PIJAR-JAKARTA – Pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengatur banyak jenis tindak pidana. Tak sedikit dari kalangan masyarakat sipil yang mengkritisi substansi pengaturan dalam RKUHP yang disusun pembentuk UU. Seperti pengaturan tindak pidana lingkungan hidup dan korporasi. Sayangnya, bagi pegiat lingkungan hidup pengaturan jenis tindak pidana lingkungan hidup dan korporasi dalam draf RKUHP per 4 Juli 2022 malah mengalami kemunduran.
Kepala Divisi Kajian dan Hukum Lingkungan (Walhi) Eksekutif Nasional, Puspa Dewy, berpandangan draf RKUHP per 4 Juli 2022 mencerminkan pelemahan terhadap penegakan hukum lingkungan. Bahkan, memiliki banyak pasal yang mengancam pejuang atau aktivis lingkungan dan malah mempersulit rakyat untuk menuntut kondisi lingkungan yang sehat dan baik sebagaimana diamanatkan Pasal 28H UUD 1945.
“Dan memperparah konflik sumber daya alam dan perampasan wilayah kelola rakyat di Indonesia,” ujar Puspa Dewy dalam konferensi pers secara hybrid bertajuk “#Tolak RKUHP, Semua Bisa Kena, Kecuali Penjahat Lingkungan di Kantor Eksekutif Nasional Walhi”, Kamis (18/8/2022).
Dia menilai sejumlah pasal tersebut tak hanya anti demokrasi, tapi juga berpotensi disalahgunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang sehat. “Di periode 2021 saja, Walhi mencatat setidaknya terdapat 58 orang dan/atau lembaga yang dikriminalisasi ketika memperjuangkan lingkungan hidup.”
Dia menunjuk Pasal 344 dan Pasal 345 RKUHP yang tidak memuat aturan sanksi minimum dan malah memberikan keringanan hukuman. Hal tersebut berdampak ketiadaan efek jera bagi korporasi yang melakukan kejahatan dan pelanggaran di bidang lingkungan hidup. “Boleh dibilang, pasal-pasal tersebut berpotensi menghambat partisipasi bermakna masyarakat dalam perlindungan lingkungan hidup,” tegasnya.
Walhi pun meminta pemerintah dan DPR dapat mengeluarkan tindak pidana lingkungan hidup dari RKUHP agar tetap menjadi tindak pidana yang diatur dalam UU khusus. Bila tidak, diusulkan memperbaiki ketentuan pertanggungjawaban pidana korporasi. Meliputi perbaikan atribusi kesalahan pada korporasi, mengharmonisasi RKUHP dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai korporasi dan administrasi negara, dan memperjelas pemidanaan dan sanksi pidana bagi korporasi.
Pasal 344 RKUHP
(1) Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang melebihi baku mutu lingkungan hidup dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VII.
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VII.
Pasal 345 RKUHP
(1) Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang melebihi baku mutu lingkungan hidup dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat bagi orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Direktur Eksekutif Indonesian Center fot Environmental Law (ICEL) Raynaldo G. Sembiring berpendapat pengaturan tindak pidana lingkungan hidup yang diatur dalam Pasal 344 dan 345 RKUHP merupakan kemunduran dalam pengaturan tindak pidana lingkungan hidup. Malahan berpotensi sulit dibuktikan dan tidak menjerakan pelaku.
Setidaknya terdapat 3 masalah dalam rumusan Pasal 344 dan 345 RKUHP itu. Pertama, masih adanya unsur melawan hukum yang membuat pembuktian bakal sulit. Sebab, masih dapat disanggah dengan adanya izin yang dimiliki korporasi. Kedua, tidak jelasnya pengaturan baku mutu lingkungan yang dimaksud, apakah baku mutu ambien atau efluen.
Ketiga, sulitnya menjerat pelaku. Misalnya untuk pencemaran lingkungan harus membuktikan terlampauinya baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan. Tak hanya itu, pengaturan tindak pidana lingkungan hidup dalam RKUHP bakal menjadi tidak efisien. Sebab, membutuhkan pengaturan teknis yang tidak mungkin diatur dalam RKUHP.
Sementara Guru Besar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI), Prof Andri Gunawan Wibisana memiliki catatan tersendiri. Menurutnya, pengaturan pertanggungjawaban korporasi masih memiliki banyak masalah. Malahan berpotensi mengkriminalisasi orang.
Menurutnya, pemidanaan korporasi yang diatur dalam Pasal 45–50 RKUHP sebagai subjek hukum dan masih membatasi atribusi kesalahan korporasi pada agen korporasi. Masalahnya, rumusan pertanggungjawaban korporasi yang sekarang bakal menyulitkan pembuktian kesalahan korporasi. Alih-alih mengatur pemidanaan agen korporasi, RKUHP malah mengatur pertanggungjawaban pengganti individual/individual vicarious liability sebagaimana tertuang dalam Pasal 37 huruf b RKUHP yang berpotensi mengkriminalisasi orang.
“Saya menduga pengadopsian vicarious liability dalam Pasal 37 RKUHP didasari oleh konsep yang tidak tepat, yang melihat bahwa konsep vicarious liability dalam hukum perdata dapat diterapkan begitu saja pada hukum pidana,” katanya.