ICW Beri Nilai E untuk KPK dan Kepolisian | Kejaksaan Dapat C

PIJAR | JAKARTA – Rupanya Indonesia Corruption Watch memberi nilai E bukan hanya untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saja. Kepoisian RI juga mendapat nilai yang sama untuk kinerjanya di bidang penanganan kasus korupsi sepanjang 2020. Tapi Kejaksaan Agung mendapat penilaian C untuk periode yang sama.

Sedangkan pihak kepolisian menyatakan, penilaian ICW sebagai masukan berharga untuk bekerja lebih baik dalam menangani perkara tindak pidana korupsi. “Ya tentunya masukan dari ICW perlu kita hargai, Polri menghargai itu sebagai masukan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono dalam konferensi pers, Senin, 19/4/21.

Read More

ICW memberikan nilai E terhadap kinerja penegak hukum dalam penindakan kasus korupsi periode 2020. Penilaian tersebut berasal dari informasi institusi yang mendapat penilaian plus media massaperiode 1 Januari – 31 Desember 2020. “Tentunya Polri dalam menangani segala kasus akan senantiasa profesional, transparan dan akuntabel,” kata Rusdi.

Sebelumnya, peneliti ICW Wana Alamsyah menjelaskan, nilai E artinya persentase penanganan perkara yang dilakukan penegak hukum hanya 0-20 persen. Pada 2020, hanya ada 444 kasus yang ditangani penegak hukum dibanding dengan target penindakan kasus yaitu 2.225.

ICW menemukan dari 444 kasus korupsi yang masuk dalam tahap penyidikan pada 2020, ada 875 tersangka dengan nilai kerugian negara yang ditimbulkan adalah sebesar Rp 18,6 triliun, nilai suap sebesar Rp 86,5 miliar dan pungutan liar senilai Rp 5,2 miliar.

Kinerja Polri disebut oleh ICW menangani 170 kasus korupsi dengan target penanganan 1.539 kasus pada 2020 dengan anggaran Rp 277 miliar. Aktor yang paling banyak disidik oleh kepolsian menurut ICW adalah orang yang memiliki jabatan pada tingkat pelaksana. Hal tersebut diperparah dengan tidak adanya upaya untuk membongkar kasus pada aktor yang paling strategis.

“Misalnya, kami menduga kepolisian memiliki konflik kepentingan pada saat menangani kasus dugaan korupsi penghapusan red notice di Interpol dan tidak jelasnya penanganan kasus korupsi terkait dengan penyelewengan dana Covid-19,” kata Wana.

Sedangkan untuk jajaran Kejaksaan, ICW memberikan penilaian baik terhadap penanganan kasus korupsi yang dilakukan kejaksaan sepanjang 2020. Tapi, tetap saja ada catatan.

Catatan ICW, profoseionalise aparat kejaksaan dalam menangani kasus korupsi masih meragukan. “Pada kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) diduga tidak independen dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan,” kata Wana.

Sikap tidak profesional itu, kata dia, terlihat pula saat Kejaksaan Agung menolak memberikan kasus dugaan penerimaan suap yang dilakukan mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, KPK sudah memberikan kode meminta kasus itu.

Toh ICW menyebut Kejaksaan Agung sampai akhir 2020 menangani sebanyak 259 kasus korupsi dengan anggaran penanganan kasus mencapai Rp75,3 miliar. “Kinerja penindakan kasus korupsi oleh Kejaksaan cukup baik dalam aspek kuantitas yaitu sekitar 46 persen atau masuk dalam kategori C atau Cukup,” tambah Wana.

Sebagian besar kasus yang ditangani Kejaksaan Agung dicatat ICW merupakan kasus baru yaitu sebanyak 222 kasus, selanjutnya pengembangan kasus sebanyak (34 kasus) dan OTT sebanyak 3 kasus. “Kejaksaan juga institusi yang paling sering menangani kasus korupsi yang terjadi di BUMN, yakni sebanyak 16 dari 22 kasus yang disidik oleh penegak hukum,” ungkap Wana. (Reza M Irfan)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *