PIJAR | JAKARTA – Para korban mafia tanah di kitaran Alam Sutera Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Banten, makin kencang bersuara. Malah beberapa antaranya berencana melaporkan oknum pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kejaksaaan Negeri (Kejari) Tangerang. Pasalnya, oknum di dua institusi itu diduga terlibat mafia tanah yang pelakunya kini sudah menjadi tahanan Polda Metro Jaya.
“Pasti kita akan laporkan beberapa orang oknum pegawai BPN dan Kejaksaan Negeri Kota Tangerang yang kita curigai membantu aksi komplotan mafia tanah yang beroperasi di wilayah kita,” kata Ketua Paguyuban Masyarakat Cipete-Kunciran Jaya Bersatu, Minarto saat menggelar jumpa pers di kawasan Tangerang, Rabu, 14/4/21.
“Nggak mungkin para mafia tanah itu punya sertifikat tanah seperti yang kami miliki kalau enggak ada bantuan mereka. Kita sedang konsultasikan dengan kuasa hukum agar dalam minggu ini kita akan laporan kepada pihak kepolisian agar mereka usut,” ungkap Minarto.
Ia pun mengaku lega kasus penyerobotan lahan mampu dibongkar pihak kepolisian. “Selama ini, kami warga memang berperan aktif membantu pihak kepolisian untuk membongkar jaringan komplotan mafia tanah ini. Bersama pihak dari kelurahan dan kecamatan yang memiliki data kami memang terus dampingi. Bersyukur kasusnya bisa dibongkar,” kata Minarto.
Sebelumnya, jajaran Polres Metro Tangerang akhirnya berhasil membekuk sindikat mafia tanah di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penangkapan tersangka DM, 48 dan MPC, 61 berikut bukti pemalsuan surat alas hak tanah di wilayah tersebut.
Sengketa lahan ini sempat membuat dua kubu masyarakat terlibat bentrok. Alhasil, Polres Metro Tangerang Kota turun tangan dan menangkap DM dan MCP.
Dalam gelar perkara, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengungkapkan, keduanya merupakan mafia tanah yang mengincar tanah seluas 45 hektare di kawasan Alam Sutera, Pinang, Kota Tangerang. “Kasus yang terjadi di wilayah hukum Kota Tangerang di Alam Sutera, cukup luas, 45 hektare,” kata Yusri didampingi Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Deonijiu de Fatima saat konferensi pers, Selasa, 13/4/21.
Kejadiannya, kata Kombes Yusri, sudah cukup lama. “Bahkan sudah pernah dilakukan eksekusi saat itu,” sambungnya.
Menurut Kombes Yusri, DM dan MCP memiliki peran masing-masing dalan perkara tanah tersebut. Niat jahat mereka dimulai dengan cara saling menggugat untuk menguasai tanah tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.
“Tersangka DM menggugat perdata tersangka MCP. Ini bentuk mafia mereka,” ujar Yusri. Aksi saling gugat di sidang perdata itu dilakukan sebagai bentuk perlawanan ke perusahaan atau warga yang ada di sekitar tanah tersebut.
“Sesama mereka, satu jaringan mereka saling gugat untuk bisa menguasai tanah tersebut untuk melawan perusahan atau warga masyarakat di situ,” tutur Yusri.
Keduanya melakukan gugatan perdata pada April 2020. Satu bulan kemudian, tepatnya pada Mei 2020, hasil sidang perdata berujung damai. Para tersangka langsung berencana untuk mengakuisisi tanah seluas 45 hektare itu.
Cara mengakusisinya, pada Juli 2020, kedua tersangka menyewa organisasi masyarakat untuk melawan perusahaan atau masyarakat setempat. “Tapi ada perlawanan dari warga dan perusahaan pada saat itu sehingga batal eksekusi. Sempat terjadi bentrok pada saat itu,” lanjut Yusri.
Warga dan perusahaan yang ada di tempat sengketa lantas melaporkan kedua mafia tanah itu ke kepolisian pada 10 Februari 2021. Alhasil, polisi menciduk D dan MCP.
Pihak yang dirugikan dan melaporkan kasus mafia tanah ini adalah PT TMRE (Tangerang Matra Real Estate) dan warga Kelurahan Kunciran Jaya dan Cipete. Yusri juga menyebut kedua pelaku merupakan otak pemalsuan dan mafia tanah yang merugikan masyarakat dan harus diberantas hingga akar-akarnya.
Polisi menjerat DM dan MCP dengan Pasal 263 KUHP dan atau pasal 266 KUHP. “Ancaman hukumannya selama tujuh tahun penjara,” kata Kombes Yusri.
Direktur Penanganan Perkara Pertanahan dan Tata Ruang Kementerian ATR/BPN RI, Ketut Mangku yang ikut dalam gelar perkara tersebut mengatakan akan memberantas mafia tanah. “Tahun 2021 ini target itu ada 61 kasus (mafia tanah) di seluruh Indonesia, untuk Provinsi Banten ada 2. ini sebetulnya target tahun lalu,” ujarnya.
Yang satu ini ini saja masih akan panjang cerita karena menyangkut banyak figur dan lembaga yang terkait. Akan kita lihat perkembangannya bersama-sama. (Reza M Irfan)