PIJAR-JAKARTA – Junior Partner Bagus Enrico Partners (BEP), Jeany Tabitamenyadari, dari tahun ke tahun, ada perubahan kebutuhan in-house counsel suatu perusahaan akan kantor hukum eksternal. Jika dahulu, external counsel dapat menangani berbagai skala kebutuhan—kecil hingga besar—kini, tugasnya banyak bersinggungan dengan kebutuhan transaksi sifatnya lebih kompleks.
Pada saat ini, external counsel sendiri lebih difungsikan sebagai ‘kepala’ lain—tidak hanya untuk memberikan nasihat hukum tetapi juga memastikan, bahwa perusahaan sudah berada di rute yang benar. Dengan kebutuhan ini, wajar jika saat konsultasi, para in-house counsel sudah datang dengan kerangka, ide maupun konsep yang hampir matang.
“Konsultasi yang terjadi akan lebih ke arah diskusi. Mereka sudah tahu paham dari sudut pandang hukum, lalu tinggal meminta pendapat dari external counsel. Jadi, seluruhnya tidak dimulai dari nol, karena sekarang para in-house counsel sudah banyak punya tim yang kuat dan berpengalaman,” kata Jeany.
Berdasarkan pengalaman Jeany, dirujuknya external counsel oleh in-house counsel terjadi karena riwayat pengalaman yang dimiliki dan publikasi yang dilakukan oleh kantor hukum terkait. Namun, untuk klien lama, Jeany tak menampik, rasa percaya (trust) karena transaksi sebelumnya, juga menjadi faktor yang berpengaruh. Dalam jangka yang lebih panjang, rasa percaya ini dapat berkembang menjadi testimoni positif hingga rekomendasi yang menyebar dari mulu ke mulut. Inilah yang kemudian juga berpotensi melahirkan klien-klien baru.
“Untuk klien lama, juga karena faktor kenyamanan. Biasanya, masing-masing klien memiliki pendekatan dan gaya komunikasi yang berbeda juga. Ada klien yang benar-benar membutuhkan sparing partner, dan yang terjadi, selama konsultasi adalah kita berdiskusi. Ada juga klien yang lebih berat ke pertimbangan bisnis. Satu yang harus ditegaskan, tetap harus pakai rambu-rambu, selama tidak melanggar hukum,” Jeany melanjutkan.
Dari pengalaman-pengalaman tersebut, maka penting bagi sebuah firma hukum untuk meletakkan diri pada sudut pandang in-house counsel. Seorang lawyer, apa pun perannya—harus berani menggunakan ‘sepatu’ klien dan berada di posisi netral. Dengan kata lain, nasihat hukum yang diberikan tidak boleh berat pada aspek hukum saja, tetapi juga harus mengakomodasi pertimbangan bisnis yang dimiliki perusahaan.
Adapun membina hubungan dengan klien adalah satu langkah berkelanjutan yang wajib dilakukan kantor hukum. Dalam hal ini, Jeany lebih sering mengandalkan personal approach. Jeany menilai, personal ini tidak hanya baik untuk membangun hubungan klien yang lebih baik, tetapi juga mampu membekali kantor hukum—terlebih lawyer—dengan insight-insight baru di berbagai industri. Efeknya, kantor hukum jadi dapat ‘meraba’ dan melakukan penyesuaian terhadap industri-industri baru yang sedang naik atau turun.
Menggunakan ‘Sepatu’ Klien
Jeany mengingat, salah satu tantangan yang harus dihadapi ketika memberi layanan kepada in-house counsel adalah sejauh mana kantor hukum mampu menyingkronkan perspektif dan pola pikir. Ada transaksi yang memiliki risiko hukum yang besar, tetapi di sisi lain—ia juga harus mempertimbangkan kebutuhan bisnis klien. Di sinilah, lawyer harus menyesuaikan dan menjaga.
“Proses pergulatan komunikasi untuk memberikan sudut pandang kita itu biasanya cukup sulit. Karena di samping aspek hukum, mereka juga fokus di bisnis. Nah, kalau sudah begini, kami akan mengedukasi klien tentang potensi risikonya, sekaligus merencanakan langkah mitigasi untuk menjaga,” ujar Jeany.
Meski begitu, Jeany menjelaskan, situasi ini terjadi kasus per kasus. Artinya, setiap klien dan transaksi memiliki karakternya masing-masing, sehingga proses penyelesaian transaksi tidak dapat digeneralisasi.
Pada akhir 2022, 54 responden dari kalangan in-house counsel perusahaan terkemuka Indonesia telah menyerahkan rekomendasinya dalam survei Indonesian In-House Counsel Awards 2022 yang digelar Hukumonline. Masing-masing responden, berasal dari berbagai sektor industri, seperti keuangan dan perbankan; e-commerce dan internet; energi dan SDA; F&B; konstruksi dan infrastruktur; media; olahraga dan hiburan; institusi finansial nonperbankan; hingga transportasi.
Terdapat 53 kantor hukum eksternal yang direkomendasikan sebagai mitra perusahaan, baik di bidang litigasi maupun nonlitigasi. BEPmenjadi salah satu kantor hukum yang direkomendasikan. Sejumlah indikator penilaian, yaitu kemampuan bahasa asing yang andal; kedalaman pemahaman dan pengalaman yang relevan; cakupan layanan hukum yang luas; dan kesesuaian kantor hukum dengan kebutuhan.
Selain kantor hukum, Jeany Tabita juga menjadi salah satu lawyer yang ikut direkomendasikan. Beberapa faktor penentu rekomendasi lawyer di antaranya pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, responsif, dan andal; mampu memberikan solusi tepat dan harga kompetitif; serta memahami karakteristik bisnis.
Selama di Bagus Enrico & Partners (BEP), Jeany fokus di bidang financial institution, multifinance, dan perbankan. Ia menjadi saksi perkembangan BEP, dari yang mulanya hanya memiliki enam orang associate, menjadi 30 associate dan lima partner. Selama masa kontribusinya, Jeany juga mendapatkan berbagai pengalaman, tidak hanya dari transaksi, tetapi juga mengikuti perjalanan perubahan regulasi.
Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Bagus Enrico & Partners (BEP).