PIJAR-JAKARTA – Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Ferdy Sambo dan bersama 3 perwira menegah (Pamen) dari Polres Metro Jakarta Selatan dan 1 perwira pertama dari Polda Metro Jaya akhirnya ditempatkan di tempat khusus di Markas Komando (Mako) Brimob Kelapa Dua Depok, Jawa Barat. Keputusan itu diambil tim khusus (Timsus) bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Pasalnya, kelima orang itu ditengarai melakukan pelanggaran prosedur dalam penanganan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) atas tewasnya Brigadir Nofriyansah Joshua Hutabarat alias Brigadir J di kediaman rumah dinas Kepala Divisi Profesi Pengamanan (Kadiv Propam), Jumat (8/7/2022) lalu.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan penempatan khusus terhadap Ferdy Sambo akibat adanya pelanggaran prosedur dalam penanganan olah TKP. Pelanggaran prosedural itu seperti tidak profesional dalam penanganan olah TKP dan cara pengambilan CCTV.
Ferdy “ditahan” selama 30 hari ke depan berdasarkan informasi dari Inspektorat Khusus (Itsus). “(Selama) 30 hari info dari Itsus,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara, Minggu (7/8/2022).
Dia menerangkan penempatan khusus terhadap Ferdy dalam rangka mempermudah pemeriksaan. Namun, dia menampik adanya penilaian penempatan khusus seperti halnya penahanan, apalagi penangkapan. Sebelumnya, Ferdy sempat diperiksa di Itsus pada Sabtu (6/8/2022) terkait dugaan pelanggaran etik dalam olah TKP di rumah dinasnya di Duren Tiga. Usai diperiksa, Ferdy langsung diboyong ke Mako Brimob Kelapa Dua dalam rangka pemeriksaan lanjutan.
Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Inspektur Jenderal (Irjen) Pol (Purn) Benny Mamoto mengatakan penempatan kelima anggota Polri di tempat khusus itu dalam kasus tewasnya Brigadir J sudah sesuai aturan internal Polri. Hal itu diatur Peraturan Kepolisian (Perpol) No.7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri yang belum lama diteken Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo beberapa waktu lalu saat mencuatnya kasus Brotoseno.
“(Sesuai, red) Perpol No.7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri di Pasal 98,” ujar Benny Mamoto dalam keterangannya, Senin (8/8/2022).
Lantas bagaimana aturan penempatan anggota Polri yang ditengarai/diduga melanggar kode etik dalam Perpol 7/2022 tersebut? Pasal 92 ayat (5) Perpol 7/2022 ini menyebutkan, “Penyerahan Petikan Putusan Sidang KKEP kepada fungsi Provos sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf f, dilakukan untuk menempatkan pelanggar di Tempat Khusus”.
Pengaturan penempatan di tempat khusus diatur secara jelas dalam Pasal 98. Pasal 98 ayat (1) Perpol 7/2022 menyebutkan, “Keputusan untuk jenis sanksi penempatan pada Tempat Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (5) dilaksanakan setelah adanya putusan Komisi Kode Etik Polri (KKEP)”. Kemudian ayat (2) menyebutkan, “Perintah pelaksanaan penempatan di Tempat Khusus terhadap Pelanggar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Penuntut”.
Ayat (3) menyebutkan, “Dalam hal tertentu, penempatan pada Tempat Khusus dapat dilaksanakan sebelum pelaksanaan Sidang KKEP, dengan pertimbangan: a. keamanan/keselamatan Terduga Pelanggar dan masyarakat; b. perkaranya menjadi atensi masyarakat luas; c. Terduga Pelanggar dikhawatirkan melarikan diri; dan/atau d. mengulangi pelanggaran kembali”.
Kemudian ayat (4) menyebutkan, “Penempatan di Tempat Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditempatkan dalam Tempat Khusus atas pertimbangan Akreditor”. Kemudian ayat (5) menyebutkan, “Perintah pelaksanaan penempatan di Tempat Khusus terhadap Terduga Pelanggar sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilaksanakan berdasarkan perintah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri/Kepala Kepolisian Daerah/Kepala Kepolisian Resor sesuai kewenangannya.
Purnawirawan jenderal polisi bintang dua itu melihat keputusan menempatkan Ferdy Sambo dan keempat anggota Polri lainnya tentunya telah melalui pertimbangan matang Timsus dan sesuai aturan yang berlaku. Termasuk menjadikan Mako Brimob Kelapa Dua sebagai tempat khusus terhadap lima anggota Polri itu. Khusus Ferdy Sambo, penempatan di tempat khusus terkait dengan upaya agar memperlancar proses pemeriksaan etik.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso melihat penempatan Ferdi sambo di Mako Brimob dalam rangka memperlancar proses pemeriksaan Itsus ataupun Timsus. Menurutnya, pemeriksaan terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik berat yakni merusak TKP dan menghilangkan barang bukti berupa pistol, proyektil, dan lainnya. Sementara konsekuensi bila terbukti pelanggaran kode etik, Ferdy Sambo dapat dipecat. “Dalam pelanggaran kode etik tersebut juga termasuk perbuatan pidana yaitu melanggar Pasal 221 KUHP jo Pasal 233 KUHP dan ancaman hukuman 4 tahun penjara,” ujarnya.
Pria yang juga berlatar belakang advokat itu berpendapat bila terdapat perbuatan menyuruh mengambil CCTV yang bukan miliknya, maka dapat pula dijerat dengan Pasal 362 KUHP jo Pasal 56 KUHP. Ancaman hukuman penjara selama 5 tahun. “Sehingga bisa ditahan untuk kepentingan menunggu pemeriksaan perkara pokok tewasnya Brigpol Joshua yang diusut dengan pasal 338 KUHP jo Pasal 55 dan 56 KUHP.”
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebutkan, pencopotan kamera pengawas atau CCTV oleh.mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo bisa dipidana. “Pencopotan CCTV itu bisa masuk ranah etik dan bisa masuk ranah pidana. Bisa masuk dua-duanya,” kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu (7/8/2022).
Menurut dia, Ferdy Sambo tidak hanya melakukan pelanggaran etik, namun bisa dikenakan pidana. “Jadi pengambilan CCTV itu bisa melanggar etik, karena tidak cermat atau tidak profesional. Namun, sekaligus juga bisa pelanggaran pidana karena obstruction of justice dan lain-lain,” ujar Mahfud.
Dia melanjutkan sanksi pelanggaran etik dengan pelanggaran pidana berbeda. Kalau pelanggaran etik hanya diusut Komisi Disiplin dengan sanksi bisa dikenakan adalah pemecatan, penurunan pangkat, teguran dan lainnya. Sedangkan peradilan pidana diputus oleh hakim yang hukumannya berupa sanksi pidana seperti masuk penjara, hukuman mati, pidana seumur hidup, perampasan harta hasil tindak pidana, dan lain-lain.
Seperti diketahui, dari penanganan kasus tewasnya Brigadir Joshua, Polri telah menetapkan dua tersangka. Pertama, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E. Ia dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan jo Pasal 55 dan 56 KUHP tentang membantu melakukan. Kedua, ajudan istri Ferdy Sambo bernama Brigadir Ricky Rizal (RR) pun telah ditetapkan sebagai tersangka dengan jeratan Pasal 340 KHP jo Pasal 338 jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Lantaran menggunakan Pasal 56 KUHP, ditengarai masih terdapat keterlibatan pihak lain. Karenanya, Timsus dan Itsus telah memeriksa 25 orang anggota Polri yang ditengarai melanggar prosedur, tindakan tidak profesional dalam menangani TKP di Duren Tiga. Dari 25 orang, 5 orang diantaranya ditempatkan pada tempat khusus dalam rangka pemeriksaan lebih lanjut, salah satunya Ferdy Sambo. Proses penyidikan dan pengungkapan masih terus dikembangkan dalam rangka menemukan pelaku lainnya.