Gugatan Ahli Waris Mardjuk Bin Naming Berlanjut ke Materi Perkara

PIJAR | JAKARTA – Perjuangan ahli waris almarhum Mardjuk bin Naming memperoleh kembali hak tanah yang terampas dan berada di genggaman korporasi terus bergulir di pengadilan. Setelah proses mediasi antara penggugat ahli waris Mardjuk bin Naming dengan tergugat korporasi yang menguasai lahan ternyata kandas, Pengadilan Negeri Tangerang akan melanjutkan proses peradilan dengan mengagendakan penyampaian duplik (jawaban tergugat) pada Kamis, 25 April 2019.

“Dengan demikian, sidang gugatan kami akan berlanjut ke materi perkara. Ini adalah konsekuensi gagalnya proses mediasi para pihak,” ungkap advokat Madsanih Manong mewakili para ahli waris. Menurut dia, para tergugat siap menghadapi persidangan hingga tuntas dan berharap majelis hakm memutusan perkara gugatan ini dengan seadil-adilnya.

“Kami berharap semua tanah ahli waris dapat dikembalikan, dan para tergugat mendapatkan hukuman,” tandasnya. Menurut Madsanih, pihak penggugat menyadari proses litigasi (peradilan) memerlukan waktu panjang dan berliku.

Namun, para ahli waris almarhum Mardjuk bin Naming pantang surut meskipun di lahan hak mereka kini sudah berdiri komplek mewah Greenlake City, yang masuk wilayah Tangerang, Banten. Alasannya, para ahli waris itu memiliki bukti alas hak yang sangat kuat dan terbukti hak tersebut telah dilanggar oleh pihak tergugat.

Ringkas kisahnya, para ahli waris Mardjuk bin Naming mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Kota Tangerang. Materi gugatan adalah pemalsuan surat-surat lahan warisan seluas 2.850 M2 di Kampung Petir Bulak, RT 008/001, Kelurahan Ketapang, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, telah dipalsukan.

Madsanih Manong menjelaskan, pada 1994 ahli waris telah mengajukan dan melaksanakan pengukuran dan memberikan patok batas-batas tanah. Pengukuran dan pematokan itu dikerjakan oleh Badan Pertanahan Tangerang. Namun, sebulan setelahnya, patok-patok tanah tersebut telah dirusak dan hilang.

“Pelanggaran hak para ahli waris sangat jelas karena mereka memiliki surat asli Girik C No. 1151 Persil Nomor: 33 D.III. atas nama Mardjuk bin Naming tertanggal 12 Mei 1972, seluas 2.850 M2,” ungkap Madsanih Manong di Tangerang, 20 September 2018. Namun, sambungnya, pemalsuan terjadi dengan keberadaan girik C NO. 1151 persil NO. 33 D.III atas nama Mardjuk Zainudin tertanggal 16 Oktober 1981.

“Mardjuk Zainudin itu figur fiktif. Pemilik sesungguhnya adalah Mardjuk Bin Naming,” tukas Madsanih. Sedangkan ahli waris Mardjuk bin Naming yang masih hidup dan terampas haknya, tambahnya, adalah Zainudin, Mani, Mardiah, dan Masiah.

Madsanih menjelaskan, sebelum keluarnya girik tertanggal 16 Oktober itu, pada 20 Agustus 1981 Reky Tobing bersama Aspita Aritonang –masing-masing sebagai tergugat satu dan tergugat dua, namun saat ini tidak diketahui keberadaannya– bersama Mad Rais selaku Lurah dan Nawar Ilta selaku Camat setempat pada saat itu menerbitkan Surat Keterangan dan Keterangan Tanah No. 74/Agr/Ds/8/1981, Surat Keterangan dan Pernyataan Segel Hilang, Surat Pernyataan Tidak Sangketa, Surat Kuasa untuk Menjual dan Surat Pernyataan.

“Dari situ keluarlah surat girik duplikat. Ini perbuatan melanggar hukum,” tegas Madsanih.

Tak berhenti di situ, lanjutnya, pada 27 Oktober 1981 berlangsung transaksi Jual Beli Reky Tobing selaku penjual dan Ny Aspita Boru Aritonang selaku pembeli sehingga diterbitkan Akte Jual Beli No. 573/Agr/1981 yang dibuat di hadapan Drs. H. Nawar Ilta PPAT Kecamatan Tangerang dan di hadapan para saksi yakni saksi I Mad Rais selaku Kepala Kelurahan dan saksi II A Ajelani M selaku Sekertaris Kelurahan.

“Kemudian Aspita Boru Aritonang menjual tanah tersebut melalui pelepasan hak kepada PT.Sumber Kencana Graha dan kepada PT. Catur Marga Utama,” ujar Madsanih.

Advokat Madsanih menegaskan, para ahli waris tanah tersebut sebenarnya tidak pernah melakukan transaksi jual-beli atau menggadaikan lahan warisnya. Tanah tersebut, kata dia, juga tidak pernah disertifikatkan.

“Ahli waris selaku penggugat pun masih memiliki surat Asli Girik C No. 1151 atas nama Mardjuk Bin Naming. Girik ini masih terdaftar dalam arsip Kelurahan buku Leter C. Penggugat juga membayarkan kewajiban pajaknya yakni sampai tahun 2009 berupa PBB-SPPT,” jelasnya.

Sebenarnya, kata Madsanih, pada 5 November 2009 pihak ahli waris bersama kuasa hukum pada saat itu telah melakukan tinjauan lapangan bersama Lurah Ketapang Endang Suardi dan stafnya. Lokasi lahan saat itu sudah dilakukan pengurukan oleh perusahaan pengembang properti.

Meski begitu, pihak ahli waris Mardjuk Bin Naming telah beritikad baik dengan meminta agar permasalahan tersebut diselesaikan secara musyawarah. Namun ditolak oleh kedua perusahaan properti tersebut. Selanjutnya kondisi lahan saat ini sudah berkembang hunian,mewah,perumahan Greenlake City.

Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut, Madsanih berharap keadilan bagi para ahli waris dapat ditegakkan. Jika tidak maka akan menjadi preseden buruk bagi aparat penegak hukum: Bahwa mafia tanah akan selalu menang ketika berhadapan dengan hukum.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *