PIJAR | JAKARTA – Lanjutan sidang perkara tanah galian boncos di proyek tol Cengkareng-Batuceper-Kunciran (JORR II) lingkar luar Jakarta berlanjut di Pengadilan Negeri Tangerang, Selasa, 1/9/20. Pada sidang kali ini, giliran para advokat terdakwa kakak-beradik Hasyim dan Harun mengajukan keberatan (eksepsi) terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Sepekan sebelumnya, Selasa, 25/8/20 Jaksa Penuntut Umum Eva Novyanti SH mendakwa Hasyim dan Harun secara bersama-sama mengambil tanah urugan milik PT Wiajaya Karya di proyek tol itu untuk dimiliki secara melawan hukum. “Akibat perbuatan para terdakwa PT Wijaya Karya harus mengalami kerugian sebesar Rp7,188 juta (lebih),” ungkap JPU.
Sedangkan dalam eksepsinya, Tim Advokasi Hasyim dan Harun dari LBH Pijar yang dipimpin Madsanih Manong SH mengajukan keberatan yang pada intinya surat dakwaan disusun tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap sehingga dakwaan kabur atau samar-samar (obscuur libel). “Atas dasar ini terdakwa dan pensehat hukumnya meminta agar dakwaan JPU dinyatakan batal demi hukum,” ungkap Madsanih.
Sedangkan anggota tim advokat Burhan SH menjelaskan, JPU tidak cermat dalam menerapkan tindak pidana yang didkwakan karena isi dakwaan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. “Fakta sesungguhnya berdasarkan keterangan dari saksi-saksi dan keterangan para terdakwa yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh penyidik, bahwa yang sebenarnya diambil oleh para terdakwa bukanlah tanah urugan, melainkan hanyalah tanah bekas galian atau tanah boncos yang sudah tidak dipakai dan atau digunakan lagi,” ungkap advokat Burhan.
Menurut dia, memang diketahui bahwa tanah bekas galian atau tanah boncos tersebut harus dikeluarkan dari lokasi proyek karena sudah tidak dapat digunakan lagi. “Pengambilan tanah boncos tersebut juga atas seizin Saudara Rofi yang diketahui oleh para terdakwa merupakan Humas dari PT Wijaya Karya,” ungkap Burhan.
Selanjutnya, Anggota Tim Advokasi lainya, Suhartawan Hutapea SH menyoroti kejanggalan penanganan perkara ini sejak awalnya sudah melangkahi Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Ia mengungkapkan, laporan polisi yang dibuat pelapor dalam perkara ini, surat perintah penyidikan, serta surat perintah penangkapan dibuat dan dilaksanakan dalam satu hari. “Dalam penanganan perkara ini pun penyidik tidak melakukan gelar perkara,” ungkapnya.
Atas dasar argumentasi bahwa dakwaan bersifat kabur dan penanganan perkara ini melangkahi KUHAP, Tim Advokasi Hasyim dan Harun memohon Majelis Hakim yang mengadili perkara ini membatalkan dakwaan. Bagaimana hakim melihatnya? Kita tunggu putusan sela (interim measure) di sidang berikutnya. (Reza)