PIJAR-JAKARTA – Tingginya ongkos politik di Indonesia ditengarai menjadi salah satu alasan masifnya perilaku koruptif yang dilakukan oleh para elite parpol ketika duduk di kursi legislatif dan eksekutif. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dalam acara ‘Bincang Staranas PK: Cegah Korupsi Politik, Bantuan Parpol Jadi Solusi?’, di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (16/9).
Dalam arahannya, Ghufron menjelaskan berdasarkan UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, sejatinya parpol memegang peranan penting di Indonesia. UU tersebut mengamanatkan lima fungsi strategis parpol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pertama, sarana pendidikan politik, kedua, sarana persatuan dan kesatuan bangsa, ketiga, sarana menyerap, menghimpun, dan menyalurkan aspirasi masyarakat, keempat, sarana partisipasi politik warga negara, dan kelima, sarana rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik.
“Mengingat pentingnya kedudukan parpol dalam pilar kehidupan, diharapkan parpol menjadi pilar demokrasi sebagaimana tujuan kita berbangsa dan bernegara,” kata Ghufron.
Di sisi lain, data KPK memperlihatkan hingga Agustus 2022 sebanyak 310 orang anggota DPR dan DPRD, 154 orang Walikota/Bupati dan wakil, serta 22 Gubernur terjerat kasus tindak pidana korupsi. Dan tak dapat dipungkiri, mereka dilahirkan melalui proses politik yang hulunya berada di parpol saat ini.
Kajian KPK bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)—sekarang BRIN—pada tahun 2016-2018, menyebutkan perilaku koruptif dari para kader parpol pada saat menjabat karena tingginya biaya politik pada saat Pemilu atau Pilkada. Oleh karenanya, setelah dipilih mereka akan cenderung melakukan berbagai cara untuk mengembalikan modal tersebut.
Ghufron menjelaskan dari survei KPK didapati fakta dana yang harus disiapkan para calon untuk menjadi kepala daerah tingkat II ialah Rp20 miliar-Rp30 miliar. Sementara untuk posisi gubernur atau wakil, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp100 miliar. Sebuah angka fantastis yang tidak sebanding dengan gaji selama lima tahun mereka menjabat.
“Hal ini mengakibatkan proses politik yang semestinya dilakukan secara hati nurani kemudian menjadi transaksi bisnis. Yang terjadi pemilik modal yang akan berkuasa dan akan melahirkan rantai penyimpangan lebih lanjut dan perilaku koruptif,” ujar Ghufron.
Untuk keluar dari persoalan tersebut, kajian KPK-LIPI menyimpulkan bahwa setiap parpol harus menjalankan lima fungsinya sebagaimana yang tertuang di dalam Sistem Integritas Partai Politik (SIPP). Yaitu, standar kode etik; keuangan parpol dengan kejelasan sumber keuangan dan alokasi anggaran; rekrutmen kader yang baik dengan regulasi dan sistem; demokrasi internal parpol yaitu demokratisasi dalam penentuan pengurus dan pengambilan keputusan; dan kaderisasi dengan regulasi yang diiringi monitoring dan evaluasi.
“Harapannya parpol akan sehat dan pemilunya bisa berintegritas,” katanya.
Untuk mengajak parpol mentaati SIPP, KPK bersama Kementerian Dalam Negeri turut mendorong peningkatan dana subsidi bagi parpol. Hal ini perlu dilakukan karena dana parpol di Indonesia masih tergolong kecil yakni Rp1.000/suara untuk di pusat, Rp1.200-Rp1.500/suara untuk di daerah dari hasil pemilu terakhir.
Menteri Dalam Negeri yang diwakili oleh Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri Tomsi Tohir Balaw menjelaskan pemenuhan keuangan parpol adalah sebuah langkah untuk mendorong parpol yang lebih profesional, transparan, dan akuntabel. Dengan meningkatkan dana parpol, akan mendorong peningkatan kualitas tata kelola keuangan parpol yang muaranya menciptakan integritas.
“Oleh karena itu Kemendagri bersama DPR terus berupaya untuk mendorong kenaikan bantuan keuangan kepada parpol berdasarkan _baseline_ kebutuhan parpol,” kata Tomsi.
Untuk nilainya, menurut Tomsi berkisar di angka Rp3.000/per suara untuk tahun anggaran 2023 mendatang. Harapannya dengan adanya peningkatan bantuan keuangan parpol, kemandirian keuangan parpol terbentuk dan berkontribusi optimal dalam mengembangkan kehidupan demokrasi yang lebih berkualitas.
Di saat yang sama, dengan bertambahnya bantuan keuangan, inovasi dan pemberdayaan parpol untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan penguatan kapasitas kelembagaan dapat menjadi lebih baik.
Sementara itu, Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris menjelaskan, angka yang akan diajukan pada tahun 2023 merupakan skema 30% dari sistem kenaikan dana parpol. Menurutnya berdasarkan hasil kajian KPK-LIPI 2028-2019 jumlah kebutuhan keuangan parpol dalam satu tahun ialah Rp16.992/suara. Dari angka tersebut, negara bisa saja memberikan subsidi sebesar 50% yakni Rp8.461/suara.
“Saya berpendapat, bagaimanapun subsidi negara pada parpol mestinya membuka peluang bagi mereka untuk memiliki otonomi secara finansial. Supaya parpol tidak sepenuhnya disuapi oleh negara, karena mereka bisa mencari sisanya secara mandiri melalui skema parpol masing-masing,” kata Syamsuddin.
Di sisi lain, angka tersebut dinilai sudah paling relevan. Jika dibandingkan dengan negara lain, Turki misalnya memberikan 90% subsidi kepada parpolnya. Sementara Meksiko mencapai 75% dan 30%-50% subsidi parpol bagi negara di Eropa.
Senada Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyebut pada tahap awal ini angka yang akan diusulkan adalah 30% di tahun pertama. Nantinya jika parpol berkembang dan mengikuti SIPP, dana tersebut akan dinaikkan hingga lima tahun ke depan hingga level 100%.
Jika pada akhirnya usulan ini disetujui, Pahala menyebut secepatnya harus dilakukan revisi PP No. 1 Tahun 20018 tentang Bantuan Keuangan Parpol. Sebabnya pada beleid tersebut belum dimasukkan tentang pemanfaatan SIPP dan anggaran subsidi parpol. Selain itu UU No. 2 tentang Parpol juga harus direvisi agar menjadi payung hukum yang kuat.
Menanggapi dinamika tersebut, Wakil Ketua Umum DPP PPP Arsul Sani memberikan apresiasi kepada pemerintah dan KPK terkait upaya menaikkan dana bantuan parpol. Menurutnya, SIPP akan menjadi sebuah upaya pencegahan korupsi di tubuh parpol itu sendiri.
“Tentunya kita juga apresiasi KPK dan Kemendagri yang tidak henti dan tidak bosan untuk memperjuangkan peningkatan dana bantuan parpol lebih besar lagi sebagai ikhtiar untuk melakukan atau meminimalisir dari korupsi yang ada atau melibatkan kader-kader parpol baik di legislatif maupun eksekutif,” kata Arsul.
Nantinya, dengan sistem teknologi yang digunakan SIPP, masyarakat juga bisa ikut memantau kegiatan parpol dalam pemenuhan SIPP. Hal ini bertujuan agar segala proses di parpol berjalan transparan, bersih, dan akuntabel.