PIJAR-JAKARTA – Tak butuh waktu lama, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Singapura tentang Ekstradisi Buronan mendapat persetujuan menjadi UU dalam rapat paripurna di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (15/12/2022). Sembilan fraksi partai secara bulat memberikan persetujuan tanpa catatan.
“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Singapura tentang Ekstradisi Buronan dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” ujar Ketua DPR Puan Maharani saat memimpin rapat paripurna.
Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khaerul Saleh dalam laporan akhirnya berpandangan keberadaan RUU tersebut amat diperlukan. Karenanya menjadi keharusan RUU Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Singapura tentang Ekstradisi Buronan dapat segera disetujui menjadi UU. Dia menilai UU tersebut nantinya berguna bagi kepentingan negara dan masyarakat umum.
“Khususnya dalam rangka mendukung efektivitas sistem penegakan hukum dan peradilan pidana di Indonesia,” ujarnya.
Tak hanya itu, RUU Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Singapura tentang Ekstradisi Buronan sekaligus menjadi respons kebutuhan kerja sama internasional di bidang hukum secara lebih komprehensif dengan negara lain. Khususnya dengan negara tetangga, Singapura. UU tersebut ini juga berguna dalam mempererat hubungan bilateral kedua negara yang bersifat saling menghormati dan menguntungkan.
Dalam pembahasan antara Komisi III dengan pemerintah, menghasilkan dan menyetujui judul RUU menjadi tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik lndonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan (Treaty Between the Government of the Republic of lndonesia and fne Governmerit of the Republic of Singapore for the Extradition of Fugitives). Termasuk menyetujui pertimbangan, landasan hukum, pasal demi pasal, dan penjelasan. Kemudian seluruh fraksi partai memberikan pandangan mininya yang intinya, memberikan persetujuan agar diambil keputusan di tingkat II dalam paripurna.
“Untuk pengesahan dan penandatanganan oleh Komisi III bersama pemerintah,” ujar politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly berpandangan ektradisi menjadi instrumen dalam penegakan hukum untuk penyerahan setiap orang di wilayah hukum suatu negara kepada negara yang berwenang untuk tujuan memproses pelaku kejahatan di pengadilan atau pelaksanaan eksekusi hukuman.
“Membangun kerja sama internasional dalam bentuk pernjanjian ekstradisi upaya pemerintah Indonesia memberikan keadilan dan perlindungan bagi rakyat Indonesia sekaligus perwujudan peran aktif negara dalam menjaga ketertiban dunia.”
Menurutnya, kedekatan hubungan bilateral dan geopolitik antara pemerintah Indonesia dan Singapura didukung aspek geografis, konektivitas dan posisi penting kedua negara di kawasan Asia Tenggara menjadi sejumlah faktor pendorong tingginya mobilitas interaksi warga negaranya. Dengan begitu memiliki potensi permasalahan penegakan hukum yang disebabkan adanya batas dan wilayan yuridiksi negara.
“Karena itu diperlukan adanya perjanjian bagi kedua negara dalam hal ekstradisi pelaku tindak pidana yang melarikan diri ke wilayan negara yang diminta untuk menjalani proses peradilan dan pelaksanaan putusan di wilayah negara yang meminta, karena melakukan tindak pidana di dalam yuridiksi negara peminta,” ujarnya.
Mantan Anggota Dewan Periode 2009-2014 dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini melanjutkan perjanjian antara pemerintah Indonesia dan Singapura tentang ekstradisi buronan tak lepas dari posisi negara tetangga itu yang berbatasan langsung dengan Indonesia. Apalagi intensitas pergerakan warga kedua negara cukup tinggi, serta didorong kebijakan Indonesia yang memasukkan Singapura ke dalam daftar negara bebas visa. Dampaknya, Singapura acapkali menjadi tujuan akhir atau transit pelaku kejahatan.
Dengan adanya kerja sama ekstradisi dengan Singapura, bakal memudahkan aparat penegak hukum dalam menyelesaikan perkara pidana yang pelakunya berada di Singapura. Kedua negara pun telah meneken perjanjian kerja sama tentang ekstradisi buronan di Pulau Bintan, 25 Januari 2022 lalu
Perjanjian tersebut dimaksudkan mengatur antara lain kesepakatan para pihak dalam melakukan ekstradisi, tindak pidana yang dapat diektradisi, dasar ekstradisi, pengecualian wajib terhadap ekstradisi. Kemudian mengatur pengecualian sukarela terhadap ekstradisi, permintaan dan dokumen pendukung serta pengaturan penyerahan.
“Pemerintah Indonesia menindaklanjuti penandatanganan perjanjian tersebut dengan melakukan pengesahan UU sesuai dengan ketentuan Pasal 10 UU No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional,” katanya.