Pandangan Ikatan Notaris Indonesia terhadap KUHP Baru

PIJAR-JAKARTA – RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mendapat persetujuan DPR dan pemerintah menjadi UU pada Selasa (6/12/2022) lalu. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru ini akan mulai berlaku efektif pada tahun 2025 mendatang. Namun, terdapat pro dan kontra di kalangan masyarakat maupun berbagai kelompok profesi hukum terkait materi KUHP baru ini.

“Kalau kita bicara KUHP baru, materinya itu sangat banyak di dalamnya. Mungkin yang terkait langsung dengan notaris tidak banyak ya. Karena kita notaris ini bergerak di bidang perdata, mungkin tidak langsung berpengaruh terhadap pelaksanaan jabatan notaris dalam hal pelaksanaan jabatan,” kata Ketua Bidang Organisasi PP INI, Taufik, pada Senin (19/12/2022).

Namun demikian, ia tidak menampik adanya sejumlah pasal yang mungkin berpengaruh terhadap profesi notaris. Seperti terkait pemalsuan akta otentik. “Bagaimana pengaturannya? Apakah masih sama dengan KUHP yang lama atau bagaimana, mungkin lebih ke sana (yang menjadi perhatian kalangan notaris). Saya tidak begitu mengikuti sih sebenarnya KUHP ini, kecuali yang sering muncul di media,” ungkapnya.

Sebagai informasi, dalam KUHP yang baru disetujui DPR dan pemerintah beberapa waktu lalu memuat diantaranya BAB XIII tentang Tindak Pidana Pemalsuan Surat. Lebih lanjut, pada Pasal 396 ayat (1) huruf a KUHP baru itu disebutkan bahwa dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, setiap orang yang melakukan pemalsuan surat terhadap akta otentik.

“Kita enggak pernah dilibatkan dalam pembahasan KUHP ya. Kita lebih banyak terlibat di RUU KUHPerdata, itu kita sudah beberapa kali memberi masukan ke DPR. Karena ini pidana, kita jarang bersentuhan dengan pidana. Ada efek-efek seperti tadi dikaitkan dengan akta otentik, tapi bukan sehari-hari kita terlibat dalam UU itu. Mungkin kalau ada notaris yang bermasalah, bisa kena pasal itu yang sering dikenakan pada notaris. (Namun pasal) yang lain-lain saya rasa tidak begitu berpengaruh terhadap pekerjaan notaris,” bebernya.

Terlepas dari semua itu, menurutnya, KUHP baru memang diperlukan untuk menutupi kelemahan dalam KUHP lama yang telah berusia ratusan tahun. Dengan KUHP baru, ia berharap hukum pidana yang diberlakukan sudah lebih dekat dengan budaya hukum di Indonesia.

Jelas, kelahiran KUHP baru ini sebagai produk hukum tidak bisa memuaskan semua orang. Yang jelas hal ini telah menjadi bukti upaya negara membuat KUHP yang mengakomodir berbagai kepentingan yang dalam KUHP lama ada yang tidak diatur. Apalagi, pembahasan dari KUHP juga telah berlangsung panjang selama puluhan tahun.

“Masih banyak hal-hal yang harus diatur (dalam hukum Indonesia). Bukan hanya masalah pidana, tapi yang lebih penting masalah hukum perdata. Hukum privat, yang banyak sengketa kan hukum privat. Misalnya mengenai hukum waris. Itu belum ada UU-nya,” lanjut Taufik.

Padahal, dalam banyak sengketa yang meliputi hukum waris terjadi sampai dengan sekarang. Taufik memandang hal itu terjadi karena masih belum ada pegangan/pijakan terkait hukum waris apa yang seharusnya diberlakukan bagi masyarakat dalam menghadapi masalah hukum kewarisan.

“Notaris itu kan banyak bekerja perdata. Harapannya RUU Hukum Perdata juga (menyusul) segera disahkan, (saat ini) ada beberapa yang masih didiskusikan di DPR. KUHPerdata itu masih (berlangsung proses legislasinya). Kita terakhir diundang FGD oleh DPR. Di situ mungkin banyak kepentingan notaris karena mengenai pembuktian, hukum acara. Sedangkan itu bersinggungan langsung dengan apa yang dikerjakan notaris,” katanya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *