PIJAR-JAKARTA – Kendatipun Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional sudah resmi menjadi KUHP Nasional, namun masih saja terdapat kritikan dari publik, bahkan dunia internasional. KUHP produk nasional dianggap berpotensi kemunduran dalam hak asasi manusia. Salah satu pasal yang menjadi sorotan dunia internasional perihal pasal perzinahan yang berpotensi mengancam kunjungan wisatawan asing di bidang perhotelan dan wisata.
Juru Bicara Tim Sosialiasi KUHP Nasional, Albert Aries menampik berbagai tudingan tersebut. Menurutnya pasal kohabitasi alias perzinahan di luar pernikahan dalam KUHP Nasional sebagai delik aduan dan bersifat absolut. Dengan demikian, hanya pihak suami atau istri -bagi yang terikat perkawinan-, orang tua atau anak -bagi yang tidak terikat perkawinan- yang dapat membuat aduan. Dengan demikian, tak dapatnya pihak lain melapor membuat aduan, apalagi main hakim sendiri.
“Jadi tidak akan ada proses hukum tanpa pengaduan dari pihak yang berhak dan dirugikan secara langsung,” ujarnya.
Bagi pemerintah, klarifikasi dan penjelasan perlu diberikan ke publik akibat maraknya informasi pemberitaan yang keliru secara fundamental. Khususnya terkait pasal perzinahan dan kohabitasi yang dinilai berpotensi membawa dampak negatif pada sektor pariwisata dan investasi di Indonesia. Dalam naskah KUHP Nasional, pengaturan larangan perzinahan dan kohabitasi diatur dalam Pasal 411 dan 412.
Pasal 411(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai. Pasal 412(1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30. (4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai. |
Dosen hukum pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Trisakti itu menerangkan, sejatinya tak ada perubahan substantif terkait pasal yang mengatur kohabitasi bila dibandingkan dengan Pasal 284 KUHP peninggalan kolonial Belanda. Hanya saja bedanya, terletak pada penambahan pihak yang berhak mengadu atau membuat laporan. Lagian, bila akhirnya terbukti melakukan tindak pidana perzinahan atau kohabitasi, masih terdapat alternatif berupa sanksi denda yang tak lebih dari Rp10 juta.
“Jadi sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kalau selama ini turis dan investor bisa nyaman berada di Indonesia, maka kondisi ini juga tidak akan berubah,” ujarnya.
Menurutnya, sedianya menjadi wajar bila Indonesia hendak memberikan penghormatan terhadap nilai-nilai perkawinan yang suci melalui Pasal 411 dan 412 KUHP Nasional. Dengan catatan, sepanjang pengaturan tersebut tidak melanggar ruang privat masyarakat, termasuk turis dan investor bertandang ke tanah nusantara.
Dia menerangkan, selain deliknya bersifat absolut, KUHP Nasional pun tak mewajibkan pihak yang berhak mengadu mempergunakan haknya tersebut. Sebab suatu aduan tak dapat dipilah-pilah. Dengan kata lain, menjadi tak mungkin dalam pengaduan hanya satu pihak yang diproses semata. Karenanya keputusan membuat aduan pun mesti dipertimbangkan matang oleh mereka yang berhak membuat aduan.
Lagipula, sambung Albert, KUHP Nasional pun tak memberikan syarat administrasi tambahan terhadap pelaku usaha di bidang pariwisata untuk menanyakan status perkawinan siapapun. Dengan demikian, para investor dan wisatawan asing tak perlu khawatir untuk menanamkan modalnya dan berwisata di Indonesia.
“Karena ruang privat masyarakat tetap dijamin oleh UU, tentunya tanpa mengurangi penghormatan terhadap nilai-nilai keindonesiaan, so please come and invest in remarkable Indonesia,” katanya.
Terpisah, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo berpandangan, perumusan pasal perzinahan dan kohabitasi dalam KUHP Nasional telah melalui kajian berulang dan mendalam antara pemerintah dan DPR dengan melibatkan kelompok masyarakat. Karenanya, penentangan dari pihak asing soal pasal pezinahan dan kohabitasi tak perlu dikhawatirkan.
“Karena keberadaan pasal tersebut telah sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia, serta sesuai dengan kultur budaya dan ajaran dari berbagai agama yang dipeluk bangsa Indonesia,” pungkasnya.
Tak pengaruhi kegiatan WNA
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Imigrasi, Widodo Ekatjahjana berpadangan KUHP Nasional tak mempengaruhi kegiatan warga negara asing (WNA) selama berada di Indonesia. Dia merujuk data keimigrasian, data kedatangan warga asing melalui tempat pemeriksaan imigrasi(TPI) laut, udara dan darat. Data menunjukan angka kedatangan warga asing ke Indonesia sejak tanggal 6-9 Desember 2022 naik secara signifikan.
“Jadi tidak terdapat korelasi antara pandangan yang mengatakan bahwa disahkannya RKUHP akan menurunkan jumlah wisatawan asing serta investor dan pebisnis asing yang datang ke Indonesia,” imbuhnya.
Menurutnya per 10 Desember 2022, total Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diterima Imigrasi mencapai angka Rp4,2 triliun. Berdasarkan data statistik perlintasan kedatangan warga asing dalam kurun waktu 6-9 Desember 2022, setidaknya pasca persetujuan RKUHP menjadi UU tercatat 93.144 WNA masuk ke Indonesia.
Rinciannya, kedatangan WNA pada 6 Desember 2022 sebanyak 19.719 orang. Sedangkan 7 Desember 2022 sebanyak 20.611 orang. Kemudian 8 Desember 2022 sebanyak 24.341 orang dan 9 Desember 2022 sebanyak 28.473 orang WNA. Menurutnya, data statistik menunjukan grafik peningkatan kedatangan WNA dalam pekan yang sama saat disetujuinya RKUHP menjadi UU.
Mantan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) itu menegaskan, Keimigrasian bakal mendukung penuh kebijakan dalam menaikan jumlah WNA yang bakal berbisnis, berwisata dan berinvestasi di Indonesia. Dia pun mengimbau agar semua pihak bersama0-sama menjaga iklim ekonomi nasional terus kondusif dan produktif di tengah situasi dunia tidak menentu.