PIJAR | JAKARTA – Palu vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sudah mengetuk tanda penetapan hukuman untuk mantan anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil. Amar putusannya, pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan dalam perkara suap senilai Rp1 miliar terkait proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) di Kementerian PUPR.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Rizal Djalil terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama,” kata hakim ketua Albertus Usada di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin, 26/4/21.
Majelis hakim menyatakan Rizal Djalil terbukti melanggar Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam persidangan terungkap, Rizal telah menerima suap dari mantan Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama, Leonardo Jusminarta Prasetyo agar Rizal membantu Leo mendapatkan proyek di Kementerian PUPR.
Hakim menyatakan uang yang diterima Rizal Djalil sebesar Rp 1 miliar. Adapun awalnya, Leo memberikan uang dalam bentuk dolar AS dan Singapura ke mantan ipar Rizal, Febi Festia, sebesar SGD 100 ribu dan USD 20 ribu. Namun, kata hakim yang diserahkan ke Rizal Djalil hanya SGD 100 ribu yang ditukar ke rupiah sebesar Rp 1 miliar.
“Menimbang bahwa pemberian uang kepada terdakwa melalui karyawannya untuk mengantarkan uang ke Febi Festia sejumlah SGD 100 ribu, dan USD 20 ribu. Uang sejumlah SGD 100 ribu diberikan Febi Festia ke anak terdakwa dalam bentuk rupiah, sedangkan USD 20 ribu digunakan untuk keperluan saksi Febi Festia,” jelas hakim.
Hakim tetap yakin Rizal Djalil menerima Rp1 miliar meskipun terdakwa menyangkal. “Meskipun terdakwa di persidangan menyangkal tidak menerima uang, berdasarkan keterangan sejumlah saksi serta alat bukti surat slip penukaran uang ternyata saling bersesuaian dan berhubungan satu dengan yang lain. Maka majelis hakim meyakini terdakwa telah menerima uang sejumlah Rp 1 miliar dari saksi Leonardo Jusminarta, maka unsur menerima hadiah telah terpenuhi,” tutur hakim.
Hakim menegaskan PT Minarta Dutahutama adalah titipan Rizal Djalil. Hakim meyakini PT Minarta bisa mendapat proyek di PUPR karena ada sosok Rizal Djalil.
“Menimbang majelis hakim menilai PT Minarta Dutahutama merupakan titipan terdakwa bisa dimenangkan dalam proses proyek JDU SPAM IKK Hongaria Paket 2 TA 2017-2018. Karena, kalau tidak ada titipan terdakwa apa urgensinya saksi Mochamad Natsir melaporkan ke terdakwa kalau PT Minarta Dutahutama menang proyek, sedangkan M Natsir bukan pegawai PT Minarta Dutahutama,” jelas hakim.
Menurut hakim, setelah menerima uang dari Leonardo, Rizal Djalil menandatangani laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Pengelolaan Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi Air Limbah pada Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Instansi Terkait Lainnya Tahun 2014, 2015 dan 2016 di Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jambi, dengan hasil temuan seluruhnya sejumlah Rp 4,2 miliar
“Setelah menerima uang dari saksi Leo terdakwa memanggil sejumlah pejabat PUPR, dimana terdakwa menyampaikan agar saksi Leo diberi pekerjaan besar karena lulusan Australia,” tegas hakim.
“Menimbang setelah ada penerimaan uang terdakwa pada Juni 2018 memerintahkan tim audit agar laporan hasil dengan tujuan tertentu agar segera diproses, selanjutnya terdakwa menandatangani laporan audit dengan hasil temuan Rp 4.242.351.440.54 dari semula Rp 8 miliar. Menimbang bahwa uang dari Leo sangat erat hubungannya atas kekuasaan dan kewemangan terdakwa,” lanjut hakim.
Apakah Rizal Djalil menerima vonis hakim atau mengajukan banding? Kita tunggu perkembangannya. (Sahrin Manalu)