Proses Perubahan Substansi Ketenagakerjaan dalam Perppu Cipta Kerja

PIJAR-JAKARTA – Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang diundangkan pada, Jum’at (30/12) lalu. Atas diberlakukannya Perppu ini, maka UU Cipta Kerja dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Kepala Biro Hukum Kementerian Ketenagakerjaan, Reni Mursidayanti mengungkapkan bahwa perlu adanya pemahaman terhadap Perppu Cipta Kerja ini secara utuh, agar tidak terjadi kesalahpahaman.

“Penting untuk memahami Perppu Cipta Kerja ini secara utuh, agar tidak terjadi kesalahpahaman. Dalam Perppu, ketentuan mengenai substansi ketenagakerjaan terdapat dalam BAB IV. Perppu Cipta Kerja mengubah, menghapus, dan menetapkan pengaturan baru terhadap beberapa ketentuan yang diatur sebelumnya dalam 4 UU di Ketenagakerjaan,” kata Reni dalam webinar yang dilangsungkan pada Jumat (6/1) lalu.

Terdapat empat UU yang diubah, dihapus, dan ditetapkan terhadap beberapa ketentuan sebelumnya, di antaranya   UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No. 24 Tahun 2021 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Pasal-pasal yang ada dalam UU sepanjang tidak diubah dan dihapus oleh Perppu Cipta Kerja, maka pasal-pasal tersebut tetap berlaku.

“Dari Perppu yang ada, terdapat beberapa pasal mengenai substansi ketenagakerjaan yang dilakukan perubahan,” lanjut Reni.

Berikut perubahan substansi ketenagakerjaan yang dipaparkan oleh Reni, yaitu:

1.      Ketentuan Alih Daya (Pasal 64)

Di dalam UU Cipta Kerja, tidak diatur mengenai pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, sementara Perppu mengatur pembatasan jenis pekerjaan. Perppu Cipta Kerja mengatur alih daya dibatasi hanya dapat dilakukan sebagian pelaksanaan pekerjaan, yang mana hal ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh pemerintah dalam PP.

“Alasan perubahan ini salah satunya adalah untuk memberikan peluang atau kesempatan yang lebih luas bagi pekerja sebagai pekerja tetap atau PKWTT guna melaksanakan pekerjaan yang bersifat tetap. Di sisi lain adanya pembatasan tidak mengurangi upaya perusahaan untuk tetap dapat mengembangkan usahanya,” kata dia.

2.      Ketentuan Upah Minimum

Ketentuan upah minimum tertuang dalam Pasal 88C, 88D, dan 88F, di antaranya yaitu penegasan mengenai syarat penetapan upah minimum kabupaten/kota, perubahan formula penghitungan upah minimum mempertimbangkan tiga variabel yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu, serta kewenangan pemerintah menetapkan formula penghitungan upah minimum berbeda.

“Selain perubahan mengenai alih daya dan ketentuan upah minimum, terdapat sejumlah perubahan lainnya, yaitu penggunaan terminologi disabilitas pada Pasal 67, penegasan mengenai kewajiban penggunaan struktur dan skala upah pada Pasal 92, perbaikan rujukan ayat dalam Pasal 84 terkait penggunaan hak waktu istirahat, dan Pasal 45D terkait manfaat program jaminan kehilangan pekerjaan,” jelas Reni.

Selain ketentuan pasal-pasal yang diubah, Perppu Cipta Kerja juga memuat substansi ketenagakerjaan lainnya yang diatur dalam UU Cipta Kerja.

“Terdapat juga perubahan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, waktu kerja dan waktu istirahat, pemutus hubungan kerja dan pesangon, jaminan kehilangan pekerjaan, dan lain-lain,” ungkapnya.

Keseluruhan perubahan substansi ketenagakerjaan telah melewati berbagai proses yang mengacu pada hasil sosialisasi dan serap aspirasi UU Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah di beberapa daerah.

Simultan dengan kegiatan sosialisasi tersebut, juga telah dilakukan kajian oleh berbagai lembaga independen. Berdasarkan hal tersebut, Reni mengungkapkan pemerintah telah mempertimbangkan berbagai aspek dan tujuan utama dari cipta kerja yaitu menciptakan perluasan kesempatan kerja.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *