Covid-19 dan PKI Sama-sama Jadi Musuh Bersama

Dalam pembahasan, sejumlah fraksi telah mengingatkan pentingnya pencantuman TAP MPRS XVV/1966. Namun sepertinya tak juga digubris hingga akhirnya diparipurnakan dan disahkan menjadi usul insiatif DPR.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Bambang Purwanto dari Partai Demokrat mengakui tanpa disadari ada bahaya yang mengancam eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Akibat tanpa kepedulian semua pihak, gerakan PKI melenggang di antara kegaduhan masalah Covid-19. Hal ini terbukti lambang dan bendera PKI mulai muncul tanpa ada yang memperhatikan. Bahkan, sempat ada wacana ulang tahun PKI yang ke-100 juga tidak ada yang menghalau,” ujarnya Kamis, 28/5/20.

Read More

Padahal, sambungnya, sesuai TAP MPRS nomor XXV tahun 1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia, jelas tidak ada ruang bagi PKI untuk bisa tumbuh di Indonesia. Karena itu, kata dia, ketika mulai muncul, gerakan ini jelas suatu pelanggaran konstitusi.

“Lebih jauh langkah berikutnya diduga akan masuk ke ranah yang lebih prinsip lagi ketika rancangan undang-undang haluan ideologi Pancasila (HIP) tidak memasukkan dalam konsideran tentang TAP MPRS itu perlu dipertanyakan,” tandas Bambang.

Kini pembahasan RUU HIP memasuki babak baru. Dalam pembahasan di tingkat I, politisi Partai Amanat Nasional Saleh Partaonan Daulay menegaskan, sebagai negara yang berideologi Pancasila mesti belajar dari sejarah yang berujung dilarangnya idelogi komunis. Karena itu, kata dia, fraksi partainya bakal tegak lurus membela dan menjunjung tinggi ideologi Pancasila. “Jadi, ideologi-ideologi lain harus ditolak secara tegas,” katanya.

Anggota Komisi XI DPR itu mengundang seluruh elemen masyarakat, organisasi kemasyarakatan, tokoh masyarakat dan tokoh agama dan lainnya memberi masukan. Nah, masuk dan aspirasi masyarakat itulah nanti bakal menjadi referensi fraksi PAN menentukan sikap ke depan. Yang pasti, kata Saleh, PAN bakal menjaga dan mengawal RUU HIP agar tetap mencantumkan TAP MPRS XXV/1966 menjadi salah satu dasar pertimbangan RUU ini.

Sedangkan Anggota Komisi III DPR Aboe bakar Alhabsy tak kalah berangnya dengan Saleh. Baginya tidak mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 dalam RUU HIP menjadi celah untuk ‘bermain-main’ dengan ideologi di luar Pancasila.

“TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme adalah sumber penting Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila. Karena lahirnya RUU HIP adalah adanya pemikiran perlunya penegasan pancasila sebagai soko guru ideologi bangsa. Dengan Undang-Undang tersebut, nantinya diharapkan dapat menjadi landasan berpikir dan bertindak bagi penyelenggara negara dan masyarakat,” ungkap Aboe, Senin, 18/5/20.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *