PIJAR | JAKARTA – Sidang perkara kasus perumahan syariah fiktif Amanah City Residence di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten berlanjut pada Selasa, 12/5/20 dengan menghadirkan tiga saksi meringankan (a de charge). Kali ini terdakwa Moch Arianto (terdakwa) bersaksi untuk terdakwa Supikatun. Selanjutnya Ketut Abu Ubaidah dan Hermanto menjadi saksi meringankan untuk terdakwa Cepi Burhanuddin.
Saksi pertama Arianto, terdakwa sekaligus saksi meringankan untuk terdakwa Supikatun, istri yang dinikahinya sejak 2008. Saksi membenarkan adanya transfer gaji sebesar 15 juta rupiah per bulan. Tetapi ia mengelak kalau Supikatun bukan karyawan PT WCS.
Saat ditanya oleh Hakim terkait aliran dana masuk ke rekening Supikatun lebih dari Rp15 juta rupiah per bulan, saksi menjawab itu hanya sebagian dari uang operasional. Sedangkan terdakwa Supikatun mengakui bahwa keterangan saksi sekaligus suaminya adalah benar.
Saksi kedua, Ketut Abu Ubaidah adalah karyawan PT Global alias PT Madinah Property Indonesia. Saksi menerangkan terkait kerja sama antara PT Wepro Citra Sentosa dengan PT Global yang mana masih sama Direkturnya yaitu Cepi Burhanuddin (terdakwa).
Saksi mengaku pernah menandatangani surat perjanjian dengan PT WCS terkait dengan penjualan perumahan di Amanah City Residence. Sedangkan PT Global alias PT MPI berhasil menjual sebanyak 1.300 unit rumah.
Saat saksi Ketut ditanya oleh hakim terkait sertifikat tanah yang ada di Maja, Lebak Banten, ia menjawab tidak pernah tahu sertifikat tanah PT WCS. Saksi juga tidak tahu pembebasan lahan maupun surat izin perumahannya. Berdasarkan penjelasan saksi juga menambahkan tidak ada riset sebelum mendirikan perumahan di Maja tersebut.
Saksi ke tiga, Hermanto, mantan admin di PT WCS, menjelaskan pengetahuannya mengenai perjanjian kerja sama antara PT WCS dan PT Global alias PT MPI terkait perumahan Amanah City Residence. Naskah perjanjian tersebut yang membuatnya adalah terdakwa Suswanto dan Moch Arianto endiri.
Hermanto tahu jika tanah yang di Maja sudah dibeli oleh PT WCS berdasarkan penjelasn terdakwa Arianto saja. Dia juga tidak tahu sertifikat tanah tersebut. Saksi juga tahu izin lokasi berdasarkan masterplan saja, sedangkan izin pembangunan tidak ada.
Kuasa hukum para korban Ahmad Rohimin SH MH & Partners saat diwawancara berharap putusan kasus ini dapat menjadi efek jera kepada para terdakwa, dan menjadi contoh agar masyarakat lebih teliti, dalam membeli perumahan dan tidak mudah tertipu dengan iming-iming murah, tanpa BI checking, tanpa riba, dan iming-iming lain. “Sehingga tidak ada lagi kasus-kasus serupa seperti ini di kemudian hari yang memakan banyak korban,” ujarnya.
Ia juga meminta kepada para korban agar jangan patah semangat dalam memperjuangkan hak-haknya karena keadilan memang harus diperjuangkan. Seperti yang dikatakan Jenderal Besar Sudirman, kata Rohimin, kejahatan akan menang bila orang orang yang benar tidak melakukan apa apa.
“Kami juga meminta agar kasus-kasus perumahan fiktif seperti ini menjadi perhatian pemerintah baik pusat maupun daerah khususnya kementrian-kementrian terkait. Tentu saja kita semua berharap kasus seperti ini tak berulang dan mengorbankan waktu, tenaga, dan uang rakyat sebagai konsumen,” ujarnya.
Sedangkan ASY mewakili korban mengucapkan terima kasih kepada Polda Metro Jaya Subdit 2 Unit 3 Harda, juga hakim PN Tangerang dan Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan yang transparan dan tegas dalam menangani kasus ini. “Kepada rekan-rekan media online terima kasih juga sudah menyebarluaskan berita dan mengawal perkara ini,” ujarnya. (Ivan)