Mahfud: Masyarakat Abai Protokol Kesehatan Bisa Dipidana

PIJAR|JAKARTA – Tidak menutup kemungkinan menjerat masyarakat yang abai dan ngotot tidak menjalankan protokol kesehatan dengan hukum pidana. Hal tersebut dikatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Meski tak ada Undang-undang khusus yang menyatakan pelanggaran kesehatan akibat Covid-19 bisa dijatuhi hukuman pidana, namun menurut Mahfud hukuman bisa dijeratkan kepada warga yang tak mematuhi aturan melalui beberapa pasal yang ada di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Pemerintah sudah memerintahkan polisi dan pengadilan untuk menegakkan hukum jika ada bagian masyarakat yang melawan petugas,” tutur Mahfud seperti dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (27/8/2020).

Penegakan hukum ini juga tercantum dalam Undang-undang hingga Instruksi Presiden. Presiden menurut Mahfud secara tegas telah meminta aparat penegak hukum baik dari unsur kepolisian maupun TNI membantu pemerintah, jika memang diperlukan untuk melakukan penegakan hukum karena warga abai dengan protokol kesehatan.

“Pasal yang dipakai apa, gampang. Kalau ada orang memaksa suka ngambil mayat secara paksa, sudah dibilang jangan berkerumun masih berkerumun juga tidak mau menerima langkah aparat keamanan membubarkan kerumunan di situlah pasal hukum pidana bisa dipakai,” pungkas Mahfud.

“Kan melawan tugas. Pasal 214, pasal 216, pasal 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana bisa dipakai. Karena di situ barang siapa yang melawan pejabat yang melaksanakan tugasnya berdasarkan Undang-undang diancam pidana,” terang dia.

Meski begitu, Mahfud memastikan aparat bakal mendahulukan penegakan persuasif kepada warga sebelum menjatuhkan pidana. Warga baru bisa dipidana jika ‘ngeyel’ dan ‘ngotot’ kepada petugas yang meminta dengan baik-baik agar warga selalu patuhi protokol kesehatan demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

“Intinya saya sebutkan tadi protokol kesehatan perlu ditegakkan melalui dua hal, satu yaitu disiplin. Disiplin ini dibagi dua hal, apa itu. Pertama disiplin dalam strategi darat, persuasif,”

“Tapi dalam rapat kabinet juga kalau terpaksa terjadi orang yang karena wataknya selain tidak peduli dengan keselamatan dirinya dan orang lain di situlah ultimum remidium dilakukan. Tindakan yang terpaksa dilakukan itu artinya ultimum remidium karena jalan lain yang lebih halus tidak (bisa) jadi penindakan hukum,” tutup dia. [reza]

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *