PIJAR | JAKARTA – PT Shields Security Solution (SSS), penerima dana transfer Rp800 triliun dari Barclays Bank ke Bank Mandiri, masih menunggu perkembangan lanjutan kasus yang mencuat pada 2019 lalu. Bos PT SSS Bo Michael Olsson mengungkapkan, pihak pengirim yang berasal dari Arab Saudi harus ikut bertanggung jawab atas masalah ini.
“Kami menerima pernyataan Bank Mandiri pada akhir Agustus 2019 menyatakan transfer itu hoax dengan bukti pernyataan dari Miss Jayalakshmi Subramaniyam, Barclays Bank di London bahwa itu semua adalah hoax dan pemalsuan dokumen,” ungkap Michael Olsson di Jakarta, Sabtu, 9/11/2020. Namun, sambungnya, pernyataan dari pengirim dana transfer, Pangeran Abdulillah Bin Abdulaziz Al Saud yang ditujukan kepada pemerintah Indonesia justru mengakui kebenaran transfer itu.
Yang jelas, sambung Olsson, “Ada surat tertanggal 20 April 2019 dari Yang Mulia Pangeran Abdulillah Bin Abdulaziz Al Saud yang ditujukan kepada Bapak Darmin Nasution bahwa transaksi tersebut asli dan diharapkan Bank Mandiri segera mencairkan uang tersebut ke rekening PT Shields Security Solution.”
Yang terjadi kemudian, sambung Olsson, Bank Mandiri melalui Meizha Wahyu Ramadhani malah menindaklanjuti bukti dari Jayalakshmi dengan menyampaikan laporan ke Mabes Polri. “Laporan itu kami ketahui diajukan pada 9 Oktober 2019, setahun lalu. Namun tetap belum ada kejelasan mengenai transfer itu benar atau hoax,” lanjut Olsson.
Dalam pemeriksaan di Mabes Polri, sambung Olsson, dokumen transaksi transfer ke Bank Mandiri telah diperiksa dengan sepengetahuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan ditemukan pemalsuan serta dananya adalah hoax. “Ini berarti pelakunya berasal dari Arab Saudi. Menjadi pertanyaan, apakah pihak berwenang di Indonesia mendiamkan kasus hoax ini karena sulit menjangkau pelakunya?” kata pengusaha asal Swedia itu.
Menurut Olsson, jika memang pihak berwenang Indonesia menganggap transfer senilai 50 miliar Euro atau setara sekitar Rp800 triliun itu hoax, bukankah itu preseden atau contoh yang menunjukkan perbankan Indonesia rawan untuk diperalat sebagai transkasi palsu atau bodong? Lebih dari itu, lanjut Olsson yang telah tinggal di Jakarta sejak awal 1990-an, apakah hal ini tidak menjadi masalah diplomatik antara Indonesia dan Saudi maupun persaudaraan warganya yang mayoritas muslim?
“Seorang Pangeran Saudi mentransfer dana dengan tujuan investasi. Ternyata bank milik negara menyatakan transfer itu hoax. Bagaimana menjelaskan hal ini?” ujarnya.
Dengan pihak Indonesia, ungkap Olsson, PT SSS sudah mengupayakan komunikasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto maupun pejabat sebelumnya, Darmin Nasution. Selain itu, lanjutnya, PT SSS sudah menegaskan kesediaan untuk bersikap kooperatif dengan Mabes Polri mengenai hal ini.
Namun, oleh sebab masih banyak tanda tanya, Olsson berharap ada kejelasan dari pihak Indonesia dan Saudi mengenai transfer dana yang tujuannya untuk investasi di Indonesia ini. “Kami mengikuti terus perkembangan kasus ini karena menyangkut nama baik dan reputasi perusahaan serta pribadi juga,” tandasnya.
Masalah bisnis yang terkait dengan Indonesia dan Saudi sudah tercatat beberapa kali. Antara lain adalah penipuan terhadap Putri Loulwah oleh pasangan ibu dan anak warga negara Indonesia. Kedua pelaku sudah tertangkap pada Februari 2020
Selain itu, ada pula kasus advokat Indonesia Noverizky Tri Putra dari firma hukum AM Oktarina (AMO) yang pada Maret 2020 lalu melaporkan dua orang staf Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta dengan dugaan penipuan sebesar Rp300 juta.
Sedangkan kasus transfer dana 50 miliar Euro dari seorang Pangeran Saudi ke Bank Mandiri sudah menjadi pemberitaan sejak 2019. Namun, hingga menjelang akhir 2020 ternyata bergulir kembali. (Febrinal)