PIJAR-JAKARTA – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang mempunyai kedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. PTUN dibentuk dengan tujuan menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum.
Menurut Dewan Kehormatan Daerah PERADI DKI Jakarta, Ali Abdullah, banyak pihak yang masih bingung dan keliru membedakan peradilan di Indonesia. Sejauh ini Indonesia memiliki beberapa jenis peradilan, beberapa di antaranya peradilan umum, peradilan militer, peradilan TUN, peradilan agama, peradilan niaga, peradilan hubungan industrial dan peradilan tipikor. Kelima jenis peradilan ini menangani sengketa yang berbeda.
“Di peradilan Indonesia kita kenal ada berapa peradilan. Dalam praktik memang sering kita dalam beracara sering salah atau keliru menafsirkan karena di dalam peraturan yang baru sekarang, dalam UU No.30 Tahun 2014 dikenal perbuatan melawan hukum oleh penguasa. Sementara itu juga dalam KUHPerdata, pasal 1365 menyangkut sengketa kepemilikan bisa diajukan di PTUN,” kata Ali pada Kamis (22/12).
Lalu bagaimana cara membedakan PTUN dan Peradilan Umum? Ali menjelaskan bahwa PTUN menangani sengketa terkait dengan cacat prosedur dan substantif yang bersifat administrasi, sebagaimana diatur dalam UU No.51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN. Adapun sengketa yang bisa diajukan ke PTUN adalah sengketa terkait surat keputsan yang dikeluarkan oleh badan/lembaga dan pemerintah.
Perlu diingat bahwa berdasarkan UU No.5 Tahun 1986, PTUN hanya menangani tentang batal atau tidak sahnya surat keutnsan yang dkeluarkan oleh badan atau pejabat TUN, dan pengadilan TUN menanangai sengketa administrasi. Namun PTUN juga menerima sengketa terkait tindakan faktual yang dilakukan oleh badan atau pejabat pemerintahan, selama tindakan faktual tersebut mendatangkan kerugian bagi badan hukum perdata.
Sementara Peradilan Umum menangani sengketa perdata dan pidana. Salah satu contoh, jika beberapa pihak mengaku memiliki sebuah bidang tanah dan terjadi sengketa maka perkara tersebut masuk ke peradilan umum. Tetapi jika sengketa terjadi karena adanya cacat administrasi dalam penerbitan sertifikat, seperti beberapa syarat yang tidak dipenuhi dalam prosedur penerbitan sertifikat tanah, maka sengketa terssebut masuk ke ranah PTUN.
“Kalau sengketa kepemilikan soal sertifikat tanah, melibatkan beberapa orang ada hak kepemilikan itu pengadilan umum. Kalau cacat prosedur dan tidak seusai prosedur di BPN bisa mungkin kewenangan pengadilan TUN. Misalnya ada beberapa syarat yang tidak dipehuni untuk menerbitkan sertifikat tersebu maka itu bisa disebut cacat prosedur,” tegasnya.
Ali juga mengingatkan bahwa kehadiran PTUN sangat penting sebagai fungsi kontrol terhadap pejabat pemerintah agar tak bertindak sewenang-wenang atau melampaui kewenangannnya dalam menjalankan jabatannya. Jika warga negara merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan pemerintah, maka bisa mengajukan gugatan ke PTUN.
“Memahami PTUN ini sangat penting, bukan hanya terbatas pada mahasiswa saja. Warga masyarakat juga penting memahani PTUN karena ini menyangkut administrasi pemerintah, di mana sejak lahir tiap warga sudah lekat dengan hukum administrasi seperti pembuatan akte kelahiran,” pungkasnya.