PIJAR|JAKARTA – Dalam hitungan hari, tahun 2022 akan berlalu. Sepanjang tahun ini, berbagai gejolak dan dinamika menghampiri negeri ini. Dari soal pandemi yang walau sudah terkendali tetapi dampak besarnya masih begitu terasa, situasi politik jelang Pemilu 2024 yang mulai menghangat hingga berbagai peristiwa hukum yang menjadi perhatian seluruh rakyat. Namun, salah satu isu yang sangat penting dijadikan evaluasi sepanjang 2022 ini adalah soal ketahanan pangan.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, sepanjang 2022 isu ketahanan pangan menjadi perbincangan global. Selain karena masih terimbas dari pandemi, konflik Rusia-Ukraina menjadi ancaman nyata krisis pangan dunia. Pandemi Covid-19 membuka mata dunia termasuk Indonesia, bahwa penyebaran virus sangat menganggu produksi dan rantai distribusi pangan baik dalam skala lokal (dalam sebuah negara) maupun skala internasional.
Sementara perang Rusia-Ukraina, begitu cepat menyebabkan ketidakstabilan suplai bahan pangan akibat sulitnya ekspor produk agrikultur ke berbagai dunia. Akibatnya banyak negara lain di dunia yang melakukan pembatasan bahkan menghentikan impor produk pangannya ke pasar dunia demi mengamankan kebutuhan pangan dalam negerinya.
“Ketahanan pangan masih jadi PR besar kita. Tahun 2022 ini membuka mata kita bahwa ketahanan pangan dunia sejatinya sangat rapuh. Indonesia sebagai bangsa besar, mau tidak mau harus memformulasikan politik dan strategi pangannya supaya lebih kuat terhadap gejolak global yang kapan saja bisa terjadi. Sejatinya, pondasi ekonomi Indonesia adalah mengutamakan produksi bahan pangan dan perluasan produksi pertanian, perkebunan, peternakan, serta perikanan. Namun, kita belum punya strategi dan desain industri pangan nasional yang holistik,” ujar Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya (28/12/2022).
Menurut Fahira, sejak Indonesia merdeka para pendiri bangsa sebenarnya sudah mengingatkan akan pentingnya ketahanan pangan karena mereka meyakini krisis pangan akan selalu membayangi dunia. Itulah kenapa, para pendiri bangsa ini meletakkan dasar atau pondasi politik pangan Indonesia yang bukan lagi inward looking atau berorientasi ke dalam, tetapi sudah outward looking atau mampu memberi sumbangsih bagi ketersediaan pangan dunia.
“Keyakinan ini sudah dimiliki para pendiri bangsa dikarenakan potensi dan kekayaan Indonesia melimpah. Sebagai negara kepulauan/maritim dan agraris yang subur, kekuatan ekonomi Indonesia sejatinya ada di sektor pangan. Makanya, negeri ini didesain bukan hanya mampu mencukupi pangannya bagi rakyatnya sendiri, tetapi mampu memberi sumbangsih bagi ketersediaan pangan dunia. Namun kita harus akui, cita-cita para pendiri bangsa ini belum bisa kita wujudkan,” pungkas Senator Jakarta ini. [ary]