggelar demonstrasi di depan gedung DPR/MPR menuntut perubahan masa jabatan dari 6 menjadi 9 tahun dalam satu periode.

Wakil Ketua Komisi II DPR, Yanuar Prihatin, menekankan masa depan desa di Indonesia harus diperhatikan secara serius. Setidaknya ada 5 pondasi penting kemajuan desa. Pertama, kepemimpinan, yang dimulai dari kepala dan perangkat desa, lembaga desa dan badan permusyawaratan desa.

“Kalau kepemimpinan desa lemah maka sumber daya sehebat apa pun yang dimiliki desa itu tidak akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” ujarnya dalam diskusi bertema ‘Menimbang Urgensi Revisi UU Desa’, Kamis (02/02/2023) pekan lalu.

Kedua, sumber daya lokal yang ada di desa. Yanuar mengatakan setiap desa memiliki sumber daya lokal yang berbeda. Sumber daya lokal itu penting untuk dimanfaatkan mendorong kemajuan desa. Perlu intervensi pemerintah pusat untuk mendorong perangkat desa memahami potensi dan kemampuan yang ada di desanya.

Ketiga, manajemen pemerintahan dan pembangunan desa. Manajemen pemerintahan itu meliputi cara, teknik, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. Manajemen pemerintahan ini merupakan indikator untuk melihat kemajuan desa. Begitu juga laporan pertanggungjawaban kepala desa secara tertulis. Tidak sedikit yang mengumumkan pertanggungjawaban itu secara tidak rinci.

Pengumuman laporan pertanggungjawaban kepala desa itu menurut Yanuar, berdampak terhadap tingkat kepercayaan warga kepada kepala dan perangkat desa. Persoalan kepercayaan masyarakat ini terkait dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan di wilayah tersebut.

Keempat, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Yanuar berpendapat jika hal tersebut tidak berjalan berarti ada persoalan terkait kualitas kepemimpinan desa.Tapi tak sepenuhnya masalah ini ada di tingkat desa, karena pemerintahan yang ada di atasnya seperti kabupaten/kota dan provinsi serta pemerintah pusat juga ikut bertanggungjawab. Misalnya berapa besar anggaran yang diberikan untuk penguatan terhadap sumber daya lokal.

Kelima, keuangan desa. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu melihat pemerintah desa sangat mengandalkan subsidi atau bantuan dari pemerintah yang berada di atasnya. Mengingat dana dari pemerintah terbatas, maka penting untuk mendorong kualitas kepemimpinan desa untuk serius ditingkatkan karena menjadi kunci kemajuan desa.

Anggota Komisi V DPR, Sadarestuwati, berpendapat UU 6/2014 masih relevan dengan situasi yang berkembang saat ini. Tapi, para pemangku kepentingan harus diposisikan secara tepat karena beleid itu diterbitkan untuk memberikan otoritas kepada desa dalam melakukan pembangunan, dan menata masyarakat.

Sejak awal dana desa dikucurkan, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu sudah mengingatkan kepada kepala desa untuk berhati-hati dalam menggunakannya. Mengelola dana desa tidak mudah karena dibutuhkan manajerial yang baik. Selaras itu, peningkatan kemampuan manajerial kepala desa sangat diperlukan.

“Membuat perencanaan anggaran ini tidak simpel, tidak mudah, walaupun dari Kementerian Desa kemudian merekrut pendamping desa yang notabene boleh dikatakan jauh panggang dari api,” ujarnya.

Sadarestuwati menegaskan UU 6/2014 masih relevan, karena berbagai hal terkait sudah diatur dalam beleid tersebut. Paling penting, semua pemangku kepentingan menjalankan perannya masing-masing secara konsisten. “Kalau masih bisa dijalankan saya kira, belum perlu untuk secepatnya di revisi kecuali yang itu tadi kalau memang apa yang menjadi tuntutan kepala desa itu bisa diterima semuanya, ya memang harus mau tidak mau harus direvisi,” pungkasnya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *