PIJAR-JAKARTA – Penggunaan senjata kimia gas air mata yang dilepaskan oleh kepolisian pada pertandingan sepak bola yang mempertemukan klub Arema FC vs Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10) lalu menelan banyak korban jiwa.
Penggunaan gas air mata dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang telah melanggar aturan FIFA selaku federasi yang menaungi persepakbolaan dunia dalam penanganan kerusuhan saat pertandingan, terkait pengamanan dan keamanan stadion yang tidak memperbolehkan penggunaan gas air mata. Hal ini dikarenakan gas air mata berisi zat kimia yang mampu membuat mata mengalami iritasi dan sekaligus mempengaruhi sistem pernapasan.
Penggunaan senjata kimia gas air mata diatur dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations Pasal 9 b tentang Pengamanan di Pinggir Lapangan.
Pasal tersebut menjelaskan bahwa, “No firearms or ‘crowd control gas’ shall be carried or used”. Dalam artian lain bahwa, senjata api atau ‘gas pengendali masa’ tidak boleh dibawa atau digunakan.
Zat yang ada di dalam gas air mata dikemas dalam wujud semprotan dan granat. Benda yang biasa disebut lakrimator ini memiliki efek mengiritasi bagian lender mata, sehingga terdapat sensasi menyengat dan mengalirkan air mata.
Gas air mata juga disebut senjata kimia lantaran terdapat beberapa senyawa kimia yang menjadi bahan gas air mata. Di antara senyawa tersebut adalah bromoacetone, benzyl bromide, ethyl bromoacetate, xylyl bromide, dan α-bromobenzyl cyanide.
Aturan penggunaan gas air mata oleh Kepolisian diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Pasal 5 ayat (1) dalam peraturan tersebut menjelaskan tahapan penggunaan kekuatan Kepolisian, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap 1 : kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan.
b. Tahap 2 : perintah lisan.
c. Tahap 3 : kendali tangan kosong lunak.
d. Tahap 4 : kendali tangan kosong keras.
e. Tahap 5: kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri.
f. Tahap 6 : kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat.
Kemudian dalam ayat (2) dalam pasal tersebut menjelaskan, anggota Polri harus memilih tahapan penggunaan kekuatan sesuai bahaya ancaman dari pelaku kejahatan atau tersangka.
Di dalamnya memuat ketentuan “Anggota Polri harus memilih tahapan penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sesuai tingkatan bahaya ancaman dari pelaku kejahatan atau tersangka dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3”.
Dalam mempertimbangkan penggunaan kekuatannya, kepolisian perlu memperhatikan hal berikut, yaitu legalitas, nesesitas, proporsionalitas, kewajiban umum, prevented, dan masuk akal.
Penggunaan kekuatan Kepolisian diberikan karena dalam menjalani tugas kepolisian, Polisi memiliki keterbatasan. Namun disaat yang bersamaan masyarakat memerlukan jaminan terkait keamanan jiwa dan raga serta terhindar dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh siapapun.
Sayangnya, penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian di mata masyarakat seringkali menimbulkan dampak yang bersifat merusak bagi masyarakat. Dampak tersebut mulai dari luka ringan, luka berat, kerusakan organ tubuh hingga kematian.
Seperti diketahui, Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan bermula saat sebagian suporter Aremania merangsek masuk ke area lapangan setelah Arema FC kalah. Pemain Persebaya langsung meninggalkan lapangan dan Stadion Kanjuruhan menggunakan empat mobil polisi, barracuda. Sementara beberapa pemain Arema FC yang masih di lapangan lantas diserbu pemain.
Kerusuhan semakin membesar saat ada oknum melempar flare dan benda-benda lainnya. Petugas keamanan berusaha menghalau para suporter, kemudian menembakkan gas air mata di dalam lapangan. Tembakan gas air mata itu membuat banyak suporter pingsan dan sulit bernafas.
Banyaknya suporter yang pingsan, membuat kepanikan di area stadion. Banyaknya suporter yang membutuhkan bantuan medis tersebut tidak sebanding dengan jumlah tenaga medis yang disiagakan di Stadion Kanjuruhan.
Sementara itu, berdasarkan data terakhir, menyebutkan bahwa korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur sebanyak 125 orang, sedangkan yang luka dilaporkan sebanyak 323 orang.
Ditindaklanjuti
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menggelar rapat koordinasi untuk membahas penanganan tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Senin (3/10) pukul 09.00 WIB.
“Saya mengundang rapat koordinasi bersama Menko PMK, Menteri Kesehatan, Menpora, Mendagri, Menteri Sosial, Panglima TNI, Kapolri, KONI, PSSI di kantor Kemenko Polhukam untuk membicarakan hal-hal tersebut,” kata Mahfud dalam keterangan video yang diunggah di kanal Youtube Kemenko Polhukam RI, Minggu (2/10) malam.
Presiden Joko Widodo, lanjut dia, meminta agar langkah-langkah secepatnya diambil untuk menangani tragedi Kanjuruhan yang terjadi usai pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10) malam.
Di antaranya perbaikan dunia persepakbolaan ke depan dan meneliti jika ada tindakan hukum, pelanggaran hukum atau sabotase di dalam peristiwa itu untuk diteliti dan ditindak dengan tepat sesuai aturan hukum.
“Siapa saja yang sengaja maupun siapa saja yang lalai di dalam terjadinya peristiwa ini,” ujarnya.
Menurut Mahfud, pemerintah bersungguh-sungguh untuk menindaklanjuti, merehabilitasi, dan menyelesaikan masalah yang timbul akibat tragedi Kanjuruhan dalam pertandingan sepak bola Liga 1 di Malang.