PIJAR-JAKARTA | Kejahatan dapat terjadi di mana saja, apa lagi dewasa ini pesatnya perkembangan teknologi membuka ruang kriminalitas juga terjadi di ruang siber. Merespons kondisi yang ada, saat ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tengah Menyusun draf Konvensi tentang Kejahatan Siber. Melalui Resolusi 74/247, Majelis Umum PBB telah memutuskan untuk menghadirkan the Ad Hoc Committee to Elaborate a Comprehensive International Convention on Countering the Use of Information and Communications Technologies for Criminal Purposes yang akan bertanggung jawab mengelaborasi susunan Konvensi Melawan Kejahatan Siber.
“Kita ketahui bersama dunia global sedang menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya perkembangan teknologi dan ruang siber yang semakin berkembang. Sering sekali perangkat hukum yang ada tertinggal dengan teknologi, sehingga menyulitkan kita menangani masalah hukum terkait penyalahgunaan teknologi dan penyalahgunaan ruang siber,” ujar Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Tri Tharyat, dalam sambutannya pada FGD Konvensi Kejahatan Siber PBB, Rabu (2/11/2022).
Padahal, eksistensi teknologi internet memberikan bantuan dalam berbagai pelaksanaan tugas sehari-hari. Namun tak dapat dipungkiri, tetap terjadinya berbagai macam kejahatan di ruang siber seperti pencurian data, penipuan melalui platform online, penyebaran hoaks, hingga aksi terorisme. “Merespons hal tersebut, kita harus lebih cepat tanggap dalam menghadapi perkembangan teknologi dibandingkan dengan teknologi yang menguasai kita,” kata dia.
Apalagi berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), ditemukan fakta adanya sejumlah 210 juta penduduk di Indonesia tercatat sebagai pengguna aktif internet. Gesitnya teknologi informasi berkembang dari waktu ke waktu, menurutnya lantas menimbulkan tantangan bagi berbagai kalangan baik pemangku kepentingan, pengambil kebijakan, hingga aparatur penegak hukum agar tidak boleh ‘tertinggal kereta’ dengan semakin masif dan beraneka-ragamnya modus sindikat kriminal.
“Tantangan tidak hanya dihadapi Indonesia, tapi juga masyarakat internasional. Sekjen PBB berinisiasi pada tahun 2019 membentuk komite ad hoc yang bertugas membahas instrumen hukum internasional baru yang khusus menjawab tantangan dan ancaman ini. Dengan dibentuknya komite tersebut, terbuka kesempatan bagi kita untuk berkontribusi aktif dalam menyampaikan kepentingan nasional kita terkait kejahatan siber termasuk dalam proses drafting dan negosiasi konvensi,” ungkapnya.
Ia membeberkan tim pada Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu) menjadikan proses penyusunan Konvensi Kejahatan Siber PBB sebagai salah satu prioritas kerja di tahun ini dan tahun mendatang. Untuk itu, Kemlu menggelar acara Focus Group Discussion di Hotel JS Luwansa dengan menghadirkan berbagai kementerian dan lembaga serta para pemangku kepentingan terkait di Jakarta.
Lebih lanjut, acara FGD yang dihadiri para perwakilan kementerian/lembaga negara, pakar, pengamat, praktisi, akademisi, serta berbagai undangan lainnya itu mengadakan tiga sesi diskusi. Pada sesi pertama, dibahas mengenai ‘Latar Belakang pembentukan Ad-Hoc Committee on Cybercrime‘ dan ‘Perkembangan Sesi Substantif Ad-Hoc Committee on Cybercrime‘.
Pada sesi kedua setelah jeda coffee break, dilanjut dengan pembahasan ‘Penegakan Hukum Kejahatan Siber di Indonesia’ dan ‘Peningkatan Kapasitas Apgakum dan Pencegahan dalam Menanggulangi Kejahatan Siber’. Usai ishoma, FGD sampai pada sesi ketiga diskusi pembahasan ‘Kerja sama internasional dalam Penanggulangan kejahatan Siber’ dan ‘Cyber-Enabled dan Cyber-Dependent Crimes‘.
“Agenda hari ini diharapkan dapat menjaring berbagai masukan dari para pemangku kepentingan, think-tank, praktisi, untuk menjawab tantangan terkini di Indonesia dan tentunya harapan yang akan kita sampaikan pada kesempatan negosiasi konvensi dimaksud. Saya yakin dengan kapasitas yang kita miliki, Pemerintah Indonesia akan menjadi pemain aktif dalam proses pembentukan konvensi ini. Karena bagaimanapun 2/3 dari penduduk Indonesia adalah pengguna internet yang aktif,” kata Tri.